ajak anak bersahabat dengan sampah sejak di sini

Saatnya Bersahabat dengan Sampah sebenarnya sudah dimulai sejak mengenal komunitas yang sering mengajan anak berkreasi. Tidak hanya dari bahan-bahan yang ada di rumah, dengan sampah sekali pun bisa menghasilkan produk permainan istimewa. Apalagi tipe anak yang tumbuh dan berkembang di rumah saya selalu mengutarakan kalimat seperti ini:

“Bunda, besok kita bikin apalagi?”

“Bunda, besok main apalagi ya?”

Dan sejumlah pertanyaan yang muncul ketika menjelang tidur malam. Bahkan tidak sampai malam hari, semenit setelah melakukan aktivitas dan menghasilkan prakarya baru, mereka sudah bertanya demikian. Tentu kondisi seperti ini membuat saya sebagai ibu tidak boleh berhenti berpikir dan mencari ide juga.

Mengapa Harus dengan Sampah?

Mungkin ada yang bertanya karena toh di sekitar kita banyak media yang bisa dipelajari. Bahkan sekarang tidak sedikit produk-produk permainan, buku-buku dan lain sebagainya yang bisa dibeli sebagai fasilitas anak bermain dan belajar. Hmm, tidak salah sih memang tetapi setiap yang unik dan berkesan akan membuat anak jauh lebih semangat dan pastinya bahagia.

ajak anak bersahabat dengan sampah sejak di sini

Sampah Tanggung Jawab Setiap Orang

Mengelola sampah dengan baik sebenarnya bukan tugas orang-orang tertentu saja. Bukan semata-mata kewajiban bapak pemulung atau petugas kebersihan apalagi lembaga yang memang bekerja untuk pengelolaan sampah. Sampah itu tanggung jawab siapa saja yang menghasilkannya. Jadi, sudah seharusnya berkewajiban mengelolanya dengan baik pula.

Kalau bukan kita siapa lagi? Kalau bukan sekarang kapan lagi?

Kalimat yang selalu menjadi penyemangat untuk melakukan hal baik setiap hari. Bahkan menjadi tolok ukur dalam menentukan seberapa besar usaha untuk benar-benar menghasilkan sesuatu berbeda setiap hari.

Nilai Sampah Lebih dari Sekadar Uang

Tidak hanya karena alasan bahwa sampah itu kewajiban masing-masing, lingkungan saya pun termasuk yang sedikit mengajarkan bahwa sampah perlu diolah. Mungkin karena kami hidup di kontrakan yang serba terbatas, akhirnya harus mengupayakan sampah tidak menjadi masalah. Cukup si tukang sampah wilayah RT saja yang bermasalah karena tidak mau bertanggung jawab mengambil sampah-sampah rumah tangga dengan alasan tidak masuk akal.

Bapak kontrakan yang mengajarkan saya untuk mengumpulkan kardus dan botol untuk dijual. Lumayan sekali waktu itu karena di awal pernikahan memang kami sempat merasakan mengorek-ngorek celengan dan bisa survive dari kumpulan koin demi koin. Menjual sampah plastik dan kardus waktu itu sangat membantu.

Seiring dengan waktu berjalan dan Tuhan menitipkan anugerah anak yang tidak mau diam bergerak alias aktif, akhirnya sampah-sampah kami alih fungsikan sebagai media bermain anak. Tentunya sampah yang sudah jadi pilihan dan memang masih layak digunakan. Apakah kehidupan kami sudah tercukupi sehingga tak lagi menjadikan sampah sebagai sumber rupiah? Pastinya rezeki yang datang selalu saja ada. Namun, terpenting bagi kami adalah anak-anak tumbuh bahagia meski beberapa mainannya diolah dari sampah atau barang bekas yang ada di rumah.

Ringankan Beban Bumi

Namanya sampah yang dibuang pastinya ini aktivitas di atas bumi tetapi mempengaruhi setiap lini kehidupan. Bencana sudah sering terjadi dimana-mana karena keseimbangan alam sudah mulai tidak stabil. Semuanya tanpa disadari dari sampah yang dihasilkan setiap hari. Bisa lihat sendiri sudah banyak kondisi laut yang akhirnya menjadi pembuangan sampah hingga mengganggu ekosistem laut. Ekosistem lainnya pun demikian.

Untuk itu, selain mengupayakan agar minim sampah di rumah, mengelola sampah yang jenisnya seperti kardus bekas, botol bekas dan lainnya yang bisa digunakan ulang, diupayakan untuk dilakukan.

Hasil dari Sampah 

Raih Prestasi dalam Kompetisi

Meski bukan prestasi dengan piagam penghargaan Presiden, kebahagiaan itu hadir karena hasil mengelola dari sampah kardus bisa mendatangkan rezeki sebagai prestasi. Membuat prakarya permainan berupa TV kardus memang sempat saya ikutkan lomba dengan menceritakan aktivitas di balik itu. Hasilnya tidak sebagus permainan yang bisa dibeli jadi di toko dengan bahan sama. Namun, rasa bahagia mengerjakannya bersama anak dan anak juga bisa diajak kerja sama, membuat hasil yang terlihat biasa tetapi mendatangkan rupiah.

TV Kardus yang kami buat jadi produk yang dinilai lebih pada sebuah kompetisi. Anak saya yang mengetahuinya pun berbinar dan semakin semangat untuk bebikinan lagi dari barang-barang bekas yang bagi sebagian orang tidak lebih dari sekadar sampah.

Apakah sampai di situ? Oh tidak.

Tugas Sekolah Tak Terbengkalai

Di sekolah TK anak saya juga sering mengajak para muridnya untuk membuat prakarya dari bahan-bahan yang ada di rumah. Nah, waktu itu diminta membuat karakter tentara dari botol plastik. Tanpa pikir panjang, kami mencari stok botol plastik bekas yang sudah dipilah sedemikian rupa. Ya, botol-botol plastik yang kami kumpulkan itu memang sebagian besar akan dijual tetapi jika ada kebutuhan mendesak dan harus menggunakannya, tidak masalah jika diambil.

cara mengolah botol bekas jadi mainan tentara

Dari dua botol kecil plastik bekas minuman bersoda, karakter tentara bisa dibuat dan anak-anak pun happy karena ada mainan baru untuk dijadikan teman menghabiskan hari. Apalagi kondisi pandemi dan semua pembelajaran harus daring, permainan seperti ini sangat mengobati kerinduan mereka untuk sekolah.

Masuk jenjang SD pun demikian. Tugas sekolah untuk prakarya pun semakin meningkat. Dengan keterampilan yang sudah diajarkan sebelumnya, otomatis si anak tidak perlu merasa kesulitan, bingung dan lainnya karena selalu percaya akan bisa mengerjakan meski memang hasilnya terkadang belum sempurna. Namanya proses yaa seperti itu, bukan?

Orang Tua dan Anak Bahagia Berkreasi

Siapa yang tak bahagia jika mampu membuat senyum sumringah di wajah anak tanpa harus mengeluarkan banyak dana untuk sebuah mainan? Apalagi jadi bahan menulis dan bercerita ke khalayak bahwa dengan sampah anak-anak bisa juga mendapatkan kebahagiaan. Dan yang paling saya syukuri karena ini benar-benar jadi terapi untuk anak pertama dengan tipikal jijikan sebagaimana orang menyebutnya. Ya, anak sulung saya memang sering risih dengan apa saja. Bahkan makan pun tertentu saking peka-nya indera yang dimiliki sehingga aroma apa pun terkadang membuatnya bad mood. 

Pelan-pelan mendidiknya untuk tidak menyamaratakan semua sampah itu kotor, bau dan selalu harus dibuang tanpa ampun. Si anak harus memahami bahwa ada banyak di luar sana yang hidup dengan sampah tetapi baik-baik saja karena memang sampah tersebut butuh diolah agar tidak semakin menyesakkan bumi dan akibatnya akan kembali ke manusianya juga. So far, si anak enjoy meski dengan segudang pertanyaan ketika mulai mengerjakan sesuatu dari barang-barang bekas. Bahkan akhirnya muncul dari mulut si anak seperti ini:

“Bun, bajuku yang kekecilan tidak usah dipakai adik. Warnanya sudah pudar juga. Saya buat saja untuk pakaian boneka. Adik beliin yang baru saja.”

Mendengar itu pasti bahagia, bukan? Meski sesekali juga minta dibelikan mainan baru tetapi sudah tidak sesering ketika belum dikenalkan dengan asyiknya bersahabat dengan sampah.

***

Well, semua orang tua di luar sana akan senang jika memiliki kegiatan bersama anak. Apalagi jika kegiatan tersebut memberikan pelajaran secara tidak langsung ke anak. Hanya karena bersahabat dengan sampah membuat anak senang bermain sambil belajar dan tentu orang tua pun ikut merasakan bahagia.

Facebook
Twitter

Related Posts

2 Responses

  1. wahh menarik bikin mainan pak tentara dari botol minuman, jadi keinget waktu kecil dulu kalau mainan dari limbah biasanya mainan masak-masakan yang dari batangnya pohon pisang
    kalau liat produk umkm yang memanfaatkan dari limbah praktis, seneng liatnya, kreatif banget pokoknya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *