Search
Close this search box.

Cerita Lebaran di Kampung Halaman Suami (Kertosono)

Cerita Lebaran di Kampung Halaman Suami (Kertosono) – Bahagia dan bangga. Dua diantara perasaan yang saya rasakan pada lebaran tahun ini, 1439H-2018. Pasalnya, saya bisa ikut shalat Id tanpa drama anak nangis atau rewel. Karena usia anak sudah jelang 4 tahun dan sudah bisa memahami apa yang kami inginkan untuk dilakukannya.

Shalat Id Sambil Gendong Anak

Beruntung karena sudah memahami bagaimana tata cara shalat meskipun dalam keadaan menggendong anak sebelumnya. Ya, usia anak saya memang sudah jelang 4 tahun dan masih minta gendong ketika saya shalat. Tapi itupun tidak setiap kali shalat. Kebetulan sekali lebaran ini adalah pertama kalinya si kecil saya ajak.

Proses adaptasi untuk anak balita memang berbeda. Tadinya si kecil saya kira tidak akan meminta gendong karena sebelumnya sudah kami latih saat shalat tarawih. Namun, setiap prediksi bisa saja meleset, apalagi ini berhubungan dengan makhluk hidup.

Maka jadilah saya shalat Id sambil menggendong. Untungnya si kecil paham dan hanya “lengket” saat posisi shalat berdiri. Nah, ketika ruku’ dan sujud, si kecil saya turunkan dan mengikuti gerakan shalat tersebut. Ternyata, setelah saya tanya dengan si kecil mengapa minta gendong saat imam membaca Al Fatihah dan surah setelahnya, jawaban si kecil membuat saya tertawa:

“Salfa capek, Nda. Ngajinya lama sekali.”

Jawaban polos seperti ini memang selalu saja menyisakan senyum. Pastinya menjadi bahan untuk saya memberikan masukan kepadanya bahwa sebenarnya tidak lama, hanya saja memang membaca ayat suci tidak boleh sambil terburu-buru.

Sampah Koran Masih Saja Ada

Kalau perihal satu ini sempat berdebat dengan kakak ipar. Saat selesai, saya dan Salfa memungut koran bekas pakai kami. Lalu membuangnya di tempat sampah. Ternyata, kakak ipar menganggap yang saya lakukan itu mengambil alih tugas kebersihan. Aduh, padahal sampah koran sendiri gitu lho.

Maka kemudian saya mendekati petugas shalat Id untuk minta maaf jika kemudian petugas kebersihan akan bekerja di hari raya. Bapak petugas pun mengatakan tidak apa-apa dan sudah jadi tugas yang berkewajiban.

Sikap saya ini diamati oleh anak saya. dan betapa kagetnya saya saat si kecil mengatakan seperti ini:

“Bunda, kok orang-orang buang sampah sembarangan. Kan jorok. Tuh jalannya kotor, kan?!”

Hari raya yang membahagiakan karena saya bisa mendengar kalimat “dewasa” dari anak usia jelang 4 tahun. Semoga kelak kebiasaan ini tetap terjaga untuk selalu menjaga kebersihan.

Shalat Id Tanpa Sambutan Bapak Bupati Nganjuk

Biasanya di hari raya, panitia shalat Id akan menerima surat edaran sebagai sambutan Bapak Bupati untuk disampaikan kepada jamaah yang hadir. Hanya saja, tahun ini taka da sambutan meskipun diwakilkan dalam secarik kertas. Maka shalat Id langsung dilaksanakan dan setelahnya ada ceramah singkat dari khatib.

Sungkeman Berlangsung dengan Khidmat

Setelah dihalau berbagai tamu yang datang setelah shalat Id, Alhamdulillah bisa juga melakukan sungkeman ke ibu mertua. Tradisi sungkeman ini lebih kental di Jawa dibanding di keluarga besar saya, Makassar. Beruntung mengenal tradisi ini jadi anak saya bisa memahami bahwa di hari raya, tak sekadar kumpul tetapi juga meminta maaf untuk kesalahan yang ada selama ini.

Well… hari ini adalah hari ketiga setelah lebaran. Masih banyak cerita, namun tetap saja sama. Semuanya dalam rangka silaturahim. Bagaimana dengan lebaran di daerahmu, teman?

Facebook
Twitter

Related Posts

3 Responses

  1. Lebaran jaga kompleks mbak. Hanya dengan 4 tetangga, dan setelah acara salaman, berbincang sejenak, lau makan opor, rendang dan bihun goreng di umah tetangga yang paling tua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *