Tips Menghadapi FOPO agar Hidup Tenang dan Damai

Hadapi FOPO dengan Senyuman

Jujur, ada beberapa tahun saya hidup seperti di penjara kehidupan orang lain. Ya, itu karena saya selalu mengikuti apa kata mereka. Saya harus begini dan begitu. Karena saya anaknya Pak ini jadi harus begini dan begitu. Sejak SMA sudah terkekang dengan kehidupan “harus jadi anak berprestasi” karena kalau tidak, semua Maros akan membicarakan orang tua saya, gagal mendidik anaknya.

Padahal, tidak semengerikan itu juga kok. Bapak saya memang memiliki jabatan yang bukan sembarangan di Kabupaten Maros semasa hidupnya. Namun, karena saya waktu itu masih terbilang sangat muda, belum tahu kalau takut dengan omongan orang lain ternyata menjadi sesuatu yang merusak mental dan cara pandang akan kehidupan.

Waktu terus berjalan dan memang sepertinya saya berjalan harus sesuai dengan apa kata keluarga, apa kata orang di sekolah, apa kata orang di kampus hingga apa kata tetangga saya. Setiap ingin melakukan sesuatu memang baik jika memikirkan untung rugi, baik dan buruk. Namun bukan berarti harus terpaku dengan ketakutan “nanti si A bilang aku begini” atau “nanti temenku menghindar” dan banyak lagi lainnya.

Resign dan Menjadi IRT, FOPO itu Makin Terasa 

Ketakutan bahkan selalu menangis ketika ada yang mengucapkan kalimat-kalimat menyayangkan keputusan lepas dari pekerjaan publik ke domestik, hampir terjadi setiap hari. Hingga saya pun seperti tidak menerima kehamilan pertama karena itulah yang jadi alasan utama tidak bisa bekerja lagi. Kondisi hamil harus bedrest dan masih banyak lagi keluhan lain di kehamilan tersebut.

Keluarga besar pun tidak menjadi pelindung terbaik justru menjadi orang-orang yang menghakimi keputusan saya. Paling menyayat hati karena semua kalimat tidak baik itu datang dari orang-orang paling dekat dalam hubungan darah. Namun, saya sangat bersyukur karena ada aktivitas saya yang membuat perjalanan hidup seperti mengalir dengan mudah, ngeBLOG. Eits, tapi jangan salah. Saya juga pernah beberapa bulan tidak menulis karena omongan bahwa menjadi blogger itu tidak memberikan hasil apa-apa. Mau makan apa dari menulis di blog? Blog bisa bertahan sampai berapa lama? Dan masih banyak lagi.

Hadapi FOPO dengan Senyuman

Nah, di usia jelang 40 tahun ini saya baru tahu kalau istilah ketakutan itu disebut FOPO atau Fear of the People’s Opinion. Pelan-pelan mulai memikirkan diri sendiri. Mengapa saya harus memikirkan apa kata orang sementara kehidupan ini saya yang jalani? Bahkan masih ingat dengan kalimatnya BCL yang ketika mendapatkan omongan buruk dari netizen atau siapa pun, dia masih bersikap tidak peduli jika memang bukan sesuatu yang bisa mengganggunya. BCL mengungkapkannya dengan bahasa Inggris, lebih kurang saya menerjemahkannya seperti ini:

Buat apa memikirkan apa kata orang sementara mereka tidak hidup seperti apa yang kita jalani. Kita berada di lingkungan berbeda, pendidikan berbeda, keluarga berbeda, pastilah akan sangat mungkin memiliki perbedaan dalam pola pikir. Jadi, kenapa harus terpaku dengan itu? 

Dari situ kemudian kembali menelisik diri dan apa yang sedang saya jalani. Ternyata tanpa mendengar omongan semua orang, saya tetap bisa enjoy menjalani hari. Saya masih mendapatkan penghasilan dari menulis. Bahkan saya bahagia karena tidak menjadi stress karena kekhawatiran dan ketakutan berlebih dengan omongan orang lain.

Hadapi FOPO dengan Cara Ini! 

Nah, untuk itu saya ingin berbagai bagaimana menghadapi FOPO jika memang sudah kalian alami, yaitu:

Tidak Semua Orang Care dengan Apa yang Kamu Lakukan

Ya, mau kamu jungkir balik, tidur sampai siang, tidak masak dan cuma beli terus atau apa pun yang kalian jalani, tidak semua orang mau memikirkan itu. Persoalan hidup setiap orang sudah ada bahkan mungkin lebih banyak dari kita. Jadi, berhenti meyakini bahwa semua orang peduli denganmu dalam kondisi apa pun.

Kalau ada yang selalu peduli, yaa dilihat lagi selama ini sudah sejauh mana kepeduliannya dalam suka duka kehidupan yang kalian jalani. Kalau peduli ketika kita bahagia saja, yaaa tahu sendiri kan harus bagaimana, hehe. 

Semua Orang Berhak atas Hidupnya Masing-Masing 

Maksudnya di sini bukan kemudian kalian melepaskan tanggung jawab akan apa yang kalian jalani sekarang. Bukan itu maksudnya. Kita punya jalan kehidupan sendiri, begitu juga dengan orang lain. Maka jalani saja apa yang menurut kita baik. Anggapan orang blablabla atau semua isinya negatif, dengarkan saja, ambil hikmahnya, buang racunnya. Bisa ‘kan?

Begitu juga dengan kita, tanamkan dalam diri bahwa kita tidak berhak mengatur kehidupan orang lain harus sesuai dengan jalan yang kita mau. Terlebih kemauan orang tua akan anaknya harus begini dan begitu. Cukup beri dukungan, nasihat dan juga bantuan ketika mereka membutuhkan teman ngobrol atau sedang mencari solusi akan suatu masalah. Namun, keputusan tetap harus berasal dari yang bersangkutan.

Datang ke Profesional Jika Sudah Mengganggu

Maksudnya di sini adalah ketika FOPO sudah membuat kehidupanmu berantakan. Sulit mengambil keputusan besar dalam hidup karena takut dicap A-B-C dari orang lain, segera minta bantuan. Jangan sampai mengganggu mental dan akhirnya kehidupan menjadi makin ruwet. 

Hidup di zaman sekarang sudah ruwet lho, gaess. Tidak usah tambah dengan kita yang takutnya pada hal-hal yang tidak pada seharusnya.

Tanamkan Dalam Diri, “Saya BISA.” 

Memang terkesan sombong ya, tetapi bagi saya tidak. Justru dengan menanamkan itu dalam diri, saya bisa mencoba hal-hal baru di usia sekarang. Saat punya anak tiga, saya baru mampu percaya diri ngomong depan publik sebagai news anchor meski cuma beberapa saat. Saya pun bisa bersuara di forum-forum webinar maupun acara seminar offline ketika ada unek-unek di kepala yang harus dipertanyakan karena butuh solusi atau jawaban. Bahkan saya bisa dengan mudah menolak ketika memang saya tidak bisa menjalankan apa yang ditawarkan.

Hasilnya, saya masih hidup dengan baik-baik saja meski terlihat punya teman sedikit, jarang keluar rumah, lebih banyak di rumah saja dan masih banyak lagi yang sudah berupaya diwujudkan sesuai dengan gue banget. 

Apalagi setelah nonton Youtube dari Abdi Suardin, saya baca kalimat ini:

gak usah terlalu perduli dengan penilaian orang tentang kamu
mau kamu begini atau kamu begitu..
kalau kita cuman sibuk berpikir dan ngurusin penilaian orang lain terhadap kita
trus kapan kita akan menikmati hidup sesuai dengan apa yang kita inginkan?

***

Well, terasa jauh berbeda diri saya yang sekarang dengan dulu. Apa-apa dipikirkan terlalu njeru kata orang Jawa padahal terkadang itu semua belum tentu juga terjadi dan demikian adanya. FOPO hanya akan menghambat untuk selangkah lebih maju bahkan mematikan mimpi kita. Hmm, masa iya sih harus jadi tahanan orang lain karena omongan tidak enak akan hidup kita?

Meminjam dan sedikit mengedit yel-yel istimewa dari Ibu Profesional,

Diomongin orang? Cancel cancel go away! 

Terus melangkah… huuuu yesss!

Facebook
Twitter

Related Posts

20 Responses

  1. Aku dulu suka denger, masukin kata-kata orang lain. Akhirnya cape dan merasa terbebani kalau tidak sesuai ekspektasi mereka. Sekarang sih udah gak. Bagaimanapun, aku, diri kita sendiri adalah yang paling penting dan utama. Emang kudu damai sama diri sendiri dulu ya

  2. Saya juga baru tahu istilah FOPO mba. Dari membaca artikel ini jadi lebih ngerti dan paham apa yang dimaksud FOPO saya juga pernah mengalami tapi Alhamdulillah bisa diatasi.

  3. aku kayaknya tipe yang ndableg hehehe. mbok mereka arep jempalitan ora ta gagas hahaha. artikel mb Amma ini membantu banget lo untuk teman2 yang biasanya kurang pede menghadapi omongan orang.

  4. FOPO membuat kita tidak bisa menjadi diri sendiri dan jeleknya, jadi gak bisa mengembangkan bakat kalau itu dinilai “salah” atau gak wajar bagi lingkungan.
    Jadi serba takut kalau akan melangkah. Dan semoga dengan pemahaman yang benar, selama kita melakukan hal-hal baik dan bermanfaat, FOPO menjadi perlahan tergerus dari dalam diri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *