Alam diciptakan Tuhan untuk diberdayakan. Manusia pun diciptakan untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Namun, seringnya orang menjadikan sumber daya sebagai media untuk meraup keuntungan lebih tanpa memperhitungkan aktivitasnya merugikan orang sekitar.
Nah, kekayaan alam itu ternyata bisa jadi bahan dunia fashion untuk berkembang dan bersaing di tingkat lebih tinggi. Di sinilah Alfira Oktiaviani yang merupakan ibu rumah tangga menangkap peluang besar. Berangkat dari kecintaannya akan dunia fashion dan budaya serta jiwa wirausahanya, menghadirkan produk yang berbahan dasar dari alam sekitarnya.
Selain itu, keresahannya melihat limbah produk pakaian yang sangat tinggi karena sulitnya terurai, menjadikan alfira makin semangat mencari cara agar bisa membantu meski dalam skala kecil. Limbah pakaian tak terurai benar-benar masalah serius. Nyaris 2.3 juta ton sampah pakaian setiap tahunnya. Angka fantastis, bukan?
Bahkan data dari Tinkerlust mengatakan bahwa rata-rata orang akan membuang 3 dari 5 pakaian yang dibeli dalam waktu 1 tahun. Padahal, baru bisa terurai di tanah selama 20-200 tahun karena pakaian saat ini lebih banyak dibuat dari bahan sintetis.
Berstatus ibu rumah tangga membuatnya tetap terus bergerak dengan mencari cara agar kecintaan dan keresahannya itu bisa tetap dilakukan. Lalu bertemulah Alfira dengan takdirnya yang diawali dengan sebuah workshop yang mengajari peserta melakukan ecoprint.
Dari Ecoprint untuk Dunia Fashion Berkelanjutan
Di sebuah workshop di tahun 2016-2017 yang mengajak peserta mengenal ecoprint hingga semangatnya yang membara membuat Alfira kemudian mengetahui teknik cetak kain meski metodenya sederhana ini.
Kain diletakkan dengan bentuk daun yang dipilih untuk menjadi motif, kemudian dilakukan pemanasan dan setelahnya dikukus dengan waktu 2 jam. Hasilnya pun unik dan memiliki nilai jual tinggi. Dari situ pun Alfira seperti memanggil kembali memori pelajarannya ketika mengenyam pendidikan ilmu farmasi.
Di sana kemudian Alfira mengingat dan membaca lagi morfologi tumbuhan yang biasanya menjadi bahan obatan herbal. Kemudian mengekplorasi lebih banyak lagi soal ecoprint agar benar-benar tahu cara dan tips-nya agar bisa menghasilkan bahan fashion yang unik, menarik dan laku jika dijual.
Bisa dibayangkan daun-daun yang banyak sekali spesiesnya itu menjadi limbah karena berguguran dari pohonnya. Dibersihkan begitu saja karena menjadi sampah, tetapi bagi Alfira itu merupakan jadi bahan untuk membuat pola dari setiap kain yang akan dihasilkannya kemudian.
Saya pun kembali mengingat memori bahwa di SD dulu banyak varian daun yang sengaja diteliti untuk melihat perbedaannya satu sama lain. Ya, pelajaran IPA ternyata bisa jadi modal membangun bisnis seperti yang dilakukan Alfira kini.
Apa yang Unik dari Semilir Ecoprint?
Semilir Ecoprint pun hadir di tahun 2018 karena kegigihannya dalam bisnis fashion. Mengambil nama Semilir ternyata karena berangkat dari bahasa Jawa yaitu silir yang berarti angin yang menyejukkan. Nah, harapannya bahwa Semilir Ecoprint ini hadir memberikan kesejukan bagi siapa saja yang terlibat. Tak hanya untuk manusianya tetapi juga bagi dunia fashion dan budaya di lingkungannya.
“Tetangga saya, ibu-ibu rumah tangga, juga turut serta dalam produksi. Bahkan, mereka menanam tanaman yang nantinya bisa digunakan untuk pola ecoprint,” Ucap Alfira saat diwawancarai blogger Farida.
Semilir Ecoprint itu hadir dengan teknik cetak sederhana dan menggunakan bahan alam. Makanya hasilnya unik dan motifnya bisa berbeda dari satu dan lainnya. Kalau pun sama, tidak akan sama persis. Nilai jualnya juga sangat tinggi karena teknik sederhana itu. Wajar jika orang di sekeliling Alfira pun ikut dalam tumbuhnya bisnis Semilir Ecoprint.
Menggunakan Kain Lantung akhirnya menjadi pilihan setelah setahun Semilir Ecoprint berjalan. Hal ini karena Kain Lantung menjadi warisan budaya yang harus dilestarikan. Konon saat masa penjajahan Jepang, kain Lantung ini menjadi pakaian orang-orang dahulu karena fashion belum seperti sekarang.
Warisan budaya dari Bengkulu ini lewat Semilir Ecoprint disulap menjadi produk fashion yang bernilai khas budaya dan tentunya unik. Soal harga pastinya menyesuaikan dengan teknik ecoprint yang sangat sederhana tetapi hasilnya memukau. Di sinilah kemudian kain Lantung yang dibuat dari Kulit Kayu Lantung menjadi berbagai macam produk seperti tas, pakaian, taplak, seprei atau lainnya.
Apresiasi SATU Indonesia Awards 2022
Dari kreativitas serta bentuk dedikasi Alfira ini, wajar jika meraih penghargaan SATU Indonesia Awards 2022 di bidang kewirausahaan. Prestasi dan pengakuan ini sangat menjadi dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat melalui kecintaannya akan fashion dan seni dalam hidupnya.
Mendidik masyarakat tentang kemewahan budaya Indonesia, pentingnya fashion berkelanjutan, dan dampak positifnya terhadap lingkungan ternyata bisa mengembangkan industri fashion dan mode.Apalagi sudah banyak ibu yang bergabung dan memberdayakan diri dengan menggeluti ecoprint.
Tadinya Alfira mungkin ragu namun kemudian percaya diri dan semangat bahwa berani mencoba itu sudah langkah besar daripa diam. Semilir Ecoprint adalah bukti perjuangan mencapai kesuksesan dalam dunia fashion yang mengambil dan menggunakan segala bahan yang ramah lingkungan. Selain itu, bisnis ini pun sudah masuk sebagai bisnis berkelanjutan karena bisa memberdayakan orang banyak dan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka juga.
***
Well, dunia fashion di masa depan memang perlu orang-orang seperti Alfira. Makanya orang-orang di sekitarnya bahkan kita sebagai yang tahu informasi ini harus terus menyuarakan kerja baik ini. Kelak banyak potensi yang bisa terus digali oleh Alfira dan mungkin orang-orang yang memiliki seperti Alfira semangatnya dalam melestarikan lingkungan dan budaya.
***
Referensi:
- Semilir Ecoprint; https://timesindonesia.co.id/gaya-hidup/469505/semilir-ecoprint-melestarikan-budaya-dan-lingkungan-melalui-keindahan-motif-alam, diakses tanggal 18 Oktober 2024
- Majalah ASTRA https://astramagz.astra.co.id/, diakses 18 Oktober 2024