Review The Coffee Memory: Ketika Racikan Kopi Memenjarakan Aroma Kenangan hadir mengisi kolom blog ini. Mungkin tak akan sebagus cara penulisnya, Riawani Elyta, dalam menuturkan kisah yang berkenaan dengan kopi. Tentu saja.
Judul: The Coffee Memory
Penulis: Riawani Elyta
Penyunting: Laurensia Nita
Desainer Sampul: Satrio d’Labusiam
Penerbit: Bentang (PT. Bentang Pustaka)
Tebal/Ukuran: vi+226 halaman/20,5 cm
ISBN: 978-602-7888-20-3
Sinopsis Buku
Kopi. Tak ada yang tak mengenal salah satu bentuk minuman dengan warna hitam pekat ini. Boleh saja berubah menjadi cokelat ketika ditambahkan pemanis lain berupa creamer atau susu. Tetapi tetap saja rasa “kopi” akan selalu memusatkan penikmatnya pada sebuah aroma yang begitu ekstrim dibanding minuman lainnya. Ingin diseduh dengan air yang baru saja mendidih atau mungkin ditambah es batu, semua tergantung pada selera penikmatnya. Seperti halnya kisah dalam novel The Coffee Memory ini. Diperhadapkan pada sebuah kondisi dimana kopi menjadi bagian terpenting dalam hidup bahkan alasan pada sebuah keputusan penting.
Dania, terpisah dari Andro karena takdir-Nya, meninggalkan warisan Katjoe Manis yang harus tetap bertahan meskipun dengan perjuangan yang tentu tidak mudah. Kemahiran Andro dalam soal kopi dan segala sesuatu tentangya membangunkan Dania dari aroma kenangan untuk bisa survive di tengah persaingan kafe kopi yang ada. Aroma kenangan Andro begitu jelas di benak dan batin Dania.
Kemunculan Barry menjadi awal sebuah kebangkitan Dania. Kenangan aroma kopi Andro, yang telah membangun Katjoe Manis sebagai ladang belajar sekaligus bisnis, terasa hangat di dalam diri Barry. Usaha bangkit itu tak pernah mulus. Dan memang begitulah sejatinya kehidupan. Apalagi sosok Pram tak absen untuk memanaskan semangat secara tersirat pada Dania untuk mempertahankan kopi agar tetap nikmat dan berbeda dari kopi-kopi lainnya.
Sanggupkah Dania bertahan di tengah gerusan persaingan yang ada? Mampukah Barry menjadi pahlawan dalam mempertahankan Katjoe Manis milik Andro? Mungkinkah Barry jelmaan reinkarnasi Andro? Ataukah Pram yang bertindak bagai pahlawan kehidupan Dania yang hatinya sudah lama gersang? Atau kenangan Andro melesat jauh dari hati Dania karena tiupan aroma kopi para pesaingnya?
Hikmah Buku
Secangkir kopi adalah jembatan kenangan dan komunikasi yang paling hangat. Dan, bersamanya, kita bisa menciptakan momen-momen spesial dalam secercah perjalanan hidup (Hal. 215).
Overall, kisah The Coffee Memory ini membawa saya pada sebuah keinginan untuk menikmati setiap tegukan kopi yang dahulu membawaku pada bingkai ketergantungan pada pekerjaan. Metode menjadikan kopi menjadi lebih nikmat juga tertuang di sini. Resep sederhana namun berdaya cita rasa khas, membuat harapan suatu saat akan mencicipinya juga.
Bagi yang mengaku pencinta kopi, tentu novel The Coffee Memory ini sayang untuk dilewatkan. Meskipun sebenarnya masih dibuat penasaran di akhir cerita. Sepertinya akan ada sekuel dari kisah Dania dan Katjoe Manis. Benar begitu? Kita tunggu saja Riawani Elyta, sang penulis, yang menentukan destinasi dari setiap tokohnya.
Dari 5 bintang, ada 4 bintang untuk novel The Coffee Memory ini.
NB:
Special thanks to Shabrina WS dan Komunitas Be A Writer (BAW) yang sudah menghadiahkan buku ini 😀
6 Responses
Resensi keren, penulis novel keren, dan pemberi hadiah yang keren 🙂
@Mugniar,
dan komentator paling keren 😀
kopinya saya gak suka tapi untuk baca bukunya mau kok 🙂
@Lidya,
pasti pengen ngopi mbak kalo habis baca 😀
pemantau komenatornya keren juga ga mbak? hehehe
@Lidya,
hahahah pastinya mbak…