Kalau masih ingat tulisan saya soal “Sekolah Sayur”, maka ini ada kaitannya meski berbeda metode dan juga wilayah. Namun, sama-sama memiliki tujuan yang mulia, mencerdaskan kehidupan bangsa. Setidaknya itulah yang menjadi semangat Bhrisco Jordy Dudi Padatu yang akrab disapa Jordy. Pemuda yang rela jauh-jauh ke Papua untuk memberikan harapan dan cahaya bagi anak-anak di sana.
Saya sangat miris karena realita di sana, anak-anak usia kelas 5 atau 6 SD malah belum mampu membaca. Hmm, sangat jomplang sekali ketika kita membandingkannya dengan kota-kota besar di Pulau Jawa. Sangat jauh perbedaannya padahal masih sama-sama di Indonesia.
Keresahan Jordy pun menjadi pemantik sehingga memunculkan ide agar anak-anak Papua Barat bisa memahami literasi dengan baik. Mereka bisa dan semangat itu ada. Hanya saja fasilitasnya saja yang memang tidak memadai.
Mengenalkan Literasi di Pulau Mansinam, Papua Barat
Jordy yang tergabung bersama teman-teman dalam Papua Future Project memberikan harapan besar bagi anak-anak di Pulau Mansinam. Beberapa relawan yang tergabung pun menjadi sosok yang selalu dinantikan anak-anak Pulau Mansinam untuk sekadar menambah pengetahuannya akan aksara.
Sangat beruntung jika ada yang sudah bisa menuliskan nama diri. Namun tetap semangat jika memang masih ada yang belum mampu. Belajar bersama dan bahagia bersama-sama.
Pulau Mansinam sendiri termasuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar). Bisa dibayangkan mereka sangat senang ketika belajar bersama Jordy dan rekan-rekannya di alam terbuka. Di mana saja asalkan mereka berkumpul dan semangat untuk belajar.
Penerapan Kurikulum yang Dilakukan Jordy bersama Papua Future Project
Diakui memang tidak mudah memasukkan kurikulum nasional ke anak-anak Papua Barat, khususnya Pulau Mansinam ini. Mengapa? Anak-anak bisa belajar huruf saja dalam sehari itu sudah syukur. Kalau pengajar-pengajar relawan dari Papua Future Project memaksakan untuk menerapkan kurikulum yang berlaku nasional, tentu tidak akan semudah itu.
Anak-anak bisa mengenal huruf dan menulis nama dirinya sendiri saja itu adalah pengajaran yang prosesnya tidak semua sama. Ada yang lambat dan ada yang cepat. Namun, tidak akan mampu jika sekompleks kurikulum yang berlaku dan dijalankan di berbagai daerah Indonesia lainnya yang bukan di daerah 3T.
Makanya, Jordy dan tim menerapkan kurikulum yang konteksnya bisa diterima anak-anak dan memahami apa yang seharusnya mereka harus pahami sesuai dengan usianya saat itu. Kondisi ini juga yang makin meyakinkan Jordy bahwa project yang dijalankan bersama dengan relawan kelak akan menjadi harapan dan sinar tersendiri bagi anak-anak di Pulau Mansinam.
Selain itu, Jordy dan tim tidak hanya mengajarkan soal baca tulis saja. Literasi itu cakupannya luas. Makanya anak-anak makin senang diajar Jordy dan rekan relawan Papua Future Project karena banyak wawasan dan keahlian yang dikenalkan pada anak-anak. Padat tetapi menyenangkan. Anak-anak diajarkan bagaimana berolahraga, membuat kerajinan tangan, bermain musik dan literasi lainnya yang sangat berkaitan dengan perkembangan diri anak-anak Papua Barat.
Tantangan yang Dihadapi Jordy dan Tim
Niat baik memang akan selalu mendapatkan rintangan apalagi kalau mengejar mimpi besar, anak-anak Papua Barat melek literasi. Fasilitas untuk mendatangi Pulau Mansinam ini pun terbilang sulit. Kapal yang membawa orang-orang untuk tiba di pulau ini terbatas dan harus sesuai dengan jadwal sehingga tenaga pengajar harus mengejar waktu juga saat mengajar anak-anak.
Durasi mengajar juga jadi terbilang sedikit dan padat karena dari jam 9-12 proses belajar mengajar harus tuntas hari itu dan pengajar bisa kembali ke Kota Manokwari, tempat tinggal para pengajar. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana tenaga pengajar mengejar waktu dan metode untuk menumpahkan segala pengetahuan yang dimiliki untuk anak-anak di sana disesuaikan dengan jadwal keberangkatan kapal. Hmm… sebuah fakta yang hanya bisa dirasakan perjuangannya bagi yang mengalaminya sendiri.
Di samping itu, sosialisasi soal penerapan kurikulum nasional juga tidak merata sampai ke Pulau Mansinam sehingga guru yang ada di sana juga kesulitan dalam beradaptasi dengan perubahan kurikulum. Meski cuma ada 1 SD dan 1 SMP, bukan berarti bahwa anak-anak Papua bisa dilepas begitu saja, tetap harus ada pengawasan perihal peningkatan mutu literasi di sana.
Apresiasi SATU Awards Indonesia 2022 Bidang Pendidikan
Usaha Jordy dalam membangun Papua Future Project bersama anak-anak Papua Barat memang pantas diganjar apresiasi dari SATU Awards dari ASTRA. Ini menjadi sebagai jalan untuk makin meluaskan upaya Jordy mengembangkan Papua Future Project untuk literasi anak-anak. Prestasi yang diberikan Astra kepada Jordy ini sebagai bentuk kolaborasi sekaligus bantuan bagi anak-anak yang butuh sentuhan edukasi di Pulau Mansinam dan sekitarnya (Papua Barat).
Harapan Jordy, dengan sorotan ini maka makin banyak yang mau ikut membantu dengan berbagai metode agar upaya mengajarkan literasi pada anak-anak di Papua Barat, tetap terlaksana bahkan makin banyak kemajuan. Apalagi di sekitar Pulau Mansinam, ada anak-anak Pulau lain yang juga ikut belajar di sekolah yang ada di daerah tersebut. Nah, memang membutuhkan fasilitas memadai khususnya akses agar mudah menjangkau lebih baik lagi tanpa mengejar jadwal kapal.
Selain itu, Jordy dan tim dalam mengajar juga tidak pernah kasar, meski tegas. Anak-anak suka dengan metode belajarnya jadi wajar selalu dirindukan kehadiran mereka.
***
Well, Jordy yang tidak kenal lelah mengajak anak-anak Papua Barat mengangkat derajatnya dengan belajar aksara serta memahami literasi, mengapa kita yang diberi kemudahan tak mampu memanfaatkan peluang untuk lingkungan sekitar?
***
Referensi:
- Asa Bagi Papua; https://www.goodnewsfromindonesia.id/2023/11/01/bhrisco-jordy-dan-papua-future-project-nyalakan-asa-bagi-generasi-emas-papua, diakses tanggal 27 Oktober 2024
- Guru Literasi; https://www.novarty.com/2023/11/guru-literasi-anak-anak-papua-barat.html, diakses tanggal 26 Oktober 2024
- Majalah ASTRA; https://astramagz.astra.co.id/, diakses 23 Oktober 2024