Menulis ini bukan untuk menakuti orang di luar sana agar tidak menikah. Justru sayang jika sudah menemukan pasangan yang mau menerima diri, dana cukup dan kedua keluarga juga setuju, tetapi tidak disahkan dalam pernikahan. Tulisan ini sedikit referensi buat siapa saja yang mungkin sedang “bertarung” dengan ombak rumah tangga di mana kapalnya makin lama makin banyak kebocoran.
Setidaknya bisa jadi pedoman tersendiri bahwa ubah mindset di kepala kalau menikah itu yang ada cuma tertawa, senang-senang, bahagia, jalan-jalan atau apalah yang begitu enak dipandang mata, dirasa oleh hati…
Menikah bukan solusi untuk lari dari permasalahan hidup ketika masih single. Jika punya masalah dengan kerabat terdekat atau bahkan teman dalam lingkungan kerja lalu menikah dianggap mampu menyelesaikan karena berharap bantuan pasangan untuk menyelesaikannya, Oh, No Sense!
Pasangan bukan pakar masalah. Bisa jadi juga dia berusaha struggling dengan dirinya karena sebelumnya pun ada banyak masalah keluarga yang menumpuk. Bertemu dengan pasangan yang serupa juga, benar-benar bukannya mencari solusi tetapi biasanya:
- Sibuk menyalahkan diri karena menganggap salah pilih pasangan
- Sedih karena ternyata tidak sesuai harapan
- Speechless karena menjalani kehidupan selanjutnya ternyata makin berat di depan
dan mungkin ada kondisi lainnya yang pada intinya “lelah” meratapi keputusan menikah tanpa melakukan beberapa hal sebagai berikut:
Belajar Ilmu Pernikahan yang Dikaitkan dengan Agama
Tidak sedikit menikah karena dijodohkan, dipaksa bahkan dijadikan pelarian dari masalah. Tidak bertumpu pada agama apalagi dalam memilih pasangan. Kalau dalam agama harusnya pasangan sudah tidak lagi harus diingatkan soal ibadah sehari-hari. Lebih bagus lagi kalau punya habit bersedekah atau melakukan ritual ibadah yang memang ada dalil shahih-nya.
Namun, tidak bisa dipungkiri kalau pasangan itu cerminan diri juga jadi tidak perlu buru- buru menyalahkan pengetahuannya karena bisa jadi pun diri demikian adanya. Maka dari itu pastikan keduanya punya pemahaman yang sama soal agama apalag urusan ibadah sehari-hari.
Bagaimana jika pasangan kita ternyata malas beribadah?
Hmm… seperti kata Ustadz Das’ad Latif, memang risiko kalau punya pasangan seperti ini karena akan berdampak langsung dan tidak langsung pada kebekerkahan keluarga. Apalagi kalau misal suami yang malas, maka sebagai pemimpin keluarga tentunya akan jadi contoh buat anak-anaknya. Begitu juga dengan si istri yang notabene madrasah utama anak-anaknya, tentu proses mendidik pun harus menjadi teladan.
Anak-anak sekarang kalau tidak melihat orang tuanya melakukan hal yang disampaikan biasanya akan diprotes. Untuk itu, pastikan soal ibadah ini benar-benar diyakinkan sebelum menikah supaya pernikahan tetap berkah karena selalu minta perlindungan dan rahmat-Nya lewat ibadah yang dijalankan.
Terbayang lelahnya berharap bisa beribadah bersama atau sekadar menuntun istri dan anak-anaknya agar selalu ingat dengan ibadah, sementara pasangan justru menjadikan ibadah bukan prioritas. Keberkahan keluarga terlihat mulai di waktu Subuh. Setidaknya itu reminder para ustadz dan ustadzah ketika ceramah dengan tema rumah tangga.
Saling Mendukung Apa Pun Profesi dan Hobi Pasangan
Mendukung bukan berarti ikut kemana pasangan bekerja, haha. Tidak seperti itu. Apa pun pekerjaan pasangan selama itu halal dan baik, maka tetap dukung. Jangan dipatahkan dengan alasan yang bisa jadi melukai. Apalagi kalau sudah dirintis sebelum menikah.
Jika ingin pasangan berhenti dengan pekerjaannya, pastikan mampu mencukupi kebutuhannya. Tak hanya kebutuhan batin, tetapi juga kebutuhan berupa sandang, pangan dan tempat tinggal yang layak. Kalau yakin, maka komunikasikan dengan baik sebelum menikah.
Teringat kisah bapak Dodik Mariyanto yang meminta istrinya ibu Septi P. Wulandani (founder Komunitas Ibu Profesional) untuk meninggalkan pekerjaannya yang berstatus PNS. Mereka berdua sangat beruntung karena saling memahami maksud dan tujuan pernikahan yang akan dijalani. Komunikasi produktif selalu dilakukan sehingga tidak ada yang merasa dirugikan dan merugikan karena dibicarakan bersama. Tidak memutuskan satu pihak saja karena ego atau apa pun itu alasannya.
Bahkan hobi Bu Septi yang suka main ke hutan, jalan kaki, camping, traveling dan apa saja selama itu positif dan bisa membantu beliau tetap on fire dalam menjalani profesinya sebagai ibu rumah tangga. Bahkan sang suami terkadang ikut menemani Bu Septi menjalani hobinya tersebut.
Nah, pastikan tidak mematikan semua hobi pasangan karena semua kehidupannya sudah diserahkan pada suami dan anak-anaknya. Dia juga manusia yang punya kesukaan, minat dan lainnya untuk tetap tumbuh sebagai dirinya meski tahu punya kewajiban sebagai istri dan ibu. Begitu juga dengan suami. Istri harus mendukung hobi suaminya selama tidak mengganggu tugas utamanya setiap hari. Toh istri dan ibu yang baik pun tidak akan terlena dengan hobi sehingga lupa mengurus suami dan anak-anaknya. Sesekali diberikan kesempatan untuk me time dengan hobinya masa iya sih tidak boleh.
Satukan Visi Misi, Jangan Terburu Nafsu
Punya pasangan tetapi tidak memiliki tujuan bisa terombang-ambing kapal rumah tangganya. Kena ombak sedikit saja bisa goyah. Jangan pernah membayangkan rumah tangga isinya senang-senang saja. Berumah tangga itu artinya perjuangan untuk sampai tujuan bersama meski mungkin ada yang sudah tak lagi berwujud nyata.
Kalau menikah hanya karena nafsu, yakin dan percaya setelah itu berangsur melemah, maka goyah pun bisa terjadi dengan mudah. Akhirnya lelah ketika masalah datang bertubi-tubi tetapi tidak punya kekuatan bersama untuk mengatasinya. Semua bisa dibicarakan sebelum menikah.
Dalam proses ta’aruf atau perkenalan bisa membicarakan soal ini. Bahkan lebih detail seperti rencana mau punya anak berapa, akan tinggal di mana, kebiasaan buruk pasangan sedikit demi sedikit bisa diceritakan supaya kelak ketika sudah menikah tidak kaget dan bisa melakukan tindakan tertentu sehingga tetap waras jiwa raga.
***
Well, bagi yang masih belum juga dipertemukan jodoh, percayalah menikah bukan satu-satunya jalan untuk bahagia apalagi kalau semua serba terburu-buru. Pelajari dulu segala hal tentangnya. Memang sih menjalaninya langsung itu bisa bikin tantangan (bagi yang memang suka dan bisa bertahan) tetapi kalau kamu rapuh banget dalam hal emosional, lebih baik komunikasi terlebih dahulu.
Tidak semua ujian rumah tangga bisa dilalui dengan berdiam diri, memendam rasa… Tidak! Percayalah itu hanya akan jadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja dan mungkin membuatmu makin lelah bertambah-tambah…