Search
Close this search box.

Aku dan Matematika

aku dan matematika sebuah perjalanan mencintai bidang studi yang penuh dengan perhitungan dan logika

Kalau ngomongin Matematika, biasanya akan sangat panjang karena mata pelajaran ini. Bukan karena hanya suka tetapi banyak kisah yang menurut saya menarik untuk diceritakan kembali. Karena suka, saya jadi bisa cepat memahami. Tidak butuh waktu lama almarhum bapak mengajari. Begitulah jika ingin mahir dalam satu bidang, katanya harus siap mencintai.

Masa Kecil dengan Matematika

Awal mula senang dengan Matematika itu karena bapak membelikan sebuah alat bantu menghitung. Coraknya berwarna-warni dan ketika digerakkan, menimbulkan bunyi yang teratur. Sederhana memang, tetapi saya kemudian jadi senang mengutak-atik deretan biji yang berbentuk seperti kancing tersebut. Kalau di tempat saya sih menyebutnya dengan corong-corong, ternyata namanya “Sempoa” saat googling. Padahal dalam pikiran saya sempoa itu bentuknya beda.

Hal paling tidak terlupakan saat belajar Matematika bareng bapak itu ketika diminta menyetorkan hafalan perkalian setiap pekan. Kalau salah satu saja, kadang tidak diberi kesempatan untuk main atau mendapatkan camilan. Jadi wajar kalau ada yang menganggap saya anak rumahan. Ya, lebih baik di rumah menghafal perkalian daripa keluyuran dan kehabisan waktu untuk menambah hafalan.

Kisah belajar Matematika masa kecil ini membuat saya terus menantang diri untuk tahu lebih banyak. Bahkan buku pelajaran SMP kelas 1 sudah ada di tangan saya ketika masih duduk di bangku SD Kelas 5. Ya, semua karena almarhum bapak yang antusias sekali membuat saya harus menguasai bidang studi ini. Padahal saya sudah cukup “terkuras” energi dengan mata pelajaran bahasa Inggris.

Menantang Diri dengan Olimpiade Matematika

Punya nilai bagus untuk Matematika ternyata tidak membuat saya berhenti untuk penasaran. Dari guru SMP hingga SMA, mereka semua sudah berupaya memberikan tips dan trik seputar Matematika sehingga makin mudah dipahami. Bahkan menjawab soal dengan cepat pun diajarkan dengan berbagai cara.

Saat duduk di bangku SMA, almarhum bapak menantang saya untuk ikut Olimpiade Matematika. Saya tidak mau mengambil kesempatan itu pada awalnya. Ya, saya merasa minder dengan salah satu teman yang kalau diajak diskusi dengan Matematika, tak celah sedikitpun, semuanya dibabat habis setiap soal yang ada. Tanpa pikir panjang dan tanpa melihat catatan yang ada. Saya pikir, biarlah dia saja yang mewakili sekolah kami waktu itu yang sedang naik daun karena beberapa kompetisi bergengsi dari berbagai tingkat berhasil dibawa pulang siswanya.

aku dan matematika sebuah perjalanan mencintai bidang studi yang penuh dengan perhitungan dan logika

Namun, teman yang saya ceritakan di atas justru mengajak untuk ikut serta.

“Ayo ikut. Kamu tidak akan pernah tahu sampai dimana batas kemampuanmu jika tak mengujinya, bukan?”

Dia tahu kalau saya takut dan minder terhadapnya.

“Sudah, nggak usah banyak pikir. Saya juga belum tentu menang, kok. Soalnya saja saya belum tahu seperti apa. Ini kan pengalaman pertama kita juga.”

Kalimat itu membuat saya seperti diterpa angin di pinggir pantai, lebay mode on ya, haha. Namun, setelah mendengar ucapannya, saya jadi semangat ikut Olimpiade Matematika. Bahkan berusaha mencari tahu tipe soal yang masuk seperti apa bersama dengan tim guru Matematika yang sudah ditunjuk untuk mengajari kami setiap hari setelah jam pulang sekolah.

Cari Uang dengan Matematika

Lompat ke masa kuliah, dimana biaya kuliah waktu itu bagi saya lumayan besar. Meskipun dapat beasiswa, tetapi biaya buku dan transportasi saya dari rumah ke kampus dan rumah lagi itu juga tinggi. Soalnya mama tidak mengizinkan saya hidup di kos-kosan maka jadilah jarak yang lumayan jauh, seperti rumah saya saat ini di Petemon itu ke Bandara Juanda harus saya tempuh setiap hari, Pergi-Pulang (PP).

Nah, saya mendapat tawaran untuk bekerja part time di salah satu lembaga kursus untuk mengajari bidang studi Matematika, Kimia dan Bahasa Inggris. Lumayan setiap bulan bisa menutupi biaya transportasi. Bahkan saya dipercaya juga oleh salah seorang dosen untuk menjadi asistennya mengajar Kimia Matematika di tingkat 1, kelas Regional dan Billingual.

Sibuk? Lelah? Alhamdulillah saya jalani dengan bahagia. Bahkan saya berani membayar tagihan telepon rumah yang datang setiap bulan dari hasil cari uang dengan Matematika.

***

Well, aku dan Matematika memang selalu punya kisah tersendiri. Suka dan duka menyelimuti. Jatuh cinta dengan salah seorang guru Matematika pun ada. Nyaris menjadi istri teman yang punya IQ sangat tinggi dan juara Olimpiade Matematika dan berbagai lomba lainnya tingkat provinsi pun pernah saya rasakan. Setidaknya semua memberikan pelajaran hidup. Namun, satu yang patut saya syukuri, kegigihan bapak membuat saya cinta dan bisa dalam Matematika.

Sekarang, waktunya saya menularkan ilmu yang saya punya ke anak-anak. Berharap mereka juga senang dengan Matematika sebagai the King of Science. Karena tahu Matematika, tidak akan pernah tersesat dalam hidup, insya Allah.

Facebook
Twitter

Related Posts

One Response

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *