Ketika Manis di Mulut Saja

Ketika Manis di Mulut Saja – Dunia blogging makin ramai. Semakin kesini, banyak saja blogger yang mengoptimalkan blog sebagai “teman hidup”. Ya, menjalani hidup dengan meluangkan waktu sedikit berbagi meskipun hanya tulisan, memang sangat menyenangkan. Hanya saja, perlu kerja keras dan mengembangkan informasi seputar blogging agar tidak ketinggalan.

Beragam topik blog pun bermunculan. Mulai dari blog yang membahas gadget, kesehatan, parenting sampai pada makanan. Salah satu topik blog yang membuat saya tertarik mampir berlama-lama adalah blog yang membahas makanan, mulai dari makanan yang ramah dengan saku, sampai pada makanan yang membuat mata melotot melirik nominal yang harus dibayarkan untuk mendapatkannya. Apalagi jika makanan tersebut sudah terlihat berbeda pada tampilan luarnya. Berbeda karena sangat menarik perhatian. Terkadang tidak tega untuk menyentuh karena tidak ingin merusak bentuknya. Kadang juga cuma kenyang hanya dengan memandanginya. Bahkan seringkali hanya puas dengan “memakannya” lewat lensa kamera saja alias memotretnya. Karena kebanyakan yang melahapnya sampai habis itu suami saya. Dengan begitu, suami kadang geleng-geleng kepala jika melihat saya melakukan hal demikian. Katanya akan lebih nikmat jika setelah dipotret disantap juga. Memang sih, tetapi saya selalu teringat dengan lemak di perut, jadinya kalau harus memakannya kadang kepikiran soal lemak itu.

Nah, soal memotret makanan inilah yang seringkali membuat saya sedih. Sedih karena belum mahir menghasilkan foto makanan yang bagus dan bisa dilirik oleh majalah atau situs yang membahas makanan. Seperti judul yang saya pilih di atas, karena semuanya hanya manis di mulut saja. Foto-foto yang saya hasilkan tak semanis dengan rasa makanan itu sendiri. Sulit menemukan angle yang tepat untuk foto yang nendang. Andai ada yang mau ajari saya secara free, hehe… *modus

Contoh nyata saat saya diundang pada sebuah event di hotel. Otomatis, makanan yang disajikan sudah pasti saya belum pernah membuatnya di rumah. *Maklum, masih terus belajar masak. Nantilah kalau sudah mahir, bisa share hasilnya. Soalnya, alat masak yang tersedia di rumah belum terlalu komplit seperti kitchen set ala Master Chef di tivi.

Saya lalu tertarik pada dessert yang ditawarkan. Bentuknya sih sudah sering melihatnya di tivi atau tabloid makanan. Soal rasa, juga nggak mengecewakan lidah. Saya pun mencoba untuk mengabadikannya dengan niat menghasilkan foto yang bagus untuk kenang-kenangan. Dan inilah hasilnya yang menurutku oke. Tanpa ada ornamen tambahan (kecuali piring sebagai wadahnya) dan memang saya suka sesuatu yang natural. Karena natural bagi saya memiliki kesan eksklusif. Eh, itu penilaian saya saja. Kalau ada yang berbeda pendapat, silakan saja.

Ketika Manis di Mulut Saja

Dessert ini benar-benar enak lho. Hanya saja hasil jepretan saya yang sepertinya tidak manis. Harusnya ada tambahan ornamen bunga atau sendok-garpu atau cangkir berisi kopi atau teh atau ada tambahan lain lagi yang lebih bagus?! Hmm.. memang harus lebih belajar lagi. Jika memotret dessert ini sudah sukses, harus terus dilatih lagi dan lagi, bukan?

Ah, lama-lama jadi bawa perasaan juga menulis soal makanan. Perasaan lapar ingin makan dan menggoda kaki mencari cemilan di lemari es. Andai tidak ingat dengan lemak, maka perasaan itu pun akan dituruti. Huft, godaan akan cemilan memang salah satu hal yang harus saya kontrol. Bukan karena mau kurus saja, tetapi ingin tubuh menerima asupannya yang normal-normal saja.

Facebook
Twitter

Related Posts

3 Responses

  1. Idiih, itu foto udah baguuus keleeus. Emang iya, ya. Motret makan tuh butuh perjuangan. Narik napas, tahan napas. 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *