Menjaga Sebangau tetap lestari memang sudah menjadi kewajiban masyarakat sekitar, khususnya yang bermukim di wilayah Kereng Bangkirai, Kalimantan Tengah. Inilah yang saya saksikan ketika menemani salah satu calon doktor di bidang Lingkungan untuk melakukan riset di Taman Nasional Sebangau.
Taman Nasional Sebangau sendiri merupakan sebuah tempat yang sungguh luar biasa indahnya. Dinobatkan sebagai ekoswisata pada tahun 2004 oleh Pemerintah berkat usulan dari Pemerintah setempat. Ekosistem rawa gambut membentang dengan luas mencapai sekitar 568.700 hektar. Keberadaan Taman Nasional Sebangau menjadi benteng pertahanan dari pemanasan global yang erat kaitannya dengan perubahan iklim. Sebangau menjadi penampung emisi karbon agar tidak terlepas ke atmosfir.
Perjalanan menuju Taman Nasional Sebangau sungguh membuka mata saya lebar-lebar. Udara sejuk dan pemandangan hijau memanjakan mata saya. Ditambah lagi tantangan menyusuri sungai menuju Taman Nasional Sebangau. Tidak hanya itu, warna air sungai yang hitam kemerah-merahan persis seperti Coca Cola… Uppss maaf sebut merek 😀 membuat perjalanan jadi menyenangkan. Meskipun ketegangan masih ada sebab kondisi sungai saat perjalanan saya saat itu (tahun 2012) surut. Otomatis perjalanan memakai perahu motor sedikit melambat karena harus menerjang rawa gambut.
Sesampainya di lokasi Taman Nasional Sebangau, terlihat sebuah bagian lokasi yang baru saja mengalami kebakaran. Konon kabarnya (menurut para pekerja dan penjaga Taman Nasional Sebangau), hutan rawa gambut yang terbakar tersebut merupakan konspirasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Isu pembangunan yang semakin ingin digalakkan di wilayah Kalimantan menjadikan salah satu dugaan kalau sengaja dibakar. Siapa yang tidak tertarik, kondisi lahan di sekitar Taman Nasional Sebangau memang menjanjikan bagi pebisnis.
Melihat kondisi tersebut, WWF Indonesia atas izin Pemerintah Kalimantan Tengah, turun tangan membantu masyarakat sekitar dalam program pelatihan melestarikan lingkungan, khususnya ekosistem rawa gambut Sebangau. Beberapa program dilakukan oleh WWF Indonesia. Tidak hanya melibatkan pihak dalam negeri tetapi juga memberikan kesempatan kepada pihak asing yang tergerak di bidang pelestarian lingkungan. Bahkan di suatu kesempatan WWF Indonesia mengundang para pakar-pakar bisnis untuk ikut membantu pelestarian dengan cara mengangkat perekonomian masyarakat sekitar Taman Nasional Sebangau. Pelaku bisnis tersebut ditantang untuk membangun sebuah bisnis yang ramah lingkungan tetapi memanfaatkan potensi masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Namun, sayang sekali pada saat itu saya belum ada di Kalimantan Tengah.
Ketika saya mengunjungi Taman Nasional Sebangau bersama calon doktor tahun lalu itu, kami hanya bertemu dengan pendatang dari negeri Brazil. Tim dari Brazil tersebut merupakan awak media yang bekerja di bidang film dokumenter lingkungan. Berbincang-bincang dengan mereka membawa sedikit kekaguman akan Indonesia. Mereka sangat mendukung sepenuhnya wilayah Taman Nasional Sebangau untuk terus dilestarikan. Bahkan salah satu dari mereka justru sangat menyesalkan kebakaran hutan yang sempat terjadi.
Tanaman Kantong Semar (Nepenthes) sebagai Flora Khas Taman Nasional Sebangau
Kantong Semar atau nama latinnya Nepenthes merupakan flora unik yang banyak ditemui di Taman Nasional Sebangau. Keberadaannya menjadi sebuah kekayaan yang dapat memberikan manfaat pada manusia, khususnya yang bermukin di wilayah Sebangau.
Fungsi kantong semar sendiri dijadikan sebagai alat untuk mengindikasi curah hujan sebuah daerah (jenis kantong semar tertentu). Sebab, jenis kantong semar juga beragam. Ada yang endemik khusus di Pulau Kalimantan ada juga yang bisa tumbuh di wilayah Indonesia lainnya bahkan di luar negeri juga ada. Manfaat yang umum digunakan oleh masyarakat dengan kantong semar ini adalah sebagai obat batuk.
Usaha-Usaha Mencegah Perubahan Iklim
- Administrasi Ketat Memasuki Kawasan Taman Nasional Sebangau
Masyarakat diajak bekerja sama dengan pihak pemerintah dan juga WWF Indonesia untuk menjaga ketat area Taman Nasional Sebangau. Salah satu caranya adalah dengan melakukan administrasi yang ketat bagi siapa saja yang ingin memasuki kawasan Taman Nasional Sebangau. Hal tersebut dilakukan guna menjaga oknum-oknum tertentu yang sudah memiliki niat buruk dengan eksosistem rawa gambut di sekitar Taman Nasional Sebangau. Bahkan tidak segan-segan melakukan pencekalan bahkan meminta sebuah institusi ataupun sekelompok orang yang memasuki kawasan tersebut tanpa izin (prosedur bisa menghubungi Pusat Informasi Wisata Resort Sebangau Hulu)
- Menjaga Kantong Semar dari Praktek Komersil
Mencegah masyarakat yang masuk ke kawasan untuk mengambil tanaman kantong semar (Nepenthes) untuk kepentingan komersil. Sebab, ada juga yang memperjualbelikan kantong semar dengan harga yang tidak pantas dibandingkan dengan kelestarian lingkungan.
- Restorasi Hutan Rawa Gambut
Menurut penjelasan dari pihak WWF Indonesia, mereka telah berusaha melakukan restorasi hutan rawa gambut untuk pencegahan emisi gas rumah kaca. Sebab, beberapa wilayah tadinya mengalami dekomposisi gambut akibat kebakaran hutan rawa gambut. Usaha ini seringkali dikenal dengan sebutan mitigasi.
- Memanfaatkan Rotan
Melarang masyarakat dari praktek komersil tanaman dan hewan yang hidup di kawasan Taman Nasional Sebangau mendapatkan ganti berupa memanfaatkan rotan. Rotan dijadikan masyarakat sebagai salah satu sumber yang dapat menjadi mata pencaharian warga sekitar. Dengan rotan, masyarakat bisa menghasilkan kerajinan unik yang tentu saja memiliki nilai jual yang tinggi sebagai ciri khas daerah tersebut. Dengan demikian, perekonomian masyarakat tidak lagi menjadi alasan untuk merusak lingkungan
- Menyebarluaskan Kondisi Iklim
Media informasi sudah selayaknya ikut membantu dalam menyebarluaskan kondisi iklim yang terjadi. Dengan begitu masyarakat menjadi tahu tentang segala aktivitas mereka yang ikut menyumbang perubahan iklim. Sehingga masyarakat bisa mengubahnya meskipun bertahap. Dengan artikel ini saya sangat berharap kepada konfederasi seperti Oxfam menjadi salah satu yang ikut ambil bagian saat ini dan seterusnya. Sebab Oxfam itu sendiri merupakan konfederasi Internasional dari tujuh belas organisasi yang bekerja bersama di 92 negara sebagai bagian dari sebuah gerakan global untuk perubahan, membangun masa depan yang bebas dari ketidakadilan akibat kemiskinan.
Hmmm… masih banyak langkah-langkah yang digunakan oleh masyarakat Taman Nasional Sebangau. Perubahan Iklim memang mimpi buruk bagi kelangsungan hidup manusia. Namun, manusia juga harus berusaha keras untuk mencegah dan mengatasi perubahan iklim tersebut dengan bekerja sama dengan instansi-instansi terkait.
Sekali lagi, hutan rawa gambut yang menghiasi kawasan Taman Nasional Sebangau mampu menampung emisi karbon. Daya tampung gambut akan karbon sedapat mungkin dijaga agar tak terlepas ke atmosfer. Dengan demikian, perubahan iklim dapat ditekan. Semuanya butuh kerja sama kita semua.
NB:
Sebagian besar tulisan di atas dikembangkan dari hasil perjalanan menuju Taman Nasional Sebangau. Dialog dengan warga dan juga orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang Taman Nasional Sebangau ini.
Referensi:
Reportase saya sebelumnya sudah diposting di SINI
5 Responses
“……………..Mencegah masyarakat yang masuk ke kawasan untuk mengambil tanaman kantong semar (Nepenthes) untuk kepentingan komersil. Sebab, ada juga yang memperjualbelikan kantong semar dengan harga yang tidak pantas dibandingkan dengan kelestarian lingkungan…”
kadang saya ingin bertanya sama orang2 kapitalis perusak lingkungan “Apakah anda tidak punya jiwa, sehingga tega merusak apa yang sudah diciptakan oleh Tuhan ?”
Mungkin karena Indonesia masih dalam kategori negara berkembang, jadi pola sebagian besar masyarakatnya menganggap pelestarian lingkungan masih berada di ranking ke kesepuluh, dan lahan inilah yg membuat para kapitalis menjadi semakin liar untuk bergerak 🙁
@sri,
Kapitalis saat ini tumbuh berkembang seiring dengan laju pertumbuhan karbondioksida
pernah denger bahwasanya karbon ini bisa diperjual belikan ya?
@Tofik,
pernah dengar mas 🙂
saya rasa kita sebagai umat pasti tidak akan bisa melestarikan alam, karena manusia itu sendiri seperti firman Allah QS Ar rum 41
dan para pemerhati lingkungan saja masih saja suka mengobak abik alam yang saat ini kita ketahui..