Entah darimana awalnya perasaan cinta mulai hadir. Rasa yang tak biasa hingga harus menahan sejuta kesan yang buruk akan rasa ini. Selalu saja menaruh hati dan menggantungkan harapan pada sosok yang tidak mungkin. Jatuh hati pada tokoh yang digandrungi teman-teman bahkan harus menahan sakit akibat komentar yang pahit ketika rasa ini diketahui selain hatiku.
Manusia jatuh hati salah siapa? Salah Tuhan-kah yang member rasa itu? Kini aku kembali menyadari setiap kali mencintai sosok ternama, mungkin sekeping hati ini tak mampu menampung amukan badai cemburu. Meski aku yakin akan rasa ini sampai pada hatinya. Apalagi ketika hati yang sedang jatuh ini harus menerima perkataan lembut. Perkataan yang sebenarnya hanyalah biasa saja. Namun, selalu saja hati merasa kegembiraan yang luar biasa.
Sampai saat ini aku kemudian masih berada dalam kebingungan dan tanda tanya besar. Jatuh cinta itu dalam taraf apa dan sewajarnya seperti apa? Sebab terdapat banyak titik cinta yang sudah melukai batin dan ragaku. Namun, jatuh hatiku padanya kuniatkan saja sebagai ibadahku akan penghargaan rasa yang diberikan Tuhan. Kini hatinya tidak lagi untukku bahkan boleh jadi memang tidak pernah untukku. Aku hanya bangga pada hatiku yang mampu merasakan cinta meski selalu tak pernah bersambut. Dalam heningnya malam selalu terpanjat doa pada dia yang kucinta. Menyambut setiap takdir yang terbaik untukku dan untuknya meski dengan tawa yang kupaksa dan air mata yang tertahan.
NB: Cerita ini kuikutsertakan dalam Lomba Writing Revolution