Air susu dibalas air tuba memang pepatah yang sudah sangat terkenal sejak dulu. Bahkan sering terjadi dalam kehidupan sekeliling kita sendiri yang terkadang membuat hati pilu. Tidak hanya sekadar skenario yang dikelola dengan rapi oleh sutradara, kisah yang sebagian besar diangkat dari kisah nyata memang tidak lain untuk mengambil pelajaran darinya.
Namun, namanya manusia selalu ada rasa ingin membalas perbuatan jahat seseorang, bukan? Apalagi jika yang melakukannya adalah orang yang sudah kita anggap keluarga sendiri. Jangankan demikian, yang benar-benar keluarga saja bisa tega melakukannya tanpa rasa bersalah dan kemudian mengakhiri.
Saya pernah mengalami hal serupa. Bahkan belum lama ini juga saya mengalaminya dan secara sadar saya bermiat untuk membuat pelakunya sadar dan diketahui oleh semua orang. Namun, setelah diskusi panjang dengan diri sendiri serta merenungi perjalanan hidup saya selama ini, saya memilih menyerahkan semuanya pada Allah yang tidak pernah tidur sedetikpun.
Lalu, bagaimana tips supaya tetap sabar jika air susu dibalas air tuba? Hmm, bolehlah simak yang saya sampaikan berikut ini karena berdasarkan pengalaman sendiri.
1. Media Introspeksi Diri
Terlalu “sinetron” memang kelihatannya ya jika kondisi tersebut kita anggap sebagai media untuk introspeksi. Namun, selama ini dengan berpikir dan mengarahkannya seperti itu, maka konflik fisik tidak terjadi sedangkan konflik batin terus bergulir. Saya menjadikan konflik batin ini sebagai ruang untuk mendengar bahwa seperti inilah hidup sebagai manusia.
Rasulullah saja ketika berusaha untuk baik dengan sesama, toh masih saja dianggap musuh dan akhirnya diperlakukan dengan tidak baik, bukan? Namun, apa yang dilakukan oleh baginda Rasulullah? Beliau justru merenungi karena khawatir ada perkataannya yang menyakiti sehingga reaksi orang yang disampaikan kebenaran menjadi berlebihan.
Nah, saya sebagai ummatNya beliau, apakah tidak boleh mengikuti adab dan perilakunya? Pasti boleh dong! Ketika menjadikannya sebagai media introspeksi, maka di situlah kita akan semakin kuat dan yakin setelahnya ada hikmah.
2. Tidak Berekspektasi Berlebihan
Seringnya ketika kita membantu sesama, jauh dari lubuk hati terdalam selalu ada bisikan bahwa suatu saat nanti orang yang kita bantu akan melakukan hal yang sama. Padahal, sudah seharusnya tidak demikian karena perhitungan dalam hidup justru akan membuat diri tidak enjoy. Hidup di dunia cuma sesaat lho. Masa iya sih mau disia-siakan dengan hal-hal yang sama sekali bukan kuasa kita.
Jadi, kalau membantu orang lain, sebisa mungkin ikhlas tanpa mengharap apapun. Sekecil apapun itu. Karena jika hati dan pikiran sudah berekspektasi berlebihan, maka siap-siap saja kecewa. Dan bukankah tangan di atas memang jauh lebih baik, bukan? Terus memberi tanpa harap balasan apapun. Malaikat tidak pernah lupa dengan tugasnya untuk mencatat semua kebaikan kita, kok.
3. Yakin Kalau itu Ujian dari Yang Maha Memberi
Saya masih ingat saat kebaikan almarhum bapak saya disalahgunakan. Dulu ada teman sesamanya guru selalu dibantu oleh bapak karena merasa kasihan dengan kehidupan keluarga yang sangat jauh dari kata sejahtera. Anak banyak dan istri juga selalu melahirkan seolah tidak mengenal yang namanya KB.
Bapak membantu keluarga mereka dengan memberikan tempat tinggal sekaligus mempekerjakannya sebagai salah satu profesi yang ada di sekolahan. Alhamdulillah keluarga mereka semakin membaik hingga kemudian ujian bapak tiba. Sekolah yang dipimpin bapak mengalami musibah dimana ada barang elektronik yang hilang.
Bapak saat itu kebingungan karena harus mengganti invetaris sekolah yang setiap hari digunakan oleh siswa saat jam komputerisasi berlangsung. Bapak sudah mencoba menyelidiki dan sangat tidak percaya jika yang melakukannya adalah orang yang sudah dibantunya itu. Barang elektronik sekolah “diambil dan dijual” tanpa sepengetahuan bapak. Dan informasi ini terkuak karena barang tersebut dijual dimana di tempat itu ada salah satu mantan murid bapak yang dulu semasa sekolah juga banyak terbantu.
Bapak kaget bukan kepalang. Sejak saat itu bapak mengaku sebagai manusia yang paling bodoh tetapi di sisi lain merasakan betapa yang namanya keburukan tetap akan ketahuan, serapi apapun disembunyikan. Dan bapak ikhlas kalau semua sudah menjadi ujiannya sebagai pemimpin sekolah. Ya, gimana lagi tetap harus ganti karena pelakunya juga tidak punya uang untuk mengganti apa yang sudah diambilnya.
4. Berteman dengan Orang-Orang Baik
Saya percaya jika circle pertemanan itu menentukan cara kita bersikap. Ketika kita mengalami seperti arti dari pepatah air susu dibalas air tuba ini, pastinya teman-teman akan menjadi salah satu suppor team yang akan mendukung setiap keputusan kita, membalas atau tetap sabar.
Nah, pastikan teman-teman yang selama ini berada di sisi bukan yang ingin melihat kita binasa, tetapi justru sebaliknya. Jika punya teman yang langsung memberikan solusi dengan membalas, coba tanya hati nurani. Benarkah demikian harus bersikap? Karena teman yang baik pastinya mendinginkan suasana, bukan sebaliknya.
5. Pelihara Sabar dan Tawakkal
Punya bapak yang sabar, saya lebih beruntung lagi punya suami yang tawakkal. Ya, andai mereka ditakdirkan bertemu, mungkin sekarang saya menulis ini sambil menikmati obrolan santai mereka di teras rumah. Kedua laki-laki yang Allah takdirkan dalam hidup saya ini benar-benar menjadi “rem kehidupan”.
Suami sudah beberapa kali dijahatin temannya, tetapi toh masih membantu temannya yang kesulitan. Sebagai istri saya greget dong, tetapi pesannya selalu minta dikembalikan sama Allah.
“Tawakkal ae Bunda. Gusti Allah mboten sare.”
Mungkin melalui kita orang itu bisa makan meskipun caranya tidak baik. Sedih dan kesal ya ada tetapi prinsipnya life must go on dan move on menjadi cara untuk tetap dijauhkan dari prasangka buruk dengan orang lain sekalipun memang orang itu buruk perangainya.
“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Thalaq: 3)
***
Well, mengalami kejadian air susu dibalas air tuba memang tidak menyenangkan bahkan kalau saya pribadi bikin tidak bisa tidur nyenyak. Namun, selagi masih yakin Allah yang mengatur semuanya, maka pelan-pelan akan berusaha mengembalikannya kepada kehendakNya sebagai penentu.
13 Responses
Situasi air susu dibalas air tuba ini memang dilema. Tapi, aku pribadi mematok satu hal. Jangan karena satu orang yang brengsek, maka jadi malas/enggan berbuat baik ke orang lainnya karena takut mendapatkan pengalaman yang sama.
Well, sebagai manusia tentu berproses. Kadang perasaan sebel itu muncul. Aku juga masih dalam proses latihan soal ini haha. Latihan menahan diri untuk tetap (setidaknya) baik dan gak jahat ke orang lain walaupun rasanya ingin sekali membalas wakakak.
Saya jadi mewek mba.. Merasa senasib.. Tapi mungkin karena sayanya yang terlampau cuek jadi kadang tak bisa menjelaskan dengan gamblang seperti yang mbak Amma tulis. Saya langsung auto lupa lah (dan auto melupakan) sama orang yang jahat itu, plus ngga mau dekat-dekat sama dia lagi. Jadi alhamdulillah ngga jadi kepikiran buat balas kejahatannya.
Benar juga, punya Bapak sabar itu banyak faedahnya. Bapak saya suabbaarrr bangett, sepertinya beberapa sifat beliau nurun ke saya hihihi.
Tulisannya mbak Amma pancen ngeten #KasihJempolDelapan #PinjamTanganKaki #SingkekKriwul.
Semangat terus ya mbak ^^
Kondisi ini sering banget saya alami. Sampai-sampai ga kerasa membentuk sikap dan berdampak ke psikologi (beneran, waktu ketemu psikolog, beliau menyimpulkan saya ini sering tidak dihargai). Tapi tak apa, kadang memang ujian hidup ya seperti itu. Gimana caranya kita sebagai manusia untuk bisa terus berbaik hati meski terkadang tak diapresiasi, bahkan dibalas dengan perbuatan keji. Biarlah Sang Gusti yang menjadi hakim untuk segala problema yang terjadi.
Oya, sebetulnya bisa dijadikan juga momentum utuk filterisasi circle pertemanan. Biar kita bisa tau mana teman baik mana teman tidak baik.
Kadang saya Mba, kalau udah dijahatin orang rasanya nggak bisa melihat orang itu dgn sudut pandang husnudzon lagi. Haha. Daripada jadi penyakit hati, mending yaudah bye aja sama orang yang kayak gitu. Harusnya nggak boleh sih ya, tetap harus memperlakukannya dengan baik. Cuma gimanaa yaa masih belum bisa pasang senyum manis di depan orang yang pernah bikin sakit hati. Cara terbaiknya kalau saya menjauh dulu, biasanya lama-lama netral lagi perasaannya meskipun tteup forgiven but not forgotten. Hihi..
Wah nomer 4 sih udah langsung aku lakukan. Pokoknya di cut dari pertemanan hahaha, ga sejahat itu deng. Cuman aku cuekin aja dan jadi jauh. Soalnya kalau sekali pernah digituin, ga menutup kemungkinan di masa depan, orang itu juga bisa melakukan hal yang sama. Daripada sakit hati dua kali kan ya?
Air susu dibalas air tuba, saya sering mbak kaya gini sama Allah yang Maha Pengasih & Penyayang.
Nikmat berlipat-lipat yang Allah berikan saya balas bukannya dengan bersyukur, malah saya balas dengan dosa.
Saat saya didzalimi dan berpikir tentang karma bagi si pendzalim, saya terdiam sejenak dan berpikir bahwa bisa jadi apa yang saya alami adalah karma/balasan Allah atas apa yang saya pernah lakukan.
Bukan begitu mbak?
Aku adalah tipe yang terlalu baik sama orang. Beberapa kali juga dijahatin, tapi memilih tidak bersinggungan. Mending memilih pergi aja daripada hati ini capek banget.
Kadang air susu tidak sekedar dibalas air tuba, tapi dibalas Air Supply alias “Goodbye” — ditinggal/menghilang. Hahaha.
Tapi kalau dari tulisan Mba Rahmah, rasa-rasanya dibalas dengan sesuatu yang di luar ekspektasi bisa jadi tamparan ketika niat-niat yang awalnya tulus melenceng dengan harapan kebaikan tersebut akan berbalik.
Paling terasa poin 4, berteman dengan orang baik. Tahun lalu aku sempat memutus tali pertemanan dengan beberapa orang sekaligus yang , meski berat pada awalnya, ternyata dengan “pisah” dengan mereka aku malah dipertemukan dengan orang-orang baru dan tempat-tempat baru yang ternyata lebih baik.
Semoga seterusnya kita dapat belajar bersabar yang lebih lagi.
Teman teman yang ada di sekitar, apalagi yang cukup dekat memang sedikit banyak memberi andil akan diri kita ya Mba.
Sepakat dengan semua poin yang Mba sampaikan. Memang sih, walaupun susu dibalas air tuba, tapi ya nggak serta merta kitanya ikutan kalah jadi abu menang jadi arang ya. Berantem dan balas dendam malah nggak ada tenangnya.
Sering seperti ini? Sering banget. Mungkin akunya juga kurang intropeksi atau akunya yang terlalu tinggi menaruh ekspektasi? Entah.
Tapi tips dari mbak Rahma, beneran bisa dipakai sih ya buat yang sering dimanfaatkan sama teman2nya saat mereka butuh bantuan.
Aku kadang suka kesal sendiri, entah kenapa malah mentang-mentang saudara malah seringkali semena-mena kalau ada maunya suka manfaatin gitu. Suka kasihan dengar cerita ibuku yang suka bercerita demikian.
Memang benar, ketika ingin membantu bantulah yang terdekat terlebih dahulu, a.k.a keluarga, namun seharusnya hal itu harus digunakan dengan sebaik mgkn ya Ama.
Allah memang maha Adil, seperti kisahnya mba Ama di atas, kesalahan bagaimanapun disembunyikan akhirnya ketahuan juga. Semoga kita selalu dikuatkan dan dijauhkan dari orang-orang buruk seperti itu ya.
Beberapa waktu yang lalu kami pernah mengalami juga, air susu dibalas air tuba. Pengin marah dan tidak terima sih awalnya, kenapa mereka tega berbuat seperti itu. Tapi untungnya saya masih bisa menahan-nahan untuk tidak berkonfrontasi dengan mereka. Saya tulis semua uneg-uneg di Twitter karena di sana sepi, nggak ada yang baca twit saya hehehe
Tapi atas saran teman akhirnya saya hapus, nggak apa-apa yang penting udah lega mengeluarkan uneg-uneg di hati daripada jadi toxic.
Aku terus berusaha untuk membantu teman yang bisa aku bantu mba. Nah kadang suka kesel kok merasa dimanfaatkan yaa, kadang di situasi gini aku menghindar mba berteman dengan mereka, ya air susu di balas air tuba.
Saat aku bisa aku bantu eh malah mereka kebalikannya. Dalam hal ini aku benar-benar memilih orang yang berteman dengan aku tanpa ada embel2nya atau ada udang di balik batu gitu. Sehingga lebih nyaman dengan diri sendiri dan lingkungan mba