“Emma, di meja ada segelas jamu kunyit asam. Diminum jangan lupa. Jangan dibuang. Mama tahu lho kalau kamu buang.” Suara mama dari kamar mandi saat tahu saya sudah pulang sekolah dan melewati kamar mandi dengan suara gantungan tas sekolah yang menjadi ciri khas.
Flashback Mengenal Jamu Kunyit Asam
Saya masih ingat kalimat ini ada ketika berstatus sebagai anak SMA. Sejak saya menginjak usia gadis, minum kunyit asam disarankan mama diminum setiap pagi. Ya, mama setiap pagi pasti memanggil mbok Jamu yang lewat karena harus mengkonsumsi agar tubuhnya tetap fit dan bisa melakukan semua tugas rumah tangga karena tidak pernah mau punya ART.
Mama lebih baik menabung uang untuk biaya pendidikan saya dan tiga orang adik daripada sewa ART. Toh, kata mama pekerjaan rumah itu kalau sudah biasa dilakukan, tidak akan pernah mengeluh. Bahkan kadang badan rasanya tidak enak kalau cuma rebahan sambil nonton.
“Aduh, mama. Kenapa sih minum ini terus? Minuman orang Jawa kok kita yang harus minum? Rasanya itu mama, duh gak enak. Pahit.”
Haha. Dalih saya dulu memang sangat rasis ya. Pasalnya di kepala saya, jamu itu identik dengan orang Jawa. Alasannya apa? Yaa karena yang jualan pasti orang Jawa dengan ciri khas kain jarik untuk menggendong jamu, kebaya dan logat Jawa yang sangat kental.
“Itu bagus buat kesehatanmu. Apalagi kalau haid, kamu selalu mengeluh bahkan kadang hanya bisa rebahan saja karena menahan sakit. Kalau kamu minum itu rutin tidak akan nyeri sehebat itu.”
“Yaa harusnya ke dokter, Ma. Dicek ada apa begitu.”
“Memangnya obat dokter tidak pahit? Kamu masih muda mau ke dokter kandungan? Tidak! Mama tidak setuju. Pokoknya ikuti saja mama. Minum rutin, masalah ketika kamu haid tidak akan ada lagi.”
“Kok dokter kandungan?”
“Ya, iya. Itu kan urusan rahim kalau haid. Ujung-ujungnya ya dokter kandungan.”
Sebenarnya mama saya itu cuma takut anaknya tetapi cara menyampaikannya selalu menakut-nakuti. Jadinya harus diikuti apa boleh buat tanpa tahu detil manfaat perintahnya itu. Anak mah manut saja.
Seiring berjalannya waktu, bertemu dengan berbagai jenis karakter, budaya bahkan masuk ke berbagai organisasi selama menjadi mahasiswi, baru paham kalau khasiat minuman kunyit asam itu luar biasa. Bahkan pada zaman itu, 2000-an, sudah banyak kunyit asam yang dijual secara instan. Tinggal seduh. Bahkan ada juga yang langsung minum malahan. Ya, semua kenal Kiranti Sehat Datang Bulan, bukan? Jamu ini sudah sangat familiar banget di keluarga saya.
Menikah dengan Orang Jawa, Jamu Selalu di Depan Mata
Namanya takdir Allah ya, tidak ada yang tahu. Saya lalu diperhadapkan dengan keluarga suami yang tentu sangat kental dengan mengonsumsi jamu-jamuan. Saya yang menganggap itu semua sudah bisa terlewati, sekarang malah balik menjalani lagi, haha. Jadi ingat deh :
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).
“Mas, sejak kecil kamu minum jamu terus dong ya.”
“Tergantung. Kalau memang butuh diminum ya diminum. Kalau tidak juga tidak harus setiap hari.”
“Ooo kirain.”
Bahkan anak pertama saya sempat diuji dengan penyakit kelenjar hemangioma, pelan-pelan tuntas dengan rutin meminumkan ramuan herbal ditambah doa yang tidak pernah putus untuk kesembuhannya. Alhamdulillah saat ini usia anak pertama jelang 10 tahun. Tidak bisa membayangkan ketika usia 7 tahun harus dioperasi jika pembengkakak kelenjar hemangioma di pipinya tak kunjung sembuh.
Minum Jamu = Sehatkan Keluarga secara Alami
Sekarang sudah masuk usia pernikahan ke-12. Suka duka menjalani kehidupan rumah tangga sudah sangat membentuk karakter seluruh anggota keluarga kecil kami, tanpa terkecuali saya. Tadinya berpikir bahwa jamu hanya khusus untuk kalangan suku tertentu saja, justru sekarang saya menjadi terbuka wawasannya.
Saya tidak lagi anti dengan ramuan jamu. Meski aromanya memang tidak semua sedap untuk dinikmati. Sebab, setiap tanaman yang memiliki khasiat dan selalu menjadi bahan untuk pembuatan jamu, pasti berbeda aromanya. Semua tidak lain karena Maha Besar Sang Pencipta yang memang menciptakan itu semua untuk menjadikan manusia berpikir, berusaha dan terus berinovasi.
Jamu yang beredar sekarang pun banyak sekali jenisnya. Dilansir dari Hasil Riskesdas tahun 2010, dikatakan bahwa ada 55,3% masyarakat mengonsumsi jamu dalam bentuk cairan dan sisanya 44,7% masyarakat mengonsumsi jamu dalam bentuk serbuk, pil, kaplet dan lainnya. Hmm, wajar kalau 10 tahun setelahnya sudah ditemukan 12 formula jamu yang sudah teruji secara klinis.
Mungkin masih ingat dengan masa pandemi, di mana semua orang benar-benar memanfaatkan jamu sebagai tameng agar terhindar dari keburukan akibat terkena virus COVID-19. Bahkan pola hidup sehat dengan jamu pun makin terlihat di mana-mana. Tanpa terkecuali di rumah saya.
Jamu Apa Saja yang Dikonsumsi hingga Saat Ini?
Banyak. Bahkan anak-anak pun dikenalkan dengan jamu yang sudah diolah di industri obat tradisional. Pasalnya, obat-obatan tersebut sudah mengikuti prosedur yang sudah sesuai standar yang berlaku, khususnya dalam fitofarmaka. Ya, pengolahan bahan-bahan alam memang membutuhkan keseriusan dan ketelatenan. Jika tidak ingin repot, banyak sekali yang sudah bisa ditemukan dengan mudah di apotek, minimarket atau toko obat lainnya yang kemasannya praktis dan tidak ada alasan untuk tidak minum jamu.
Ada jamu asam urat untuk suami yang sudah bermasalah dengan kolesterol, jamu anti masuk angin untuk anak yang biasanya digunakan sehabis bepergian dan berada di luar rumah dengan durasi waktu terlalu lama hingga pada jamu kunyit asam yang pastinya selalu dikonsumsi untuk cegah nyeri haid berlebihan.
Sekarang sudah sangat sering terdengar jamu selau diidentikkan dengan minuman herbal. Kalau sudah menyebut herbal maka secara otomatis sugesti sehat, alami dan tidak mengandung bahan-bahan kimia buatan adalah yang tergambar jelas di dalam benak. Namun, perlu diketahui ya, bahwa namanya semua zat, benda hidup atau benda mati, semuanya memiliki unsur Kimia. Jadi, di dalam tanaman-tanaman yang dijadikan jamu itu sejatinya ada senyawa Kimia yang menyusunnya dan senyawa itulah yang terkadang menjadi manfaat bagi manusia.
***
Well, secanggih apa pun teknologi saat ini, keberadaan jamu yang sudah dinormalisasi dengan sebutan herbal pastinya tidak akan tergeser. Segala jenis manfaat dari setiap senyawa flavanoid yang dari waktu ke waktu memberikan manfaat luar biasa bagi tubuh. Nah, tinggal bagaimana kita yang memiliki pengetahuan luas dan memanfaatkan teknologi tersebut yang menyuarakan betapa banyaknya khasiat baik dari segala jenis jamu di Indonesia. Tentunya selalu diawali dari diri dan keluarga kita.
Sudahkah minum jamu hari ini?
23 Responses
mamahku orang yogya jadi memang dari kecil sudah dicekoki sama yang namanya jamu, bahkan sakit maag mamahku yang akut itu membaik karena minum jamu begitupun alergi seafood yang aku derita juga membaik karena rutin minum jamu
tetanggaku jual jamu botolan kunyit asem enak banget. gara2 itu tadinya ga suka jamu malah jadi langganan sering beli 🙂
Tiga tahun yang lalu sebelum hamil anak kedua, saya juga sering bikin rebusan rempah – rempah gitu dan ke badan tuh enak banget! Kalo sekarang, pagi – pagi wajib ngopi. HIks
Tapi memang jamu itu bagus, karena dari herbal juga ini malah yang banyak disarankan jugakan. Jadi ingat beberapa waktu lalu aku konsumsi jamu karena dikasih sama orang tua teman anakku, karena tau aku suka lari jadi dikirimlah itu. Tapi memang minum seminggu saja enak banget badan tuh.
Yes! Sepakat kalau jamu alami itu lebih aman dan benar2 bisa bikin tubuh jauh lebih sehat. Meski sekarang banyak jamu juga sudah naik kelas dengan berbagai brand dan kemasan. Otakku itu masih tetap maunya jamu alami mbok-mbok 😆
Sampai sekarang aku juga rutin minum jamu,mbaa
kadang ibu mertua atau mba ART bikin from scratch.
kadang, kami beli jamu udah ready to drink di minimarket SAKINAH
Suegerrrrrr bikin bodi sehat jugaaaa
Jamu jadi pilihan pengobata yang asik, karena mudah dipahami, dan ditemukan bahannya di dapur kita ya
Yups, aku pun rutin minum jamu mba. Apalagi pas SMA sempat ada asam lambung, penyembuhan via jamu tradisional memang lebih ampuh dan menjaga imunitas tubuh. Alhamdulillah, aku dan keluarga kini masih suka konsumsi jamu : kunyit asam atau beras kencur. Udah paling the best buat jaga imunitas tubuh.
Akuu termasuk yang doyan jamu. Kayak seger aja gitu badannya kalo rutin minum kamu, terutama kunyit asem sih. Tapi mulai mengincar jamu untuk nurunin kolesterol nih, nanti cari2 lagi ah.
Sebagai orang Jawa yang lahir dan besar di Kediri, jamu sudah jadi keseharian saya sejak kecil. Hingga kini saya menjaga kesehatan diri dan keluarga juga dengan rutin minum jamu.
Saya bangga dengan banyaknya khasiat baik dari segala jenis jamu di Indonesia
aku terbiasa minum jamu sejak kecil sih mbak tapi cuma beras kencur sama kunyit nggak berani yang lain. kalau sekarang di kantor ada bibi jamu yang selalu mampir setiap hari jadi ya sampai sekarang tetap minum jamu deh
Jamu Kunit asem favorit banget sihs epanjang masa…dulu mah bahkan rajin bikin sendiri. Sekarang kalau mau selain beli di Mba Jamu ada temen yang produksi juga di rumahnya, jd bisa pesan banyak sekalian. kebetulan seisi rumah smp yg cowok2 juga suka
Salah satu jamu yang kusukai juga kunyit asam. Makin sering konsumsi saat mulai haid. Kalau gak ibuku yang bikin ya beli di tukang jamu gendongan. Paling suka kalau jamunya diwadahin di batok kelapa 😀 . Selain itu aku paling suka beras kencur. Sekarang kalau ke mana gtu nemu beras kencur aku biasanya beli yg botolan hehe.
Mbak aku sekarang juga suka minum jamu. Efeknya di badan emang sebagus itu ya, seneng jadinya punya badan yang makin sehat dari hari ke hari dengan minum jamu herbal gini
Mbak, keluargaku termasuk orang Jawa tulen kalau berobat pakai jamu hehehe. Dari kecil sampai sekarang minum obat kalau pas lagi opname saja. Aku juga minum kunir asem Mbak. Dari mulai haid pertama kali, sampai sekarang. Kalau batuk aku cuma sembuh kalau minum antangin flu warna biru dan kunyah kencur.