Sepenggal Kisah Saat di Bojonegoro – Keberkahan seorang blogger memang tidak selalu identik dengan limpahan digit angka pada rekening. Meskipun memang angka-angka itu menjadi sesuatu yang *We-O-We* setelah terjun di dunia blogging. Tetapi, bagi saya pertemanan baru yang terjalin itu jauh lebih membahagiakan. Apalagi jika teman lama bisa hadir kembali di depan mata setelah bertahun-tahun tak bersua.
Seperti halnya dengan apa yang saya alami di awal April 2016 lalu. Tanpa membayangkan bahkan meminta, saya direkomendasikan teman lama untuk menjadi narasumber pada sebuah event blogging. Apakah saya dengan serta-merta bahagia dengan ajakan itu? Oh tidak! Saya langsung duduk termenung dan mencoba flashback kembali pada perjalanan ngeblog saya (sejak tahun 2008). Saya kemudian berpikir untuk menolak tawaran tersebut. Alasannya adalah selalu ada tanya yang menyerang saya saat itu, Apakah saya mampu berdiri di depan audience dan menyampaikan materi penulisan konten?
Pertanyaan lain lagi, Apakah tidak ada blogger di kota itu yang mumpuni untuk materi konten? Kenapa harus saya yang jauh dari kota itu?
Bayangkan saja betapa bingungnya saya menjawab. Bahkan saya sendiri meminta panitia untuk cari orang di kota itu dulu. Saya percaya ada saja yang mampu untuk itu. Tetapi, Tuhan memang menginginkan saya menginjakkan kaki di sana. Yap, kota Bojonegoro. Kota yang selama ini di kepala saya hanya ada Ledre saat mendengar namanya disebut. Saya harus mempersiapkan diri. Baik dari segi pengetahuan maupun kesiapan mental. Ya, tahu sendiri sekarang saya lebih banyak manggung di rumah. Terakhir saya memberi kuliah di kampus Universitas Palangkaraya (UNPAR) itu tahun 2013. Selebihnya just at home, meskipun sesekali menghadiri undangan event blogger.
Baca Juga: Tips Menghadiri Undangan Event Blogger
Bojonegoro akhirnya menjadi kota yang masuk dalam daftar perjalanan dalam hidup saya. Tahun 2016 yang begitu berkesan. Tak hanya soal diundang sebagai pemateri RoadBlog10Cities, tetapi setidaknya saya bisa *keluar kandang*. Yap, selama ini hanya berkutat di kota itu-itu saja (Surabaya, Kertosono, Maros, Makassar). Dan saya pun menjadi banyak teman dan bertemu kembali dengan teman lama, Mas Dedex (orang yang berada di balik kehadiran saya) dan istri, Mba Vera dan pasangannya, Kak Didik yang tentu saja menjadi orang tersibuk saat saya ada di kota itu, Mba Nova yang juga super sibuk dan masih banyak lagi teman baru dari blogger Bojonegoro.
Oiya, saya pun berterima kasih pada suami karena sudah memberikan tempat ternyaman, Hotel Aston Bojonegoro, Room 203. Tadinya saya pikir itu adalah hadiah pernikahan kami, karena beberapa hari setelah event di Bojonegoro, wedding anniversary kami yang keempat, tetapi menurutnya sih bukan. Memang suami habis terima hasil jerih payahnya dari Adsense. Sesekali me time dan menyenangkan istri-anak, tak mengapa katanya. Sepenggal kisah saat di Bojonegoro yang membuat suami saya lupa begadang, haha.
Bact to the event…
Saya sadari bahwa masih banyak hal yang harus dibenahi dalam diri ini. Materi yang saya bawakan mungkin terlihat biasa saja bagi sebagian orang. Pastinya, tujuan saya adalah mengajak teman-teman peserta, saat itu lebih banyak anak SMA/SMK/, agar peduli dengan konten yang baik dan positif. Blog tanpa konten ibarat raga tanpa jiwa. Saya pun selalu ingat pesan Pakde Cholik bahwa ngeblog itu enak tetapi tidak boleh seenaknya. Semua ada aturan atau hukum tertentu yang harus diikuti. Aturan itu yang akan senantiasa menjaga diri agar tetap menulis yang bermanfaat bagi banyak orang.
Ini kali kedua saya menjadi pembicara blogging. Sebelumnya pernah juga di sebuah mall di Surabaya pada acara Mother and Baby Fair 2013. Namun, pada saat itu saya lebih kepada sharing motivasi agar ibu-ibu yang hadir semangat ngeblog. Banyak ibu rumah tangga yang bisa sukses dalam dunia blogging (contohnya saya – lalu digetok server beramai-ramai, hehe). Karena sukses itu relatif, semua tergantung sudut pandang orang yang menilai.
Hmmm… ada satu yang membuat saya juga rindu dengan kota Bojonegoro ini. Kedai Contong yang teduh dan sederhana sampai saat ini sukses membuat hati saya rindu untuk kembali. Pecel Contong itu seperti apa? Next akan saya bahas juga pada postingan lain.
Jarak dan waktu yang ditempuh dari Surabaya ke Bojonegoro itu jauh sekali. Eh, tetapi ini menurut saya yang baru pertama kali lho. Mungkin kalau sudah berkali-kali nggak lagi mengatakan hal ini. Dan yang paling perlu saya ingat, trayek bus langsung Bojonegoro-Surabaya di malam hari belum ada. Jadi, kalau berada di Bojonegoro dan ingin pulang ke Surabaya, harus sudah stand by di terminal saat pagi atau siang. Begitupun sebaliknya dari Surabaya – Bojonegoro, paling lambat sudah ada di terminal Purabaya sebelum jam 3 sore. Karena lewat dari jam itu, bus langsung ke Bojonegoro sudah tidak ada.
Perjalanan ke Bojonegoro ini juga menyisakan kebahagiaan tersendiri buat Salfa, anak saya. Ingin tahu ceritanya? Nantikan postingan berikutnya di www(dot)istanacinta(dot)com. Pastinya, Salfa sukses membuat tas ibu-bapaknya makin bertambah berat.
Kalau kamu punya sepenggal kisah saat di Bojonegoro juga? Sharing dunk!
NB:
Thanks ya Kak Didik dan Mas Dedex for everything. Sampai jumpa lagi.
Silvi, nggak ada lo, nggak rame, hihi…
Teteh Ani Berta, terima kasih support-nya via inbox waktu itu
2 Responses
Nah, ngeblog menyenangkan dan bisa tampil di depan audience. Maju terus blogger.
Bojonegoro saya taunya sebagai penghasil dolar saat ini, 🙂
hiks aku belum punya sepenggal kisah di Bojonegoro