Pancasila di Era Media Sosial – Yeay! Ini adalah postingan terakhir saya di ajang Liga Blogger Indonesia (LBI) 2017. Sedih? Hmm iya banget, apalagi tahu kalau tulisan ini pun tidak akan mengubah posisi saya sebagai pemenang. Bahkan harapan untuk menduduki posisi 3 (tiga) besar pun harus saya buang jauh-jauh. Ah, semoga tahun 2018 LBI tidak memiliki sistem yang sama dengan tahun ini. Karena bagi saya, yang bertahan hingga paling akhir sejatinya itulah yang juara. Tapi namanya juga keberuntungan. Kali ini memang tidak berpihak ke saya. Duh, curcol Bu…!
Sebenarnya tidak ingin merusak makna artikel ini dengan paragraph pendahuluan di atas, tetapi saya harus ungkapkan daripada menjadi penyakit dalam hati dan pikiran, eaaa… Walaupun begitu, saya pun ikut LBI ini adalah untuk melatih saya konsisten update blog setiap pekannya. Nah tuh baca! Hehe…
Bicara Pancasila (duh berat banget nih tema terakhir…), saya sendiri akan dihadapkan pada ingatan dimana saya dulu pernah dihukum karena tidak hapal sila keempat dan kelima. Jangankan mau menghapalkan Butir-Butir-nya, bunyi Sila-nya saja saya masih terbata-bata. Namun, begitu nilai-nilai Pancasila sejatinya sudah tersirat dan tersurat dalam kitab suci agama saya. Sehingga perilaku yang Pancasila tentu tidak akan pernah bertolak-belakang dengan agama. Setidaknya itu menurut saya. Ssst… nggak usah dibully!
Nah, kalau sekarang di era media sosial, banyak yang sepertinya sudah menjauh dari nilai-nilai Pancasila. Lho kok bisa gitu? Hmm.. karena media sosial seringkali disalahgunakan. Ya, oleh sebagian orang media sosial menjadi lahan untuk menjatuhkan sesama, membuat status adu domba, sampai memposting hal-hal negatif yang secara tidak langsung bisa mengubah pola pikir siapa saja yang membaca. Belum lagi menjadi pengaruh buruk bagi anak-anak di usia sekolah. Ah, banyak sekali. Tidak ada bedanya juga bagi yang sering membuat status agamis dan semacamnya, karena tidak sedikit terselubung niat untuk menjatuhkan pemeluk agama lain. Mengerikan!
Tanpa sadar jari-jari kita sudah menjadi penyebab seseorang menjadi gusar, sedih bahkan mengambil jalan pintas mengakhiri hidup. Ya, itu karena sikap tenggang rasa, peduli sesama menjadi kian menipis. Entah bagaimana nasib puluhan tahun akan datang.
Padahal kalau dipikir, kemajuan teknologi semakin canggih. Pendidikan pun sudah sangat dibenahi meskipun saya akui pendidikan mental masih sangat minim bahkan boleh dibilang, Indonesia Krisis Pendidikan Mental. Tetapi, semua itu toh akhirnya semakin menjauhkan Pancasila di dada kita. Sekadar menghapal kelima silanya namun tidak mampu diamalkan dalam kehidupan sehari-herai tentu menjadi cikal-bakal timbulnya masalah sosial.
Untuk itu, yuk kita sama-sama mengembalikan lagi posisi dari nilai-nilai Pancasila yang sempat mengabur atau bahkan hilang dari diri kita. Sebab, jika bukan kita yang memulai, siapa lagi? Dan jika bukan saat ini, kapan lagi?
2 Responses
kenyataannya, semakin teknologi tinggi, mental makin krisis. Kuncinya kembali ke pribadi masing-masing