Aku Terlahir Istimewa – Tema hari ini benar-benar menguras pikiran. Makanya sampai malam baru bisa nulis, hihi. Bingung soalnya kalau ditanya “keistimewaan” karena saya yakin bahwa semua terlahir istimewa. Kita semua adalah produk masterpiece yang memiliki tujuan dihadirkan di dunia. Kalaupun di mata manusia terdapat kelebihan dan kekurangan, that’s okay. Toh memang penilaian manusia tidak akan bisa sama dengan penilaian Allah, betul tidak? (ngomong a la AA Gym).
Tetapi, saya mencoba kemudian menggali diri saya sendiri selama ini. Tentang bagaimana saya sehingga bisa survive seperti sekarang. Dan salah satu hal yang istimewa itu adalah sangat mudah mempelajari sesuatu yang baru.
Ya, saat duduk di bangku sekolah, saya kemudian diberi anugerah menjadi bintang kelas mulai dari TK hingga SMA. Bahkan kuliah, seringkali mendapat nilai yang memuaskan sehingga diangkat menjadi Asisten Dosen dan itu membuat saya kemudian bertanya pada dosen saya tentang keputusannya mengangkat saya sebagai Asisten Dosen.
Lalu kalimat yang keluar adalah karena kamu bisa dengan mudah belajar hal baru, cepat beradaptasi dan pastinya rajin. Huah huah… seketika saya langsung besar kepala waktu itu. Namun, kemudian saya cepat-cepat mengubahnya menjadi sesuatu yang memang benar seperti itu. Ya, saya harus membuktikan omongan dosen saya tersebut. Tidak ingin membuatnya kecewa meskipun beliau tahu saya just a human, right?
Aaah… rasanya kok saya seperti mempromosikan diri sendiri sih ini? Maafkan jika kemudian orang-orang yang mengenal saya lalu membaca tulisan saya ini akan merasakan hal berbeda. Karena kembali lagi pada anggapan mereka terhadap saya. Pastinya selama ini saya selalu berusaha memberikan yang terbaik, meski pada dasarnya saya selalu “menerima sesuatu yang tidak enak” tetapi dirasakan dan ditutupi sendiri. Soalnya, saya belajar dari bapak saya (alm.). Beliau seringkali berusaha mati-matian melakukan yang terbaik agar orang lain merasa senang, tercukupi, terbantu dan semisalnya, meskipun bapak harus rugi, baik waktu maupun materi. Kalau saya tanya mengapa begitu, maka beliau akan jawab: demi silaturahim yang tidak putus, karena kelak akan dipertemukan di hari akhir, orang-orang yang kita sakit atau setidaknya ada yang merasa benci dengan kita. Bapak tidak ingin kebaikan tergerus dengan banyaknya yang sakit hati atau bahkan dirugikan.
Untuk itu, saya berusaha melakukan hal yang sama. Setidaknya menjaga sikap dan perkataan, dimanapun dan kapanpun saya berada. Jika sudah seperti itu, hati menjadi tenteram.
Nah, karena keistimewaan saya mudah belajar hal baru dan mudah beradaptasi, maka saat ini pun saya diterima dengan baik di kalangan ibu-ibu pembelajar. Menggali ilmu bagaimana langkah menjadi seorang istrei, ibu, perempuan bahkan menantu. Dan Alhamdulillah sampai sekarang saya masih bisa survive dimanapun saya berada. Anak dan suami pun merasa bahwa saya sudah bisa move on dari kegalauan antara ibu bekerja di ruang public atau ibu bekerja di rumah.
Hmm… kalau kalian melihat saya, adakah istimewanya saya di mata kalian? Feel free to share…