Kalau ditanya apa yang membuat rasa syukur selalu ada hingga hari ini, jawaban utama yang akan keluar dari mulut ini adalah diberi kesehatan jasmani dan rohani. Ya, karena tanpa ini mungkin saya makin bertambah shock di tengah pandemi.
Saya bahkan menjadi orang yang berada di barisan setuju ketika muncul di timeline media sosial bahwa 2020 hanya terdapat 3 bulan, Januari, Februari dan Pandemi. Karena sejak Maret, peradaban seketika berubah dan banyak kabar kematian di sana sini.
Jika tanpa melaluinya dengan berusaha sabar dan bersyukur, tidak mungkin tulisan ini ada. Bisa jadi saya sudah tinggal nama.
Namun, Allah Maha Menepati Janji. Tak ada yang berat dijalani. Semua kembali pada perasaan dan prasangka pribadi. Allah yang menjadikan semua terjadi. Otomatis DIA juga yang memastikan semuanya bisa teratasi.
Lalu, selain kesehatan apa saja yang saya syukuri, terlebih dalam pekan ini? Jawabannya, tak terhitung tapi namanya manusia perhitungannya berbeda dan kadang tidak jeli.
Anak Kedua Banyak Kemajuan
Shanum, begitu kami memanggilnya. Usia 14 bulan terlewati olehnya di rumah saja. Pandemi membuat ekstra hati kami sebagai orang tuanya.
Namun, di rumah saja tidak menghalangi perkembangannya. Biasanya si kakak selalu saya bawa interaksi dengan dunia luar, bagi Shanum interaksi itu dengan memanfaatkan teknologi yang ada.
Berjalan, sedikit berlari, menyebutkan kata “Daaag, daag…” sudah bisa. Bahkan, fasih memanggil ayahnya.
Sudah paham beberapa kalimat komando, tidak rewel soal makan meskipun sedikit susah diminta tidur siang. Dan ini kadang bikin saya harus menjaga stamina karena aktivitas menulis mau nggak mau pasti begadang.
Ada yang Order Kalender
Di tengah kesibukan momong anak, menulis dan berusaha sehat selalu, keuangan juga sedikit sudah bisa bernapas. Ya, kami senang ada yang order kalender di saat undangan pernikahan, kalung wisuda dan sejenisnya mengalami penurunan yang sangat fantastis.
Beruntung kami terus bertahan. Meskipun sempat ada keinginan menyerah di pertengahan. Ya, sempat terbesit mau pulang ke kampung halaman.
Mendengar ada yang pesan kalender, kami senang sekali. Bisa memenuhi kebutuhan lainnya tanpa mikir akan utang kemana lagi. Mungkin itu karena saya “nurut opo jare bojo” bahwa semuanya akan berlalu dan pelan-pelan membaik seperti hari ini.
Bisa Jajan Makanan Online
Aku ketawa aja pas menulis ini. Soalnya, sejak Maret nyaris tidak pernah melakukan pengisian ulang pada aplikasi yang menyediakan layanan ini. Kemarin, kami bisa menikmati Martabak dan Terang Bulan Hol**nd karena promonya juga bikin lapar mata dan perut, haha.
Lumayan sekali cuma bayar 60K, sudah bisa makan martabak daging spesial dan terang bulan garing yang harga normalnya bisa bikin dompet menangis lagi, haha.
Selain itu, ada kiriman Cr*p*s dari teman sebagai hadiah tantangan NBS pekan lalu. Lumayan jajannya bisa kekinian juga, huhu.
Dinasihati Teman
Nyaris saja saya tergelincir pada kekufuran nikmat memiliki anak-anak aktif. Sinyal mengeluh sudah kutampakkan pada status. Belum selesai menuliskan status selanjutnya, nasihat itu datang.
“Kamu akan rindu masa menemani perkembangan mereka ketika mereka tak lagi bersamamu. Masa itu akan datang. Bersabarlah sebentar lagi. Bersyukur karena Allah percaya padamu akan titipan anak.”
Saya berhenti melanjutkan dan menghapus status pertama. Ya, seringnya seperti itu ketika lelah, pikiran terlalu penuh dengan hal-hal sejatinya hanya dunia.
Beruntung sekali pekan ini beliau membaca status itu pertama kali. Jika tidak, bisa jadi teman-teman saya pun akan berprasangka atau setidaknya menganggap saya kurang bersyukur.
Di sinilah memang pentingnya saya harus rajin mengisi “Jurnal Syukur” agar tidak mudah termotivasi membuat status keluh-kesah. Karena itu bisa jadi penyakit juga bagi orang lain yang membaca.
“Retjeh” banget ya yang bisa membuat saya harusnya tidak mengukur setiap hal yang bisa membuat saya bersyukur. Karena semakin diukur, akan semakin luas hal yang harus disyukuri.
***
Well, menjadi diriku yang sekarang itu sungguh anugerah yang tak bisa kubayar rupiah. Banyak hal yang tak bisa kuhitung dan semua itu harus saya syukuri.
Meskipun di kampung halaman saya tak ternilai karena jalan ini, bersyukur sekali karena diberi pasangan dan anak-anak yang sehat dan saling menyayangi.
Kebahagiaan kecil pekan ini, seperti oase di padang pasir. Ketika tak disyukuri, oase itu akan tertutup karena airnya menguap. Ya, Allah mampu melakukannya. Dengan itu, saya sangat takut jika kemudian menjadi orang yang rugi dan tak mendapatkan oase itu pada jalan-jalan hidup selanjutnya.
12 Responses
benar sekali ya mbak, klo mau membuka hati banyak lho hal yang bisa kita syukuri dalam hidup ini..
jadi selalu ada syukur yang tak terukur
Haduh.. Apalah aku yang status WAku isinya kalau ngga random, ya bucin oppa atau dedek kiyut. Baca yabg terakhir itu, jadi gimana gitu hahaha
Ya Allah, Mbak. Rasanya pengen nangis baca nasehat ini “Kamu akan rindu masa menemani perkembangan mereka ketika mereka tak lagi bersamamu. Masa itu akan datang. Bersabarlah sebentar lagi. Bersyukur karena Allah percaya padamu akan titipan anak.”
Ga bisa dipungkiri masa pandemi yang mengharuskan anak sekolah dari rumah cukup membuat kacau jadwal kerja di rumah. Tapi benar, Allah ga akan menguji di luar kemampuan hamba-Nya. Allah saja percaya kita mampu diberikan amanah anak. Maka kita harus percaya pada diri sendiri juga.
Semangat! Semoga kita bisa melewati segala skenario-Nya dengan baik 🙂
Aku masih bersyukur masih bisa bangun keesokan hari ka dan melihat suami ada di sebelahku. huhu sesimple itu
Yippiii, Salfa dan Shanum makin cantiikk, makin pinter, makin shalihaat
Qurrota a’yun udah hadir dalam hidup kamu, Mba
Makin bahagyaaaa ya
MasyaAllah mba Ama, terimakasih untuk selalu mengingatkan rasa syukur
kadang aku juga sebal, tetapi kadang kembali bersyukur. Nggak semua harus dikeluhkan. Jadi ingat jurnalku yang mlompong jarang diisi
Merinding Mbak bacanya. Rasa2 syukur seperti ini memang harus dibiasakan ya, meski dalam kondisi tidak baik2 saja. Akan tetap selalu ada nikmat dari-Nya jika kita mau membuka mata lebih lebar di saat terpuruk.
Aku ikut senang mbak liat semua hal baik yg mbak syukuri, ibaratnya habis gelap terbitlah terang yaa.. semoga ke depannya semakin membaik, dan pandemi pun segera pergi. Jangan pernah menyerah ya mbak
dengan bersyukur, kita bakalan hidup dengan bahagia dan berkecukupan. Tak memiliki ambisi buruk dan rakus dengan segala hal. Ini yang kulakukan sejak beberapa tahun terakhir
Bersyukur memang kunci hidup bahagia ya Mbak, apalagi di saat pandemi seperti ini. Tetap sehat dan bisa bersama keluarga tercinta adalah anugerah tak ternilai yang harus disyukuri.
Aku mulai rajin lagi isi diary, kak Amma.
Alhamdulillah…ketika dibaca ulang, ternyata bersyukurnya semakin berlipat.
Salah satunya kesehatan dan masih bisa terus membersamai suami dan anak-anak.
MashaAllah,
Tabarakallahu.
Semoga kak Amma dan keluarga dilimpahkan keberkahan selalu.
Aamiin~
Sama mbak. Aku 3 anak sejak pandemi yg 2 kakak2 di rumah aja. Sempat oleng akunya krn masih begadang bayi tambah hrs ngajar anak PJJ, tambah masih menyusui, kurang tidur, harus masak beberes dll. Akhirnya tumbang secara mental dan psikis. Alhamdulillah udah hampir 4 bulan an kembali membaik. Pakai asisten rumah tangga biar ga kelelahan jd aku bs fokus ke ngajar sekolah online nya kakak dan menyusui si bungsu