Search
Close this search box.

Mencintai Bahasa Daerah yang Ada di Indonesia

Mencintai Bahasa Daerah yang Ada di Indonesia

Belajar bahasa daerah Jawa tidak mudah tetapi tidak begitu sulit juga. Mengenal bahasa Jawa menjadi anugerah tersendiri. Betapa tidak, Tuhan memberikan takdir dengan menghadirkan sosok yang berasal dari Pulau Jawa. Jodoh saya (wanita dari tanah Sulawesi Selatan) ternyata pria dari tanah Jawa Timur. Mau tidak mau harus belajar dan memahami bahasa Jawa agar tidak tertelan ketika berada di tengah masyarakat Jawa.

Hal pertama yang paling cepat untuk saya pahami adalah Aku Tresno Karo Koe (Aku Cinta Padamu). Wajar saja sebagai permulaan untuk mempelajari sebuah bahasa diawali dengan kalimat “bahagia-cinta” dan sejenisnya.

Sebagai orang yang awam dengan bahasa Jawa, khususnya Jawa Timur, tentu saja heran karena ternyata bahasa Jawa juga banyak ragamnya. Seperti halnya bahasa Bugis-Makassar sebagai bahasa keturunan, memiliki beragam dialek sesuai dengan wilayah bahasa Bugis-Makassar itu lahir. Bahasa daerah Jawa Timur juga demikian. Ternyata di beberapa tempat, dialek bahasa Jawa sangat variatif. Benar-benar perlu waktu dalam mempelajarinya.

Berikut beberapa dialek yang berkembang di wilayah Jawa Timur :

  • dialek Pantura Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro)
  • dialek Surabaya
  • dialek Malang
  • dialek Jombang
  • dialek Tengger
  • dialek Banyuwangi

Nah, sekedar informasi, saya ingin mengatakan bahwa saya sudah pandai berhitung dengan bahasa daerah Jawa… *suara tepuk tangan meriah* 😀 Saya hanya kesulitan mengingat angka-angka tertentu seperti:

  • 25 = selawe
  • 50 = seket
  • 60 = suwida’
  • 21 – 29 = siji likur – songo likur

Kalau angka-angka yang lain masih mengikuti pengucapan yang sesuai hitungan dasar 1-10.

Saya juga pernah ditertawakan oleh suami karena mengucapkan bahasa daerah Jawa diluar yang keliru. Akhiran yang sama tetapi makna sangat berbeda, yaitu adus (mandi) dan wedus (kambing). Hari itu saya meminta suami untuk mandi terlebih dahulu, tetapi saya mengatakan kata ‘wedus’. Suami langsung tertawa terpingkal-pingkal karena mendengar bahasa Jawa yang lucu dan salah makna. Harusnya saya menggunakan kata ‘adus’ bukan ‘wedus’. Namun, itu semakin menambah semangat saya untuk terus belajar dan bukan malah down.

Mencintai Bahasa Daerah yang Ada di Indonesia
Aksara Jawa – Honocoroko

Oiya, bahasa daerah Jawa Timur yang saat ini paling familiar dan sering terdengar sehar-hari adalah bahasa Jawa Surabaya. Banyak yang bilang kalau bahasa Jawa Surabaya ini dialeknya “kasar”. Memang setiap bahasa daerah memiliki dua “rasa” bahasa, halus dan kasar. Bahasa daerah halus, baik Jawa maupun bahasa daerah lainnya, dibuat untuk diucapkan demi menghormati lawan bicara, apalagi kalau lawan bicara usianya jauh lebih tua atau jabatannya yang terpandang di masyarakat. Sedangkan untuk bahasa kasar biasanya digunakan dengan lawan bicara yang sebaya  atau lebih muda. Namun, bahasa kasar di sini bukan bahasa yang sifatnya mencaci atau sejenisnya, lebih kepada skala kesopanan dalam komunikasi.

Belajar bahasa daerah Jawa tak berarti saya lupa dengan bahasa daerah sendiri, Bugis-Makassar (cenderung ke Bugis). Darah Bugis begitu kental di dalam diri saya. Terkadang sering membandingkan pengucapan bahasa Jawa dengan bahasa Bugis. Bukan untuk mencari mana yang hebat atau rendah, tetapi lebih kepada usaha untuk menghafalkannya.

Mencintai Bahasa Daerah yang Ada di Indonesia
Aksara Bugis – Huruf Lontara’

Sama halnya dengan bahasa daerah Jawa, bahasa Bugis juga punya tingkatan kasar dan halus serta dialek yang tersebar di seluruh wilayah Pulau Sulawesi (khususnya Sulawesi Selatan). semua menjadi kekayaan budaya Indonesia secara umum. Apalagi saat ini di dalam keluarga kecilku terdapat dua buah bahasa daerah yang sama-sama kental. Namun, itu tidak membuat perbedaan menjadi alasan untuk bertengkar bahkan saling menjaga dan menghormati satu sama lain.

Terlepas dari semua itu mencintai bahasa daerah, entah itu Jawa, Bugis atau lainnya, memang sudah seharusnya. Siapa lagi yang akan mencintai bahasa daerah kalau bukan kita, dan kapan lagi kalau bukan sekarang.

Referensi:

  • http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa_Surabaya
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa
  • http://andharavee.blogspot.com/2010/08/huruf-honocoroko.html
  • http://andis-nurani.blogspot.com/2010/06/aksara-lontara_3640.html

Facebook
Twitter

Related Posts

7 Responses

  1. Saya pernah nelajar honocoroko waktu SMP dulu di Jogja, awalnya sulit tapi anehnya pas penerimaan raport nilai saya sembilan. MAu tau rahasianya gak? Tiap ada PR saya minta dibuatkan tetangga yang asli sana, kalau ujian teman-teman dengan sukarela menyodorkan jawaban mereka. Hehe., jangan di tiru ya :p

  2. haha.. kalo aku jawa tengah tulen mbak, pkuliah di jawa timur masih bisa ngkiuti sekarang di banten ternyata punya bahasa jawa banten sendiri -ga iso blas- (ga bisa “sama sekali”) blas itu kalo aku pakai sebagai penekanan kalimat seblumnya mbak.. hehe #sesama GA mbak niar

  3. Itu yg honocoroko kyknya pengurutannya salah. Atau di jawa memang begitu? Kalau di Bali.
    Aksaranya. Ha na ca ra ka da ta sa wa la ma ga ba nga pa ja ya nya 🙂 hehe trims.
    Matur suksma

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *