[NutriTalk] Kenali, Cegah dan Atasi Alergi demi Tumbuh Kembang Optimal Buah Hati – Sejak menginjak usia MPASI, Salfa yang saat itu baru berusia 6 bulan lebih sudah memperlihatkan tanda keanehan. Saat saya memberikan asupan makanan nutrisi protein (baca: telur), reaksi yang terjadi adalah selalu muncul benjolan kecil dan memerah di area telinga. Tepatnya pada bagian yang menjadi tempat disematkannya anting.
Hal tersebut secara otomatis membuat saya gelisah. Sebagai ibu yang baru memiliki anak, saya bertanya kepada teman dan keluarga yang sudah lebih dahulu memiliki anak. Dan saya akhirnya “dipaksa” kakak ipar untuk tidak panik dan tetap memberikan telur untuk MPASI anak saya. Saya masih ingat kakak ipar saya bilang seperti ini:
“Oalah, Ma. Anak iku wis ora usah dimanja. Lha iku anakku biyen yo gatel-gatel nek maem endok. Aku yo ga ngelarang. Tak kekno terus. Saiki wis ga enek opo-opo. Bocahe malah uwis gede.” (Oalah Ma, Anak itu tidak usah dimanja. Lihat anakku juga dulu gatal-gatal jika makan telur. Saya tidak melarang. Malah memberikannya terus-menerus. Sekarang sudah tidak ada gatal-gatalnya. Dan anaknya pun sekarang sudah besar)
Namun, saya sepenuhnya tidak melakukan apa yang disampaikan oleh kakak ipar saya tersebut. Soalnya, saya sendiri yang merasakan repotnya ketika selesai MPASI dengan menu telur, otomatis Salfa susah tidur karena tangannya selalu bergerak (seolah menggaruk) ke bagian benjolan yang ada di telinganya. Belum lagi saya kasihan dengan usia yang masih bayi harus diminumkan antibiotik jika saya periksakan ke dokter anak. Hingga akhirnya saya pun memutuskan perkenalan Salfa dengan telur.
***
Memang sampai Salfa usia 20 bulan, telur tidak pernah menjadi bagian dalam menu makanannya. Saya tidak ingin mengambil resiko lebih tepatnya. Anak perempuan jika “korengan” di bagian telinga (bahkan di bagian tubuh manapun) rasanya sedih hati ini.
***
Kamis yang cerah di akhir bulan kalendar Masehi, tepatnya 31 Maret 2016, saya menjadi salah satu ibu yang beruntung. Yap, beruntung karena bisa diundang oleh Sari Husada di acara #NutriTalk yang berhubungan dengan alergi pada buah hati. Mendapat undangan tersebut, bahagianya luar biasa karena saya ingin mendengar langsung pakar alergi dalam memberikan solusinya untuk masalah saya. Bahkan saya sebenarnya tersentak karena ternyata alergi bisa menghambat tumbuh kembang anak. Duh, ada ketakutan di dalam hati mendengar dan membaca hal tersebut.
Memasuki wilayah #NutriTalk yang diselenggarakan di JW Marriot Surabaya ini, saya langsung diperhadapkan dengan keramahan panitia. Mereka mengarahkan saya untuk mengunjungi beberapa booth yang sengaja disediakan untuk lebih dekat dengan alergi.
- Booth I; terdapat tanya jawab seputar 1000 hari pertama kehidupan. Alhamdulillah dengan mudah menjawab dengan benar.
- Booth II; ada photo booth. Ibu dan anak yang hadir bisa menggunakan fasilitas tersebut dengan berpose layaknya sedang mengalami alergi
- Booth III; arena bermain anak, meskipun dibuat tidak besar, desain yang eye catching bisa menarik minat si anak plus bisa mengukur tinggi badan. Semacam comfort place buat ibu yang membawa anaknya yang aktif seperti saya
- Booth IV; Allergy Care, di booth ini diberikan pengetahuan awal bahwa 1 dari 25 anak Indonesia mengalami alergi susu sapi plus perkenalan menghitung resiko alergi pada anak. Dan saya harus waspada rupanya karena setelah menjawab pertanyaan berkaitan dengan cara menghitung resiko alergi, hasilnya ada di angka 40-60%. Artinya memang Salfa alergi protein telur menurun dari gen saya. Sedih, deh!
- Booth V; www.alergianak.com hadir sebagai situs yang bisa memberikan rujukan tes alergi anak untuk dibawa oleh orang tua kepada dokter anak.
*jika sudah mengunjungi 3 dari 5 booth di atas (Allergy Care, Alergi Anak.com dan 1000 HPK), maka passport yang diberikan saat registrasi bisa ditukarkan dengan merchandise dari pihak sponsor #NutriTalk
Kembali kepada acara #NutriTalk…
Sari Husada-Nutrisi untuk Bangsa (NUB) yang memprakarsai acara ini menghadirkan dua pakar yang konsen dalam masalah alergi dan tumbuh kembang anak. Tema #NutriTalk “Early Life Nutrition: Dasar-dasar dan Pedoman Praktis Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak dengan Alergi Protein Susu Sapi” memang sangat menarik minat banyak orang tua yang hadir, bahkan dari luar Surabaya.
Acara #NutriTalk ini rupanya dipandu oleh sosok yang sudah tidak asing di layar televise, dr. Lula Kamal. Dokter Lula mengawali dengan mengajak seluruh peserta yang hadir untuk mengetahui faktor resiko alergi pada anak, mengenali gejala alergi dan mengetahui nutrisi tepat bagi anak yang alergi susu sapi di awal masa pertmbuhan dan perkembangannya.
Sebagaimana yang tertera di beberapa sudut acara #NutriTalk ini tertulis bahwa 1 dari 12 anak memiliki resiko alergi protein susu sapi bahkan 1 dari 25 anak sudah menderita alergi protein susu sapi. Untuk itu diperlukan edukasi dan pengetahuan mendalam tentang mengatisipasi sejak dini serta mengetahui lebih banyak lagi soal alergi, sehingga tumbuh kembang anak bisa berlangsung optimal pada 1000 HPK.
Yuk, kita intip ilmu yang saya peroleh!
Manajemen Terpadu dari Alergi Protein Susu Sapi
dr. Anang Endaryanto, SpA(K), Ahli Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo, menjadi narasumber ahli dalam #NutriTalk sesi pertama. Dokter Anang mengatakan: “Sebesar apapun resiko alergi yang dimiliki anak, penanganan sedini mungkin perlu ditempuh, sehingga anak terhindar dari dampak jangka panjang alergi dan tumbuh kembang tidak terhambat. Penanganan tersebut adalah mengenal gejala alergi, allergen pemicu dan memantau asupan nutrisi.”
Maka dokter Anang memulai presentasi dengan mengenalkan lebih awal tentang definisi alergi itu sendiri. Alergi adalah reaksi berbeda/menyimpang dari normal terhadap berbagai rangsangan/zat dari luar tubuh. Sistem kekebalan yang ada dalam tubuh anak memiliki sensitivitas berlebihan terhadap protein asing yang bagi individu lain tidak berbahaya. Pemicu alergi pun datang dari sumber seperti makanan, debu rumah dan bulu binatang.
Jika terjadi alergi ringan, biasanya orang tua tidak begitu mengkhawatirkan dan dianggap biasa. Padahal efek jangka panjangnya bisa menimbulkan terganggunya proses tumbuh kembang anak. Khususnya anak yang memiliki BAKAT alergi atau Atopi yang diturunkan oleh kedua orang tuanya. Dan ini menjadi soft warning bagi saya yang memang memiliki bakat alergi.
Lanjut dokter Anang mengajak peserta untuk menghitung resiko alergi dengan menggunakan Kartu Deteksi Dini Resiko Alergi. Hadirnya kartu yang diterbitkan oleh Sari Husada tersebut berfungsi untuk dengan mudah kita menangani alergi pada anak sejak dini. Tanpa perlu menunggu alergi tersebut menjadi penyakit yang membuahkan penyesalan karena terlamat untuk diatasi.
Nah, cara menggunakan Kartu Deteksi Dini Resiko Alergi tersebut bisa mengikuti contoh kasus pada diri saya: suami saya (Ayah) tidak ada riwayat alergi, nilainya 0, saya sendiri (Ibu) ada riwayat alergi, nilainya 1, saudara kandung tidak ada riwayat alergi, nilainya 0, maka jumlahnya adalah 1. Maka, tingkat resiko yang dialami anak saya, Salfa, adalah berada di angka 20-40% (resiko sedang).
Dampak Alergi terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pada sesi kedua, DR. dr. Ahmad Suryawan, SpA(K), Ketua Divisi Tumuh Kembang Anak dan Remaja Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo, memberikan penjelasan mengenai dampak yang akan diterima si anak yang mengalami alergi terhadap proses tumbuh kembangnya. Sebab kesehatan usia dewasa sangat ditentukan oleh kesehatan saat dalam kondisi janin sampai dengan usia remaja. Gangguan pertumbuhan pada anak alergi bisa dilihat dari ukuran berat badan, lingkar kepala dan tinggi badan. Sedangkan gangguan perkembangan bisa menyerang fungsi penglihatan/pendengaran, motorik, kemampuan berbicara dan personal sosial-emosi.
Lebih dalam dokter Ahmad menyebutkan bahwa ada 4 (empat) hal yang menyebabkan anak alergi mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat, yaitu:
- Dampak perjalanan alami kondisi alergi; Alergi bisa dialami dengan kondisi hilang-timbul (kambuhan). Mayoritas orang tua langsung menghentikan asupan makanan yang memberikan potensi alergi, akibatnya asupan nutrisi pada salah satu sumber makanan menjadi berkurang bagi anak.
- Efek samping obat-obatan; ketika mengkonsumsi obat alergi, secara otomatis aka nada efek samping seperti rasa kantuk berlebihan, rewel bahkan sulit makan. Nah, jika sudah berada dalam tingkat alergi berat, maka tumbuh kembang anak akan terganggu
- Alergi yang kronis/berkepanjangan; hal ini akan mengakibatkan si anak akan mengalami gangguan dalam pola tidur, aktivitas, orang tua menjadi stress karena terpikirkan solusi dan tentu saja rasa kasihan pada anak sendiri hingga pada terjadinya perilaku emosi. Dan semuanya mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
- Aspek lingkungan. Anak alergi pun bisa menjadi korban bullying, apalagi jika alergi terlihat pada fisik. Dengan begitu anak akan berada dalam kondisi stress dengan lingkungannya. Otomatis sulit menunjukkan adanya peningkatan dalam tumbuh-kembangnya dari waktu ke waktu.
Dan dari semua allergen yang memicu terjadinya alergi, alergi protein susu sapi mengambil posisi paling utama yang mampu menghambat tumbuh kembang anak. Ada apa dengan protein susu sapi? Susu sapi memiliki kandungan berupa kasein dan whey yang merupakan protein penyebab reaksi alergi. Langkah untuk mendiagnosa alergi susu sapi bisa dengan cara:
- Anamnesis
- Catatan makanan harian
- Uji alergi
- Uji eliminasi dan provokasi
Hmm… dari penjelasan demi penjelasan kedua narasumber ahli menambah wawasan sekaligus mendorong saya untuk waspada. Apalagi nanti Salfa berencana memiliki adik dalam beberapa bulan ke depan. Itu berarti saya harus melakukan pencegahan alergi susu sapi sejak dini jika kelak sudah dikaruniakan anak kedua.
Cara pencegahan alergi susu sapi bisa dengan melakukan:
- Pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 6 bulan pertama. Probiotik di dalam ASI bisa menguatkan usus bayi agar tahan dengan zat-zat pemicu alergi.
- Bayi diberikan susu hidrolisat parsial selama 4-6 bulan, jika sejak lahir tidak mendapatkan asupan ASI. Dengan metode ini, resiko Dermatitis Atopik (eksim) bisa ditekan pertumbuhannya. Ibu hamil sebaiknya melakukan persalinan secara normal, menjaga perilaku kesehatan selama masa kehamilan dan tak perlu menghindari konsumsi makanan yang sering menjadi pemicu alergi (alergen), seperti susu sapi, seafood, telur, ikan, kacang-kacangan.
Dan untuk pencegahan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak, bisa melakukan:
- Mengenali tanda-tanda dan gejala alergi sejak dini
- Mendeteksi pola pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dini
- Melakukan hubungan kerjasama dengan lintas keahlian dokter seperti dokter alergi – tumbuh kembang – nutrisi – psikiater anak dan psikologi jika memang benar-benar diperlukan
Well, saya yakin Salfa suatu saat tidak akan alergi telur lagi. Langkah yang saat ini akan saya lakukan setelah mendengar penjelasan dalam #NutriTalk ini adalah melakukan diagnose alergi pada Salfa anak saya. Berharap tidak ada hasil yang mengkhawatirkan, sebab sampai saat ini pola dan aktivitasnya masih seperti pada anak-anak seusianya. Kepada seluruh pihak terkait acara #NutriTalk ini, khususnya Sari Husada, saya haturkan terima kasih. Dan semoga saya masih diberi kesempatan untuk terus meng-upgrade ilmu tentang apapun yang berhubungan dengan kesehatan dan tumbuh kembang anak, pada event-event Sari Husada lainnya.
Saya sudah berkenalan lebih jauh dengan alergi, khususnya alergi protein sapi. Bagaimana dengan kamu?
6 Responses
Sebenernya seminar kek gini ini penting banget buat kebutuhan parenting. Sayangnya, banyak dari para ibu-ibu memilih untuk berdiam diri dan merawat anak-anaknya dengan cara mereka sendiri di rumah.
Semoga semakin banyak acara2 yang mengedukasi orang tua utamanya bunda agar kedepannya bisa memberi respon yang tepat ketika buah hati mengalami alergi.
Kerennya dirimu mbaaaaa. Selamat yah, udah menang 🙂
Waw..selamat ya mbak
Tulisannya jelasss dan sangat bermanfaat
semoga anak saya tidak terkena alergi lagi
setidanya setelah membaca artikel ini akan saya aplikasikan, dan semoga cepat sembuh….