Mengambil Sikap Ketika Privasi Diganggu

Mengambil Sikap Ketika Privasi Diganggu menjadi pilihan saya untuk mencoba mengikuti Giveaway dari Mbak Elisa Koraag. Kebetulan sekali karena berhubungan dengan masalah “privasi” dalam sebuah rumah tangga.

Dalam postingan mbak Elisa yang berjudul “Kisahku: Sungguhkah Privasiku sudah dilanggar?” dalam salah satu blognya di http://nyonyafrischmonoarfa.blogspot.com, menjelaskan kronologis tentang privasi yang seperti dilanggar oleh sang suami. Berniat mencari sebuah kwitansi akhirnya berujung pada merapikan rak buku tanpa permisi terlebih dahulu kepada mbak Elisa, pemiliknya.

Mengambil Sikap Ketika Privasi Diganggu

Sudah memiliki dua anak dan usia juga bukan lagi di angka dua puluhan ternyata tidak menjadi alasan untuk terbebas dari rasa kesal terhadap suami. Memang, di satu sisi suami mbak Elisa sedikit memasuki ruang privasi yang menjadi hak sang istri, dalam hal ini mbak Elisa. Namun di sisi lain sebenarnya juga bukan pelanggaran berat karena sejatinya suami isteri saling memiliki. Yang saya pahami, suami berhak mengetahui semua yang ada pada istrinya. Karena suami bertanggung jawab penuh hingga maut memisahkan ketika tetap berada dalam ikatan pernikahan. Kalau soal masa lalu, suami memang sudah tidak berhak sebab semua itu tentang perjalanan diri masing-masing sebelum menikah. Sangat tidak wajar jika harus menjadi persoalan.

Jika saya berada di pihak mbak Elisa, kemungkinan besar akan diam (yaa mungkin dengan wajah sedikit ditekuk alias cemberut tetapi kepala terus berpikir). Sedikit ada kesamaan saya dengan mbak Elisa ketika ada hal yang tidak disukai terjadi di dalam keluarga, yaitu diam. Namun diam di sini bukan tidak peduli bahkan lebih cenderung berpikir dan terus bertanya-tanya.

Sama sekali saya tidak suka mengeluarkan argumen ini itu dengan nada marah karena dengan kondisi seperti itu justru setan tertawa melihat keburukan tersebut. Apalagi “ngomel” terhadap suami. Meskipun baru setahun menikah, saya sama sekali berusaha untuk tidak marah sampai mengomel dan ditambah suara keras di depan suami. Saya takut “dosa”. Saya selalu ingat denga pesan mendiang Ayah, bahwa semarah-marahnya istri, tidak boleh sampai suaranya melebihi suami. Dan mbak Elisa melakukan hal yang sama, yaitu diam.

Dan… pada ending ceritanya, mbak Elisa mendapatkan sebuah kebahagiaan. Mungkin belum terbahasakan karena masih tersangkut akan pertanyaan masih perlukah aku kesal? Atau sungguhkah privasiku telah dilanggar?  Atau inikah sebenarnya rasa cinta diantara kami?

Tetapi pada dasarnya dengan cerita mbak Elisa ini saya kembali belajar tentang hidup dalam sebuah rumah tangga. Selalu ada konflik kecil atau besar yang akan menjadi ombak. Diperlukan kekuatan hati dan juga niat yang kembali dibersihkan tatkala menghadapi masalah. Mungkin mbak Elisa masih memiliki kesempatan mengenal suami sebelum menikah beberapa lama, sehingga dari awal mbak Elisa bisa mengetahui sifat dan karakter suami.

Bagaimana dengan saya? Saya sendiri tidak punya waktu lama mengenal suami sebelum menikah. Karakter dan tingkat kedewasaannya sama sekali saya ketahui setelah memasuki rumah tangga itu sendiri. Tak sedikit masalah yang sering menguji kami. Perbedaan karakter dan visi misi hidup bertolak belakang tetapi tetap bisa saling tenggang rasa untuk kembali mengingat makna pernikahan yang kami jalani.

Okay, mbak Elisa… kita menuju ke segmen selanjutnya yaitu pendapat saya tentang blog-blog yang mbak Elisa miliki. Ketiga blog di atas benar-benar menunjukkan kesungguhan mbak Elisa untuk menggunakan dunia digital dalam hal berbagi. Mengenai kondisi teknis blog, saya rasa mbak Elisa saat ini sudah terjun dalam sebuah komunitas blogger perempuan yang bisa membantu membuat blog lebih baik lagi dan lagi. Jadi, saya sangat mendukung mbak Elisa yang tidak pernah berhenti untuk berproses.

Pendapat saya tentang mbak Elisa?! Hmmm… apa yah, soalnya belum terlalu lama kenal. Andai saja sudah pernah kopdar dan berinteraksi di dunia nyata, saya tentu bisa menggambarkannya di sini. Tetapi secara umum, saya salut ama mbak Elisa. Tetap menjadi ibu yang baik di tengah aktivitas lainnya yang tentu tidak sedikit plus aktivitas nge-BLOG yang sebaiknya terus dilakukan.

Sampai di sini dulu yah, mbak Elisa… semoga sehat selalu dan tetap langgeng dengan keluarga…

Facebook
Twitter