Cerita bersama Tukang Keliling – Hidup selalu berdampingan antara kaya dan miskin, atasan dan bawahan, dan semuanya diciptakan berpasangan. Bahkan selengkap apapun kehidupan kita, yang namanya tukang keliling pasti selalu dibutuhkan di saat tertentu. Dan saya masih ingat betul bagaimana mama mengajari saya untuk berhubungan dengan orang-orang seperti itu.

Cerita bersama Tukang Keliling 1

Tukang Reparasi Payung

Dulu waktu masih sekolah dan musim ujian, mama pasti selalu menunggu tukang reparasi payung. Meskipun mama selalu ngomel karena payung selalu saja bermasalah ketika dipakai, baik itu saya atau orang-orang di rumah. Habis pakai payung, pasti saja ada masalah. Entah itu sobek, gagang patah bahkan ujung payung yang aus seperti habis digesek lama.

Nah, tukang reparasi payung menjadi sosok yang selalu ditunggu mama. Saya masih ingat bagaimana mama menjadikan tukang reparasi payung sebagai sahabat sehingga jika dibutuhkan, mudah untuk dihubungi. Kalau dulu belum zamannya ponsel, maka mama meminta alamat si tukang reparasi payung.

Tukang Sol Sepatu

Punya sepatu baru setiap kenaikan kelas memang bagus. Tetapi ternyata tidak baik untuk kesehatan keuangan kata mama. Maka sebisa mungkin sepatu tersebut masih bisa dipakai di tingkat kelas selanjutnya. Namun, mama tidak bisa mencegah yang nama sol sepatu rusak, bukan? Apalagi kalau sepatunya dipakai saat olahraga juga. Yaa pasti deh cepat rusak.

Mama kemudian mencari akan untuk menambal sepatu dengan memakai jasa sol sepatu. Dan hingga hari ini pun saya masih mengandalkan tukang sol sepatu di daerah pasar. Alasannya, saya masih sayang dengan sepatu saya saat ini dan masih ada prioritas selain mengikuti gaya hidup.

Oiya, tukang sol sepatu ini juga bisa menjahit tas lho. Jadi, selain menambal sepatu, tas pun bisa diperbaiki. Jadi, satu tukang bisa memenuhi dua kebutuhan, hehe.

Tukang Jamu Gendong

Kalau dulu mama sering memanggil jamu gendong yang lewat bahkan menjadi langganan sampai sekarang. Hanya saja seiring perkembangan zaman, tukang jamu gendong berubah menjadi tukang jamu dorong. Meskipun secara kasat mata jauh lebih berat disbanding menggendong, tetapi tukang jamu masih didominasi oleh wanita paruh baya.

Tukang Sedot WC

Tidak pernah bisa terbayangkan jika WC mampet. Susah menjalani hidup jika hasrat melakukan sesuatu di WC ini tidak tersalurkan, bukan? Nah, beberapa bulan lalu saya sempat galau karena WC harus menguras tenaga saya. Untunglah Tukang Sedot WC mudah ditemui meskipun bayarannya tidak sedikit. Tetapi amanlah daripada harus menderita karena tidak bisa buang air.

Tukang Laundry

Karena masih hidup di kontrakan yang sempit dan area jemuran sudah dihilangkan oleh bu kontrakan, maka jadilah kami harus menyerahkan perihal mencuci ke laundry. Alhamdulillah setelah beberapa kali mengalami masalah di tukang laundry, pakaian hilang, cucian tidak bersih bahkan bau, maka saya pun mencoba mencari tukang laundry yang terpercaya. Dan sampai sekarang Alhamdulillah setia dengan satu laundry tersebut.

Karyawan ramah, harga terjangkau dan bisa request DL cucian. Bahkan jika ada pakaian tertinggal, sampai sekarang mereka tetap jujur. Semoga seterusnya seperti itu.

Tukang Genteng

Kalau musim hujan tiba, bocor dan banjir jadi mimpi buruk saya. Untunglah di sekitar rumah ada yang bisa berprofesi sebagai tukang genteng. Jadinya sudah tidak resah akan bocor saat hujan. Hanya saja untuk banjir, masih was-was sampai sekarang.

Tukang Buah Keliling

Sejak saya memutuskan tiada hari tanpa buah, maka tukang buah satu ini jadi kebutuhan. Bersyukur di daerah rumah saya banyak sekali yang sering lalu-lalang. Hanya saja perlu ekstra dijaga karena waktu lewatnya tidak selalu sama. Meskipun sudah meminta nomor telepon, yang namanya masyarakat awam yaa pastilah tidak dominan memegang ponsel. Jualannya bisa-bisa nggak laku. Hihi…

Tukang Jagung Keliling

Nah, di antara semua tukang. Maka tukang jagung keliling adalah yang paling fenomenal. Pasalnya, saat saya hamil, hampir setiap hari suami harus mencari tukang jagung keliling ini. Ngidam makan jagung saya waktu hamil tidak bisa terbendung. Alhasil, gigi saya pun jadi berjarak di bagian rahang bawah.

Sampai sekarang, tukang jagung keliling akan tersenyum ketika melihat saya. Bahkan bilang begini: “Ibu lama nggak beli jagung lagi. Dulu suaminya sampai ngejar saya sampai ke gang sebelah.”

***

Hmm… itulah cerita yang saya ingat dan rasakan sampai saat ini. Saya selalu berharap mereka terus ada dan bisa menjadi partner masyarakat yang memang masih membutuhkannya, seperti saya. Dunia boleh modern, tetapi hal yang konvensional selalu menjadi hal dirindukan.

Facebook
Twitter

Related Posts

2 Responses

  1. Tukang jajan keliling. Di perumahanku, masih ada itu jualan rambut nenek keliling sambil bunyikan alat musik ngik ngok gt. Rasanya jg lumayan. Terus, ada jual putu. Ini sering beli, soalnya murah dan arya fatin syuka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *