Tak Hanya Di Rumah, Di Sekolah pun Sebaiknya Ditanamkan Budi Pekerti

Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah

Tak Hanya Di Rumah, Di Sekolah pun Sebaiknya Ditanamkan Budi Pekerti – Siapapun memahami bahwa sekolah adalah tempat dimana rutinitas pengajar dan yang akan diajar terjadi. Tenaga pengajar dituntut untuk siap membagikan ilmu yang dimilikinya secara merata. Tidak ada yang dikhususkan atau di-anak emas-kan. Namun, apakah ilmu saja sudah cukup? Jawabannya tidak.

“Buat apa pintar tetapi tidak punya perangai bagus. Itu sama saja dengan nol besar.” Kalimat ini pernah dilontarkan oleh almarhum guru Matematika saya di SMP dulu. Saat itu sedang terjadi insiden guru Bahasa Inggris mogok masuk mengajar di kelas saya. Sebabnya adalah salah satu teman saya yang pandai bidang studi  tersebut ternyata melontarkan kalimat yang membuat guru tersinggung. Seisi kelas menjadi semakin heboh karena ulah teman tersebut sudah sampai kepada kepala sekolah. Belum lagi kepala sekolah saat saya SMP terbilang tegas. Maka jadilah satu yang berbuat maka satu kelas merasakan hukumannya.

Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah

Tetapi, apakah teman saya tersebut memang benar-benar harus dipojokkan karena sikapnya? Tidak sepenuhnya seperti itu. Latar belakang keluarga teman saya memang tidak senormal seperti pada umumnya. Dari kecil hanya dirawat oleh nenek yang sudah renta. Kebaikan-kebaikan yang diajarkan pun ternyata tidak paripurna. Maka wajar sehingga sampai di sekolah, karakter setiap anak akan terlihat. Setidaknya bagi para pengajar yang sebelumnya telah dilatih ilmu memahami karakter peserta didik akan paham bagaimana menghadapi peserta didik seperti teman saya itu, bukan?

Apakah saya menyalahkan sang guru yang mogok? Tidak juga. Semua orang punya batas sabar dan rasa yang berbeda, tak terkecuali para pengajar yang setiap hari menghadapi ratusan karakter berbeda. Hanya saja para pengajar harus lebih meningkatkan ketebalan garis singgung sehingga tidak mudah terpengaruh pada insiden-insiden kecil. Sebab apa? Tidak semua peserta didik yang hadir ke sekolah telah dididik budi pekerti di rumah. Kalau sudah seperti itu, maka sudah menjadi kewajiban orang-orang yang ada di sekolah melakukan pendidikan budi pekerti tersebut.

Tidak perlu ada kurikulum khusus soal budi pekerti. Sikap guru yang tidak terlambat datang mengajar, melaksanakan ibadah on time, cara berpakaian, cara bertutur kata sampai kepada cara memberikan hukuman kepada peserta didik yang lupa mengerjakan PR, sejatinya harus mengandung nilai-nilai pendidikan budi pekerti.

Menurut Ali Muhtadi, seorang dosen Prodi Teknologi Pendidikan FIP UNY, pendidikan budi pekerti di sekolah bisa dimplementasikan secara teknis sebagai berikut:

  • Melalui KETELADANAN; seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, jika ingin melihat peserta didik memiliki budi pekerti baik, tentunya harus ada teladan atau contoh sosok yang bisa dijadikan model. Semua guru, kepala sekolah, staf administrasi bahkan penjaga keamanan sekolah pun harus lebih dulu menunjukkan budi pekerti yang baik. Jangan sampai meminta peserta didik untuk berbudi pekerti hanya sekadar himbauan tanpa aplikasi dari yang menyampaikan.
  • Melalui KEGIATAN SPONTAN; maksudnya di sini adalah reaksi dalam menghadapi sesuatu masalah. Misalnya saat ada perkelahian antar peserta didik, pihak sekolah harus menjadi penengah dan tidak memihak salah satunya.
  • Melalui TEGURAN; teguran kepada peserta didik yang melakukan kesalahan bisa menjadi jalan mengajarkan budi pekerti. Perlu diingat juga menegur peserta didik tidak harus mempermalukannya di depan peserta didik lain.
  • Melalui PENGKONDISIAN LINGKUNGAN; menciptakan peserta didik yang cinta kebersihan harusnya didukung oleh ketersediaan sarana kebersihan pula, seperti membuang sampah pada tempatnya, tidak masuk ke kelas sampai petugas piket melakukan tugasnya dan sebagainya.
  • Melalui KEGIATAN RUTIN; pengajian setiap hari jumat sore (khusus peserta didik muslim) di sekolah itu bisa menjadi sarana pendidikan budi pekerti yang bernilai agama, begitupun dengan peserta didik beragama lain bisa melakukan diskusi membahas kitab mereka, dan kegiatan rutin lainnya.

Nah, jika sudah terbiasa mendapatkan pendidikan budi pekerti di sekolah, tentu akan berdampak juga di rumah dan lingkungan sekitarnya. Tidak perlu khawatir dengan peserta didik yang memiliki latar belakang keluarga yang bermasalah. Karena ketika seluruh pihak di sekolah menjalankannya, tak ada lagi peserta didik yang kehilangan budi pekerti saat kelak mereka dewasa.

Facebook
Twitter

Related Posts

3 Responses

  1. Sepakat mbak Amma, tidak harus (perlu) pelajaran budi pekerti teori tertulis, tapi lebih pada pembiasaan dan memberi teladan

  2. Betul, pendidikan budi pekerti/ karakter itu penting sekali, dan bukan diajarkan secara tertulis, tapi melalui pembiasaan.

    Tidak cukup menjadi anak yang pintar secara kognitif, namun juga harus dilengkapi dengan cerdas emosional dan spiritual 🙂

  3. “Perlu diingat juga menegur peserta didik tidak harus mempermalukannya di depan peserta didik lain.” >> Nah, ini dia yang suka terlupakan juga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *