Surat untuk Sahabat: Sakitmu Sakitku Juga

sepucuk surat untuk sahabatku di sana

Saat diminta untuk menulis surat untuk sahabat, saya langsung terbayangkan satu sosok yang sejak SMP menjadi teman duduk sebangku. Mungkin dia tidak akan pernah membaca blog ini karena memang dia terlalu sibuk dengan pekerjaan dan anak-anaknya. Perjalanan hidupnya diberi ujian yang tidak semua akan mampu menjalaninya, termasuk saya, mungkin.

Namun, sejak memperhatikannya begitu asyik menuangkan segala rasa di media sosial, ada rasa prihatin dan sedikit kecewa dengannya. Bukan karena dia sudah pandai memainkan media sosial, bukan. Bagi saya, ada hal yang tidak perlu seluruh dunia tahu tentang apa yang terjadi dalam hidup kita. Cukup kita dan Tuhan saja. Jika ingin mengajak manusia, ajak yang benar bisa amanah, bukan sekadar membalas komentar atau seolah berlagak menjadi teman di kala susah.

Hmm… beginilah surat yang ingin saya sampaikan kepadanya…

sepucuk surat untuk sahabatku di sana

Dear, you

Sakitmu memang tidak pernah bisa kurasakan meski bolak-balik aku mendapatkan jawaban dari tanya rasa yang kulayangkan

Tak pernah ingin juga kuberada pada kondisi yang harus kau jalani saat ini.

Aku masih berharap Tuhan masih memberikan waktu yang lama untukku bersama dengan jodoh pilihanNya.

Namun, tak berarti aku menjauh dan tak peduli denganmu kini, kawan. 

Aku yang merasa bersalah karena mungkin terlalu takut ikut campur urusan keluarga orang lain sehingga begitu kaget mendengar kisahmu. 

Ya, semuanya kutahu dari media sosial… 

 

Dear, you

Aku bukan tak senang saat ini melihat perkembanganmu bermain media sosial yang sudah cukup lihai

Aku hanya tertegun membaca setiap status demi status yang isinya membuka tabir demi tabir kehidupanmu

Kawan, media sosial tidak pernah bisa menghapus apa yang sudah kita tanam di sana.

Rekam jejak digital begitu abadi 

Aku sudah pernah memberi tahu itu, bukan? Sayangnya, jawabanmu terus membela diri bahwa yang kamu lakukan hanya sifatnya sementara. Sekadar membuktikan bahwa kamu manusia kuat. Begitu?

Ah, tidak kawan! Justru semakin terlihat kerapuhan itu di sana. 

Sejauh apa pun menutupi keresahan, ketakutan bahkan kebencian, tetap saja terlihat meski dengan kata-kata perumpamaan

 

Dear, you

Aku tahu tidak ringan membesarkan tiga anak dan ikut merawat orang tua yang masih setia menemanimu hingga kini

Aku juga bangga pada mereka karena bersikap manis dan seolah ikhlas dengan yang terjadi pada orang tuanya

Namun, aku hanya menyayangkan jejak digitalmu kelak masih akan membekas pada perjalanan hidup mereka tanpa kamu sadari seutuhnya.

Aku hanya berharap, berhentilah untuk menjadikan media sosial sebagai tempat menyimpan kenangan yang belum tentu akan memberikan pelajaran berharga buat mereka. 

untukmu sahabatku yang jauh di sana

Dear, you

Kamu sangat berarti sejak dahulu hingga kini dan nanti di mataku, kawan

Meski aku seringkali maju mundur untuk sekadar menyapamu lewat pesan WhatsApp

Karena aku sadar bahwa aku tidak bisa merasakan yang benar-benar kamu rasakan saat ini

Aku hanya tahu, wajahmu yang tersenyum bukan lagi tampak seperti dirimu yang kukenal dulu. Jauh berbeda, kawan.

Senyummu menebarkan banyak kisah terpendam yang seolah ingin kamu lepaskan semuanya, tetapi pilihanmu pada media sosial dan itu yang membuatku ikut merasakan sedihnya. 

 

Dear, you

Katamu, berjuang sendiri pasti bisa kamu lakukan karena Tuhan pasti membantu. Saya percaya keyakinanmu itu. 

Namun, bukankah Tuhan juga sudah mengatakan untuk lebih dekat saja padaNya? Tak perlu percaya dengan manusia-manusia di media sosial yang hanya sekadar komentar dan memberikan jempol suka karena belum tentu yang tertulis sama dengan yang tampak dari wajah mereka, bukan? 

Dan kamu sudah tahu itu, kawan. Lalu mengapa masih saja belum berhenti menebarkan kisah sedihmu di sana? 

Aku ingin memintamu secara langsung tetapi lagi-lagi sadar akan posisiku yang mungkin hanya sekadar teman lama dan tak pantas untuk diminta pendapatnya.

 

Dear, you

Aku sayang sekali padamu, kawan. 

Tanpa wujud hadiah atau apa saja yang kulayangkan padamu, aku selalu mendoakan kebahagiaanmu dari jauh

Tak bisa memelukmu di saat sedang gundah karena terpisah pulau membuat kita pun akhirnya pelan-pelan saling menjauh (dan mungkin melupakan)

Ah, rasanya sudah panjang sekali surat untukmu, kawan. 

Aku tak yakin kamu membacanya keseluruhan.

Aku tak yakin kamu memahami maksud surat ini.

Namun satu yang pasti, aku menulis ini karena tidak tahu lagi harus seperti apa.

Dunia pekerjaan kita berbeda. Aku di rumah saja, sementara dirimu harus melayani orang banyak di kantor.

Semoga saja tak melalaikanmu akan kewajiban utamamu saat ini sebagai ibu.

 

Dear, you

Sejauh apa pun kamu melangkah dan berharap masalahmu segera selesai, percayalah bahwa setiap kita akan dihadapkan pada masalah. Hanya saja tidak semua dari kita mampu bersikap yang seharusnya saat menghadapi. 

Jaga kesehatanmu, kawan. 

Kelak jika tak mampu bersua bersama raga lagi, percayalah aku tetap seperti dulu.

Mendoakanmu dan selalu berharap kebahagiaan menghampirimu selalu.

***

Surabaya, 3 Maret 2022

Facebook
Twitter

Related Posts

8 Responses

  1. Memang terkadang ada orang yang merasa lebih nyaman mencurahkan isi hati mereka kepada orang-orang terdekatnya namun juga ada beberapa yang lebih lega dan nyaman saat curhat di medsos. Menurut saya curhat di medsos punya sisi baik dan buruk, sisi baiknya kita merasa lega sudah membagi sedikit beban yang kita rasakan dan sisi buruknya yaitu membuka ranah privasi kita kepada orang lain dan menjadi komsumsi publik. Kita perlu mem-filter apa yang kita share dimedia sosial supaya nggak oversharing. Tapi alangkah lebih baik kalau kita sebagai orang yang beriman curhat dan mengadu tentang kehidupan langsung kepada sang pencipta.

  2. Ahhh jadi rindu kawan/sahabat lama mba… Nah iyaa mba, sekalinya bertemu dengan teman lama di sosmed ada baiknya kita tetap memberikan kesan dan perhatian yang baik pada mereka ya mba, kadang sosial media ini lh yg membuat dunia tau siapa kita namun pastikan kita menshare sesuatu yg baik2 aja ya kan mba supaya tidak jadi boomerang bagi orang lain apalagi teman lama yg sudah tak pernah ketemu lagi, eh sekalinya ketemu pun di sosmed gini, hehehe

  3. Wah sudah lama sekali tidak bertemu dengan teman lama, dan ada rasa kangen dan rindu yang terdalam kepada mereka semua. Semoga ada waktu bisa bertemu dan berjumpa temu kangen masing-masing..

  4. Terharu baca surat mba Amma. Memang sahabat itu walaupun raga jauh, rasanya dekat di hati. Untaian kata-kata dalam surat ini menunjukkan mba Amma peduli banget sama sahabatnya.

    Semoga bisa ketemu lagi dalam kondisi lebih baik. Ah, jadi kangen sahabat lama

  5. Dear You,

    Terkadang aku merasa tiada arti, ketika kau tak lagi menumpahkan rasa kesalmu padaku
    Aku menunggu, sedih dan bahagiamu, mungkin butuh waktu
    Tapi percayalah, ragaku, pendengaranku, penglihatanku, perasaanku,
    Masih tetap ada untukmu, sama seperti waktu itu

  6. duh penting buat ngerem jempol di sosmed tuh, kalo diapus sik emang ilang, tapi kalo ada orang yg screenshot status status pribadi dan menyebarkannya abis deh.. better cari shoulder to cry on daripada buka bukaan di sosmed tuh

  7. Sejak nyaris dipolisikan karena status saya di Facebook, saya jadi mikir ribuan kali saat hendak pasang status. Entahlah kejadian tersebut seperti menjadi titik balik saya saat bermedsos

  8. Aduh mbaa iya kalo baca tema ini aku jadi ingat sering surat2an sm sahabatku beda kelas, tapi 1 sekolah. Seminggu sekali bisa berbalas surat haha.. dari hal2 receh sampe serous di bicarakan… oadahal 1 sekolah loh wkwkw

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *