Jujur saja, saya benci dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, kemudian disebut KDRT. Namun, nyatanya di sekeliling KDRT itu nyata di depan mata. Kekerasan yang tidak hanya berupa fisik, tetapi perkataan yang sangat menusuk hingga relung hati itu juga kekerasan. Hanya saja, tidak banyak yang menyadari sehingga mengucapkan kalimat-kalimat keji selalu dianggap bercanda.
Padahal bercanda itu sendiri harus kedua belah pihak merasa senang. Jika hanya satu, itu sudah masuk dalam kondisi tidak sehat. Bisa disebut bullying bahkan nanti juga akan mengarah ke kekerasan fisik dan sangat dihindari jika sudah berkeluarga.
Bicara KDRT memang sangat kompleks. Banyak hal yang akhirnya bisa dipelajari dari setiap kasus KDRT yang muncul ke permukaan. Apalagi dari data riset menunjukkan bahwa selama 2023 ini, kekerasan seksual dalam rumah tangga menjadi jenis kekerasan paling banyak terjadi, 11.730 kasus. Artinya kalau mau dirata-rata bahwa setiap bulannya ada 970-an kasus kekerasan seksual terjadi selama 2023 ini. Angka yang sangat fantastis, bukan?
Jenis KDRT yang Perlu Diketahui
Sedih. Untuk itu, sebagai blogger rasanya perlu lebih vokal menyuarakan #NoViolence dalam rumah tangga. Salah satu contohnya adalah memperkenalkan jenis kekerasan yang bisa saja terjadi.
Kekerasan Emosional
Awalnya saya berpikir ini tidak termasuk kekerasan karena kondisi orang marah memang seringkali menjadikan suasana tidak nyaman. Melarang pasangan berargumen, menghina pasangan bahkan mengabaikan perasaan pasangan sendiri itu bisa dimaklumi. Ternyata kekerasan ini bisa jadi bagian KDRT.
Kalau dipikir-pikir, siapa juga perempuan yang mau bertahan dengan pasangan yang tidak menerima dirinya seutuhnya. Menjadi bahan pemicu pertengkaran bahkan segala gerak-gerik menjadi salah, memang hubungan seperti ini sudah tidak sehat.
Namun, perlu diingat lagi ini berbeda dengan cekcok persoalan rumah tangga biasa. Ya, rumah tangga mana yang tidak pernah debat antara suami dan istri? Pemilihan gorden saja bisa menjadi alasannya. Sederhana. Perlu diselesaikan agar tidak berlaurt-larut dan menjadi bom waktu.
Kekerasan Seksual
Nah, ini nih yang selalu muncul di kepala saya jika bicara soal KDRT. Ternyata tidak selalu persoalan seksual. Namun, jika sudah mengalami kekerasan seperti ini, bisa kembali ingat bahwa hal-hal yang tidak nyaman ketika melakukan hubungan seksual itu bisa jadi salah satu bentuk kekerasan.
Misalnya, dilarang memakai kontrasepsi karena salah satu pihak merasa tidak nyaman tetapi berakibat ke pasangan lain seperti hamil bisa terjadi beberapa kali. Bisa juga pasangan dipaksa melakukan hubungan intim di saat kondisi sedang tidak ingin atau bahkan sakit. Jika pasangan memaksa tetap melakukannya dalam kondisi tersebut,bisa dijatuhi Undang-Undang KDRT.
Solusi KDRT Seperti Apa?
Solusi bagi korban KDRT memang selalu diupayakan berbagai pihak. Terkadang juga dari pihak korban yang tidak ingin diberi bantuan solusi karena saking takutnya akan ancaman. Padahal, segala sesuatu yang berhubungan dengan paksaan, maka sudah pasti itu kekerasan.
Perlu kerja sama pemerintah, pihak korban, dan siapa saja yang terkait dengan permasalahan ini. Sebab, semua akan seimbang dan berjalan baik-baik saja jika semuanya memahami bahwa KDRT harus diputus rantainya. Perlu diubah pola pikir mengenai KDRT sehingga tidak hanya fokus pada korban tetapi juga mampu bekerja sama dengan berbagai pihak dalam pencegahan dan penanggulangannya. Sebab berjalan sendiri akan terasa sulit perlu dukungan berbagai pihak, termasuk korban KDRT sendiri.
***
Well, untuk urusan KDRT ini sendiri bagi saya selalu akan menyisakan trauma. Memaafkan mudah saja tetapi melupakan tidak akan bisa seumur hidup pastinya. Untuk itu, permasalahan yang ada dalam rumah tangga sebisa mungkin selesai tanpa tersisa. Tidak ada masalah yang dipendam, semua diutarakan dan setiap orang dalam keluarga harus mengikutinya. Hal ini mencegah komunikasi yang tidak terhubung sehingga salah paham membuat diri jadi percaya dengan amarah di dada.
Semoga rumah tangga kita senantiasa diberi rahmatNya dengan cara pandangNya.
18 Responses
KDRT verbal mash sering terjadi tapi sedihnya masih ada yg kurang aware atau pasrah menerimanya, padahal luka hati bisa susah sembuhnya dan menimbulkan trauma.
Semoga tidak bertambah lagi ya kasus ini,
dukungan terhadap korban diperlukan karena mereka pun perlu untuk melanjutkan hidup
Jaman sekarang tuh ya kayaknya becanda tuh dijadikan sebagai ajang mengejek yang nggak disadari. Kalau ada seseorang yang tersinggung katanya jangan baper. Padahal ya becandaannya yang nyelekit di hati.
Dulu, ada temanku yang sering dapat kekerasan verbal dalam rumah tangganya. Emang nggak disakiti secara fisik. Tapi disakiti hatinya dengan ucapan. Itu lebih menyakitkan. Iya nggak sih?
Saya sih percaya, jika para pelaku KDRT ini mengalami kelainan atau gangguan. Semoga kita semua diberikan kemudahan dan perlindungan untuk keluarga masing-masing. Aamiin
KDRT ini sebenarnya sudah sejak dulu ada. Hanya namanya bukan KDRT dan belum terlalu mencuat. Sekarang dengan adanya media sosial, maka beritanya cepat menyebar, dan Insya Allah bisa segera dibantu korban KDRT. Terus satu yang penting, korban kDRT harus mau cerita ke orang lain juga
Bener sih kak. Menjembatani dan mendampingi org KDRT tuh susah bgt. Mereka kdg takut malah kena aniaya atau ancaman lg stlh melapor.
Ngga ditemani ya malah mkn hancur hidup si korban. Mknya mkn banyak org bunuh diri krn stres dgn beban hidupnya.
Butuh kerja sama bnyk pihak sih utk bs mengatasi KDRT. Menurutku org serumah, keluarga dkt, hingga tetangga bs turut serta mendamaikan dan mencari solusi bersama. Jgn sampe ada KDRT sesama kita.
Kekerasan psikis bukan cuma bercandaan tapi udah dalam tahap merendahkan, mempermalukan, dst. Ada juga pola trauma bonding yang manipulatif. Mungkin lain kali bisa dibahas.
Dan makin kesal ketika korban KDRT melapor pada pihak yang berwajib tapi malah disuruh baikan, disuruh pulang lagi (ke si pelaku KDRT). Yang udah sering terjadi, itu sama aja dengan setor nyawa.
semua pihak wajib bekerjasama sama dan fokus serta cepat tanggap ketika ada korban yang mengalami KDRT melakukan laporan, sehingga mereka merasa banyak dukungand an akhirnya bernai speak up sehingga dapat meminimalisir kejadian yang lebih fatal
Yah, kalo pun cuma bercandha, paling enggak tetep jaga perasaan lah ya. Biar nggak menyinggung. Naudzubillah.. semoga ngga kita diajuhkan dari hal² buruk dalam rumah tangga ya, Mbak.
Betul. Trauma yang diakibatkan itu seumur hidup dan untuk menyembuhkan juga butuh waktu yang lama…
KDRT emosional nih yang sebetulnya kasus kdrt yang bisa dibilang kasat mata karena gak menimbulkan luka. Tapi tetap saja, efeknya semacam luka tidak berdarah yang menjadi trauma. sama parahnya sebetulnya dengan kdrt fisik, sama-sama meninggalkan trauma. Perlu diperhatikan juga kdrt emosional ini, karena mostly sering diabaikan.
Sedih banget kalo sampai terjadi di lingkungan kita.
Semoga kita semua dijaga dari hal-hal negatif dan keluarga kita selalu dijaga Allah.
Dan, jika sampai kita menemukannya atau terjadi di diri sendiri atau lingkungan sekitar, maka beranikan untuk mencari cara sehat yang terbaik untuk semuanya.
Nah agar dapat bersikap bijak, yuk semangat menambah pengetahuan seputar alternatif pemecahan masalah kdrt.
Kalau mendengarkan penjelasan dari Lembaga yang menangani kasus KDRT ini miris banget.
Dari sekian ribu kasus, banyak sekali yang masih takut untuk melapor dan mendapat perlindungan sehingga lebih memilih untuk membiarkan dirinya menjadi korban KDRT.
Sedih yaa…
Menurutku juga stigma bahwa perempuan kudu nurut sama suami juga harus dibetulkan biar perempuan itu nggak diem aja saat di KDRT. Lebih paham kapan harus nurut, kapan harus nggak nurut kalau sikap suami udah nggak bener