“Inspirasi muncul saat saya melakukan diving di Wakatobi. Di sana banyak (sampah) Styrofoam, bukan ikan. Dari sana saya tergerak untuk melihat potensi-potensi (kemasan ramah lingkungan) di Indonesia.”
Itulah yang menjadi dasar dari Rengkuh Banyu akhirnya memanfaatkan pelepah Pinang sebagai wadah makanan. Mengganti Styrofoam dengan sesuatu yang bahannya lebih ramah lingkungan. Ramah lingkungan tentunya memiliki karakter yang tidak merusak lingkungan, dampaknya tidak mengganggu ekosistem yang sudah berjalan baik dan tentunya seluruh makhluk hidup di sekitarnya bisa merasakan manfaatnya.
Ada Apa dengan Pelepah Pinang?
Pelepah Pinang merupakan tanaman yang paling banyak di wilayah Desa Mendis, Musi Banyuasin dan Tanjabung Timur, Jambi. Menurut Rengkuh sendiri, pelepah Pinang justru jadi limbah yang tidak dimanfaatkan. Sebelum pelepah Pinang, pembungkus makanan pun sudah ada daun pisang, daun jati dan sebagainya.
Namun, Rengkuh melihat adanya peluang besar tak hanya memanfaatkan limbah tetapi juga membantu warga sekitar dengan memanfaatkan pelepah Pinang tersebut. Diolah menjadi wadah makanan ternyata bisa dan diharapkan pohon Pinang tetap diproduksi setelah inovasi yang dicetuskannya. Ya, dari desa di Teluk Kulbi, pelepah Pinang menjadi bahan dasar impian besar.
Pohon Pinang yang tersebar luas di area Sumatera Selatan ada sekitar 150.000 hektar. Bisa dibayangkan limbah yang dihasilkan dari pelepah jika tidak dimanfaatkan, bukan?
Untuk itulah Rengkuh dan tim-nya bergerak menghasilkan produk yang bernilai tinggi tetapi bisa tetap mengalami penguraian dengan waktu yang tidak lama. Maka muncullah Plepah sebagai produk pembungkus makanan estetik dari pelepah pohon Pinang ala Rengkuh Banyu.
Plepah bisa hadir karena produk pembungkus makanan estetik ini dihasilkan dari 5-10 kg pelepah Pinang yang menjadi limbah pertanian. Sebab, setiap kepala keluarga memiliki 2 hingga 3 hektar tanah yang isinya adalah pohon Pinang. Bisa dibayangkan jika Plepah tidak ada, limbah setiap hari sebanyak 5-10kg dengan jumlah luas hektar tanah yang ratusan ribu itu.
Pencapaian Setelah Plepah Hadir
Tentunya tujuan untuk memberdayakan warga sekitar dari komoditi pohon Pinang yang jumlahnya banyak bisa terwujud. Saat ini sudah ada 100 kepala keluarga yang membantu mulai proses pengumpulan bahan hingga proses produksi. Awalnya hanya menyediakan 500 pcs wadah makanan saja setiap bulannya, saat ini sudah menyentuh angka 20.000 hingga 30.000 pcs per bulan.
Jumlah yang terus meningkat ini menjadi peluang bagi warga yang memiliki kebun pohon Pinang dengan luas yang terbilang besar. Makanya, produksi bahan baku saat ini sudah tidak berpusat di satu propinsi di Sumatera tetapi ada Jambi dan Sumatera Selatan serta satu di Pulau Jawa yaitu Cibinong, Bogor.
Tantangan yang Dihadapi
Menghasilkan produk wadah makanan memang memerlukan banyak modal. Meski memanfaatkan bantuan warga sekitar yang awalnya hanya 30 kepala keluarga ikut membantu, tetap saja ada modal yang dibutuhkan dalam proses produksi.
Harga yang mahal akhirnya harus menjadi alasan orang masih tidak mau melirik Plepah pada awalnya. Ya, dibandingkan wadah makanan dari plastik dan Styrofoam, memang sedikit lebih mahal.
Selain itu, kapasitas produksi juga kadang terbatas karena tergantung pada suplai bahan dari area yang menjadi sumber pelepah pohon Pinang tersebut.
Dari gambar di atas terlihat bahwa wadah makanan yang dibuat Plepah ini memang memiliki keunggulan. Lembaran pelepah pinang yang dicetak di mesin khusus ternyata bisa menghasilkan wadah makan dengan keunggulan. Di sinilah Plepah yang diinisiasi oleh Rengkuh Banyu bisa diterima oleh masyarakat, tak hanya di lingkungannya tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia.
Meski memang pada kenyataannya masih belum semua sadar lingkungan sehingga masih membandingkan persoalan harga dengan wadah makanan yang terbuat dari plastik atau Styrofoam.
Apresiasi SATU Awards dalam Bidang Lingkungan
Saat tahu kalau Rengkuh Banyu menjadi salah satu pemenang SATU Awards 2023 by ASTRA Indonesia, saya sudah tidak heran karena memang inovasinya untuk menjadikan pelepah pinang menjadi lebih bermanfaat dan tak sekadar jadi limbah yang meresahkan, patut diapresiasi.
Bayangkan saja jika pelepah Pinang dimodifikasi layaknya wadah makanan. Tentu tak hanya kesan estetik karena warnanya yang berbeda dari wadah makanan pada umumnya yang berbahan dasar plastik dan Styrofoam, tetapi juga aman dengan desain sedemikian rupa.
Tak sia-sia mengenyam pendidikan di Institut Teknologi Bandung pada jurusan Desain Produk. Produk Plepah dari pelepah Pinang kini terkenal di mana-mana. Bahkan saya sendiri sudah coba melakukan pembelian melalui marketplace.
Harapan Masa Depan bagi Seorang Rengkuh Banyu dengan Plepah
“Kita tahu bahwa transisi energi terus diperkuat, limbah pertanian diharapkan bisa menjadi alternatif untuk pengurangan penggunaaan batubara.” Ucap Rengkuh pada saat diwawancarai media Kompas.com
Dari sini kemudian terlihat bahwa Rengkuh sangat antusias dalam menjaga bumi dengan menekan limbah pertanian yang ada. Ingin sekali menjadikan limbah pertanian lain selain pelepah agar bisa menggantikan fungsi batubara sehingga tidak tersu-menerus dimanfaatkan. Sebab, batubara bukan sumber daya yang bisa diperbaharui. Nantinya akan berusaha menghadirkan pelet-pelet hasil dari pengolahan limbah pertanian sebagai bahan bakar yang digunakan pada PLTU.
Namun, tentu berbagai dukungan dari segala pihak dan aspek harus sama-sama memiliki visi misi demikian agar bisa berjalan dengan baik serta sesuai harapan. Sebab, jika hanya Rengkuh saja bergerak sendiri tentu Plepah pun tak akan bisa sebermanfaat saat ini.
***
Well, berharap banyak inisiator-inisiator seperti Rengkuh Banyu yang memanfaatkan tanaman lain untuk diolah menjadi bahan yang lebih berguna daripada dibuang menjadi limbah. Pastinya dukungan kita sebagai masyarakat harus selalu ada karena memajukan inovasi juga dibutuhkan kerja sama dalam pemanfaatannya.
***
Referensi:
- Cerita Bisnis Rengkuh; https://money.kompas.com/read/2024/03/05/060700926/cerita-rengkuh-banyu-mahandaru-bangun-bisnis-kemasan-ramah-lingkungan-plepah-?, diakses tanggal 14 Oktober 2024
- Majalah ASTRA https://astramagz.astra.co.id/, diakses 10 Oktober 2024
- Komoditi Pinang; https://telukkulbi.digitaldesa.id/potensi/komoditie-pinang, diakses tanggal 14 Oktober 2024