Saya lupa tepatnya cara saya bertemu Monica Anggen. Menurut perasaan saya, sudah lebih dari sekali bertemu dengan perempuan yang dikenal dengan ragam buku best seller dan keren. Dan yang paling saya ingat ketika kami meliput sebuah event otomotif di Surabaya yang sempat beken.
Kesan Pertama
Tanpa suara. Kesan pertama saat melihatnya lebih sering terdiam ketika liputan event membutuhkan jeda. Saya berpikir bahwa Monica Anggen memang sangat pendiam karena sesekali tenda ramai, suaranya tetap tak mampir di telinga.
Saya yang kurang banyak berteman pada saat itu mendapat informasi bahwa beliau seorang penulis yang disiplin, sangat memperhatikan typo, dan pastinya menuangkan setiap idenya dalam bentuk tulisan. Sudah banyak buku yang dihasilkan. Dan sepertinya saya memang harus banyak belajar pada Monica Anggen segala hal tentang kepenulisan.
Motivasi Menulis
Saat diberikan kesempatan untuk berada dalam kelas dimana Monica Anggen sebagai salah satu coach, saya merasa diri ini diberikan anugerah dari Tuhan. Betapa tidak, belajar langsung dari penulis best seller di luar sana pasti harganya tidak sanggup saya membayangkan. Dan sekarang saya ada di grup dan bisa menggali banyak pengalaman dari perjalanan hidupnya sebagai penulis kenamaan.
Salah satu yang membuat saya semangat adalah ketika ditanya soal motivasi menulis selama ini. Hmm, dari beberapa antologi yang pernah saya ikuti, motivasi saya tidak lain saat itu adalah punya karya untuk dinikmati. Namun, seiring berjalan waktu, saya mengubahnya sebagai jalan untuk tetap berada di keabadian.
Ya, saya ingin abadi karena menulis, dalam hal ini blog, rumah maya yang saya miliki. Kelak jika saya tidak ada, blog ini masih menjadi ladang pahala saya karena orang masih membaca apa saja yang tertuang di sini. Dan Monica Anggen mengatakan bahwa itu sesuatu yang tidak semua orang bisa memahami.
Saya juga beberapa saat lalu membaca kalau beliau sudah mempersiapkan buku catatan khusus mengenai blog-blog yang dikelolanya bersama suami. Menjadi warisan bagi anak semata wayangnya, Audi. Dan bagi saya itu sebuah perencanaan masa depan yang tak semua orang akan berpikir ke sini.
Motivasi menulis lainnya yang saya rasakan sekarang adalah blog ini sebagai salah satu penopang hidup saya di saat pandemi. Pekerjaan suami yang selama pandemi menjadi terhenti pendapatannya, harus berpasrah diri. Lagi-lagi saya bersyukur merawat blog ini 10 tahun lamanya dan sekarang menjadi sangat berarti bagi keluarga kami.
Ya, motivasi untuk mendapatkan uang dari blog tidak bisa saya pungkiri. Saya tidak bisa membayangkan jika saya berhenti menulis dan dihadapkan pada pandemi. Saya sadar kalau Allah pasti memberi rezeki. Namun, tentunya setelah hambanya berusaha sekuat tenaga kemudian menyerahkan hasilnya pada sang pemegang roda kehidupan ini.
Pastinya, motivasi menulis dari Monica Anggen memberikan sedikit pencerahan bahwa berhenti menulis itu sebaiknya jangan dilakukan. Terus menulis sampai ajal menjemput, itulah salah satu bentuk perjuangan.
Tulisanmu adalah Dirimu
Semua pasti saat ini mengenal beliau sebagai blogger dan penulis. Memang sih keduanya sama-sama terlihat dengan aktivitas yang sama yaitu menulis. Dari sini juga kemudian saya melihat bagaimana blog Monica Anggen dibangun dari konten yang tata bahasanya sesuai kaidah penulisan yang seharusnya. Jadi, menulis blog juga butuh aturan dan tidak sekadar menulis saja.
Dan seperti yang disampaikan Monica bahwa menulis itu sejatinya memperlihatkan siapa diri kita sebenarnya. Setiap tulisan memberikan ciri dan karakter sesuai dengan penulisnya. Jadi, apa yang kita tulis, baik atau tidak, itulah kita yang mungkin tak semua orang bisa lebih saksama menyadarinya.
***
Well, memaksa diri menulis sejak dulu itu hasilnya pelan-pelan dipetik saat ini. Sekarang, saya bisa bertemu bahkan bercanda dengan penulis terkenal seperti Monica Anggen itu juga karena menulis di blog ini. Karena belum tentu saya bisa bertemunya di luar kapasitas saya sebagai blogger. Maka dari itu, tetap pupuk semangat untuk terus menjadi writer.