Teknologi vs Disabilitas, Kerjasama dalam Kecanggihan

Teknologi vs Disabilitas

Teknologi vs Disabilitas – Menerima tema pekan kedua ini saya sempat tersenyum sendiri di depan laptop. Mengapa? Karena entah pemikiran saya sama dengan admin #LBI2016. Saya baru saja kemarin browsing materi mengenai disabilitas dan ikut me-review tulisan saya terdahulu mengenai pemahaman disabilitas dan hal-hal yang terkait dengannya, Disabilitas dan Pandangan Masyarakat.

Teknologi vs Disabilitas

Namun, kali ini akan sedikit berargumen mengenai perkembangan teknologi terbaru dan peran sertanya terhadap kaum disabilitas. Dimana kita ketahui bahwa kaum disabilitas pun beragam. Ada yang sifatnya sementara (jangka pendek), lama bahkan permanen seumur hidup. Keterbatasan fungsional tersebut bukan berarti mereka tak bisa ikut merasakan hal-hal baru dalam dunia teknologi. Justru bagi mereka, ada industri khusus yang menghasilkan produk-produk tertentu yang bisa digunakan oleh kaum disabilitas. Dan jika ditekuni dengan baik, orang non-disabilitas pun bisa tertinggal jauh.

Mungkin belum banyak yang tahu bahwa perkembangan teknologi pun sudah memikirkan kaum disabilitas. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah agar pengetahuan dan teknologi juga mampu dirasakan bersama tanpa adanya perbedaan. Keterbatasan fungsional memang secara kasat mata membuat kita berbeda, tetapi kecerdasan, kematangan berpikir serta kesiapan mental dalam menjalani kehidupan, boleh jadi kita berada di bawah mereka.

Komputer Braille sebagai Produk Teknologi

Salah satu produk teknologi yang dirancang khusus untuk kaum disabilitas, khususnya penyandang tunanetra adalah perangkat Komputer Braille. Kehadiran produk-produk ini bisa membantu mereka untuk ikut bersaing. Seperti halnya pada dunia blogging saat ini. Dengan adanya bantuan speech atau talking installation, maka penyandang tunanetra bisa mengoperasikan computer layaknya orang normal. Mengandalkan suara yang sudah dikemas khusus dalam perangkat computer Braille tersebut.

Bagaimana dengan soal biaya? Tentu harganya akan sedikit lebih mahal dibandingkan komputer pada umumnya. Ya, semua karena keisitimewaannya. Pirnati lunak yang disematkan mampu memberikan instruksi pada disabilitas tunanetra saat mengoperasikan komputer berupa suara. Untuk lebih jelasnya bisa disimak pada video di bawah ini:

Sebenarnya tidak hanya bagi disabilitas tunanetra saja mampu merasakan fasilitas teknologi. Hampir semua jenis disabilitas pun diupayakan dapat menikmati hal serupa. Contoh lain bagi penyandang disabilitas tuna rungu, saat ini sudah makin berkembang alat pendengaran yang bisa digunakan. Sehingga tak lagi merasa minder atau tertinggal untuk ikut berbicara dengan sesama. Itu pun yang terlihat pada salah satu petugas Posyandu yang ada di daerah saya, dengan bantuan alat pendengaran tersebut, beliau mampu ikut bekerja melayani para ibu yang berkonsultasi mengenai perkembangan balita dan anaknya, tanpa perlu khawatir mengalami kesalahan dalam menerima kata demi kata yang dilontarkan para ibu.

Berbeda lagi pada salah satu anggota keluarga saya yang sejak lahir mengalami cacat fisik akibat terlambat dalam penanganan medis. Meskipun cara bicara serta posisi tubuh (kepala) tidak normal seperti biasanya, tetapi di sekolah anak ini sangat cerdas dan hormat pada orang tua. Di samping itu, seringkali mengalahkan teman-temannya saat bermain play station di rumah. Jika dilihat dari kondisi fisiknya sangat tidak mungkin hal tersbeut, akan tetapi the reality is like that… dan yang paling membuat saya terharu dan bangga, ada salah satu teman blogger saya yang terangkat menjadi PNS di Jakarta, meski termasuk salah satu anggota komunitas disabilitas.

Jadi, sudah saatnya kaum disabilitas tak perlu khawatir dengan keterbatasan yang hanya dipandang kasat mata. Teknologi akan terus berkembang. Kaum disabilitas perlu menyuarakan terus keinginan dan harapannya terhadap kemajuan teknologi.

Facebook
Twitter

Related Posts

18 Responses

  1. Jaman mau tesis kemarin, sempat ada yang mengusulkan saya mengembangkan produk e-learning untuk murid difable. Saya sempat riset dan amazing dengan prakteknya di luar negeri yg cukup berhasil. Kalau di Indonesia, ada Habibie Afsyah yg difabel dan jago internet marketing.

    Tesis saya tidak seputar itu krn kendala jarak sekolah luar biasa dll. Namun sy tertarik mengembangkan e-learning atau teknologi untuk belajar, termasuk untuk murid difabel. Kebetulan ada teman jd guru SDLB.

    Makasih sharingnya ya mbak, sangat menginspirasi.

  2. Semua kembali pada dukungan pada diri sendiri dan dukungan keluarga, supaya penyandang disabilitas bisa berkembang. Dukungan lho ya, bukan memanjakan atau membuat mereka jadi tidam PD. Ini yg kadang sedikit kurang dipahami 🙂

  3. bener, dukungan kita dan keluarga sangat penting bagi mereka. Pernah saya melihat film tentang disabilitas di sebuah festival film yang diselenggarakan oleh UMY di Taman Budaya Yogyakarta, desember silam . Tentang kisah disabilitas ganda, tuna rungu & wicara. Ketika sudah ada teknologi seperti HP sang anak hanya disuruh berbicara oleh sang ibu. Namun anak juga memerlukan pengertian agar dia leluasa berbicara dg bahasa isyarat untuk berinteraksi. Sampai titik jenuh dia frustasi dan akhirnya orangnya mau untuk belajar bahasa isyarat.

  4. Karena berbeda bukan berarti tidak bisa melakukan hal yang sama bahkan lebih daripada itu. Semakin banyak kaum difabel yang membuktikan bahwa di tengah keterbatasan dan perbedaan itu mereka bisa mandiri dan berprestasi. Semoga semakin banyak teknologi yang memudahkan aktifitas kaum difabel, dan harganya terjangkau juga untuk kalangan menengah ke bawah.

    @gemaulani

  5. soal biaya kadang emang jadi kendala mbak karena untuk saat ini perangkat teknologi untuk teman2 yg disabilitas cukup mahal dari peralatan biasa, semoga kedepannya bisa lebih murah ya
    @chikarein

  6. semoga dengan semakin majunya teknologi, kaum difabel fasilitasnya bisa ditingkatkan juga dan pentingnya lagi, setelah membaca tulisan ini,, kita makin sadar dan peduli kpd kaum difabel
    @aleksdejavu

  7. Saya juga, Mbak. Kemarin sempat baca artikel dari salah satu teman blogger yg bahas ttg penyalahgunaan kata autisme yang nggak jauh bahasannya dengan Difabel ini. Jadi saya agak kepo sama perkembangan penyandang difabel. Dan ternyata LBI ngeluarin tema yang sama juga. Hehehe..

    Semog seiring berkembangnya teknologi, penyandang difabel juga bisa mendapatkan hak-hak yang seharusnya diperoleh dalam berbaur dengan sekitarnya. Amin. 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *