Majalah dan Buku Bekas, Why Not? – Saya tidak pernah meng-klaim diri saya sebagai orang yang anti terhadap barang bekas. Justru dengan barang bekas bisa menyelematkan bumi dan pastinya isi kantong, haha. Apalagi kalau buku dan majalah. Sudah sejak kecil saya berkutat dengan buku dan majalah yang tidak selalu baru dari toko.

Beruntung karena saya cucu pertama dimana mama adalah anak pertama yang menikah di keluarganya. Usia adek mama yang bungsu pun masih usia SMA ketika saya SD. Sehingga masih seperti kakak-adik ketika main bersama.

Majalah dan Buku Bekas, Why Not? 1

Nah, keberuntangan saya itu karena buku dan majalah koleksi adik mama (ada tante dan om), seringkali dilimpahkan ke saya untuk dibaca juga. Mulai dari buku mahal sampai yang murah. Begitupun dengan majalah. Dan di sinilah saya berkenalan dengan majalah BOBO sehingga menyukainya sampai sekarang anak saya pun berlangganan jadinya, hehe.

Mengapa kok nggak beli sendiri? Bapak kamu kan guru, masa iya lihat anaknya baca buku bekas? Oh, justru bapak saya malah mendukung hal seperti ini. Bapak justru sangat anti membuang buku, apapun itu. Alasannya sederhna, suatu saat nanti akan dipakai.

Hal tersebut memang beberapa kali terbukti. Buku-buku terbitan lama cenderung lebih lengkap inti yang ingin disampaikan disbanding buku-buku terbitan baru. Saya masih ingat betul tentang tatanama tumbuhan dalam mata pelajaran Biologi. Dari buku lamalah saya mengetahui sejarahnya. Begitupun juga dengan konsep mol yang ada dalam mata pelajaran Kimia. Memahami buku-buku terbitan lama sedikit membantu saya saat duduk di bangku SMP dan SMA karena kebanyakan guru-guru yang mengajar menggunakan pedoman ilmu dari terbitan lama. Istilahnya, buku terbitan baru memang tebal tetapi lebih banyak berisikan sola-soal latihan dibandingkan konsep dasar.

Kalau soal majalah, saya sampai sekarang tidak pernah malu membeli yang bekas. Bahkan untuk majalah BOBO saat menanti pergantian perpanjangan masa langganan, saya tidak sungkan ke tukang majalah untuk mencari majalah BOBO edisi setahun sebelumnya. Dan saya seringnya diarahkan ke lokasi yang menjadi pusat buku dan majalah bekas.

Saat pertama kali ada di Surabaya, buku bekas yang saya cari adalah buku TOEFL-nya Barron’s yang kalau dibeli dalam keadaan baru sangat mahal. Dana saya tidak ada. Beruntung bisa dapat bekas sehingga bisa tetap belajar sebelum ikut tes CPNS beberapa tahun lalu (walau hasilnya sih belum lulus), haha. Lokasinya di Jalan Semarang. Mahasiswa pasti tahu lah.

Seringnya juga sesekali saya mencari buku bekas untuk genre novel dengan judul tertentu. Alasannya adalah untuk melengkapi koleksi saya saja. Kadang beli di toko buku online atau dari mulut ke mulut yang akhirnya ketahuan ada yang punya buku tersebut. Apalagi jika sudah terbitan 5 tahun yang lalu. Sudah pasti susah mendapatkannya di toko buku. Cukup pakai hastag di Instagram, maka buku yang diinginkan muncul (dalam kondisi bekas, bahkan ada yang mulus 99%).

So, no need giving bad judge for people who love secondhand book. Because sometime you will be in their position too…

Facebook
Twitter