Setelah Lebaran, Singaraja Menanti Dikunjungi

Setelah Lebaran, Singaraja Menanti Dikunjungi

Setelah Lebaran, Singaraja Menanti Dikunjungi – Lebaran 1437 H tahun ini tidak ada agenda pulang ke Maros, Sulawesi Selatan. Soalnya tahun lalu, lebaran 1436 H, kami bertiga dengan izin-Nya bisa berlebaran di sana. Ditambah pula dirangkaikan dengan ulang tahun putri kami, Salfa Althafunnisa Santoso, yang pertama.

Kali ini suasana lebaran memang tidak jauh-jauh dari menghitung hari dimana Salfa akan genap berusia 2 tahun. Yap, 16 Juli, yang sejatinya bertepatan dengan 18 Ramadhan, adalah tanggal lahirnya. Karena Salfa sekarang sudah pandai berceloteh, lebaran kali ini terasa lebih berwarna. Salfa pun kami ajari bagaimana bersikap ketika ada tamu atau orang yang baru dilihatnya datang untuk bersilaturahim. Dan tentunya siapapun yang ada di dekat Salfa saat itu, pasti akan “kewalahan” menjawab setiap pertanyaan Salfa yang sebenarnya berulang-ulang. Seperti, “Siapa itu?” saat melihat orang baru dan “Apa ini?” saat ada kerabat yang memberikan amplop lucu berisi uang lebaran pastinya. Belum lagi kalau melihat pakaian orang yang menarik perhatiannya, selalu aka nada pertanyaan “Apa itu?”

Di samping kondisi seperti itu, sebenarnya lebaran tahun ini pun sedikit berbeda. Jika orang-orang pada hari atau H+1 setelah lebaran sudah merancang liburan bersama keluarga, kami sekeluarga (keluarga suami tepatnya) sedang sibuk mempersiapkan diri untuk menyeberang ke Pulau Dewata, Bali.

Setelah Lebaran, Singaraja Menanti Dikunjungi

Lho, enak dong! Liburannya ke Bali…

Mungkin ada yang berpikir demikian. Tetapi sebenarnya kami tidak benar-benar dalam rangka liburan. Kami harus ke Bali untuk menghadiri pernikahan saudara sepupu yang tinggal di sana. Saya sendiri belum pernah ke wilayah Singaraja, Bali. Hanya melihat dari hasil googling kalau banyak tourism spots yang bisa dijadikan tempat untuk mampir. Tetapi, sekali lagi karena ini “perjalanan dinas”, saya enggan untuk berkhayal bahkan berharap lebih banyak. Apalagi berangkat ke Bali ada dua rombongan, satu bis dan satu mobil.

Belum lagi jarak tempuh dari Kertosono-Bali yang memakan waktu lebih dari 12 jam, tepatnya saya masih belum tahu. Sudah bisa saya bayangkan kondisi penantian waktu dalam perjalanan akan seperti apa. Tetapi sebisa mungkin saya harus enjoy dan menjadikan ini pengalaman pertama yang mengesankan dan tak terlupakan. Hmmm… itung-itung lagi hanimun, hehe.

Saya sudah menghubungi teman Blogger dan teman kuliah saya waktu S-2 dulu yang kebetulan ada di Bali. Hasilnya sedikit mengecewakan karena mereka tinggal jauh dari lokasi dimana saya harus berada pada tanggal 15-16 Juli besok. Namun, kekecewaan itu segera saya obati dengan browsing artikel-artikel menarik seputar Singaraja dan sekitarnya. Tidak ketinggalan mengamati google maps. Hasilnya, sudah bisa mengobati rasa kecewa karena di daerah yang akan kami tuju tidak jauh dari pusat kota. Untuk rumah makan, masjid dan toko-toko pun berada di sekitaran pinggir jalan. Let we see next…!

Nah, itu cerita saya di sisa lebaran kemarin. Sebenarnya ingin mengangkat tradisi “Kupatan”, tetapi sayang sekali saya gagal ikut prosesnya di masjid. Saya harus memilih di rumah bermain-main dengan Salfa daripada harus meninggalkannya sendiri bersama ibu mertua yang sudah tua untuk dimintai tolong momong bocah.

Oiya, kalau kalian sendiri cerita sisa lebarannya seperti apa? Eh, kue nastar masih ada nggak?

NB:

Kalau ada teman blogger yang membaca postingan ini dan kebetulan ada di sekitaran Singaraja, mau banget saya kopdar…

Facebook
Twitter

Related Posts

3 Responses

  1. Eh, mbak Rahmah, maaf, 16 juli kok Ramadhan to? Syawal kah maksudnya?

    Selamat liburan ya, ku tunggu cerita jalan-jalan/ hanimun keduanya 🙂

  2. Wah, serunya wisata ke Bali beramai-ramai. Lah sampe sekarang masih di Bali juga? Met berlibur yaa…
    Maaf lahir batin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *