Diary Hati: Kejujuran Menggelisahkan Realita

Membingungkan. Awal kata dalam postingan ini namun semuanya akan terungkap jelas maksud postingan ini seperti apa.

Sejenak waktu berjalan dan berputar membawa manusia dari alam masa lalu ke masa sekarang. Menghirup udara dunia yang sama meski mungkin semakin sesak saja. Manusia semakin memenuhi jagad raya dengan berbagai jenis karakter dan juga tingkah laku.

Sesekali aku menoleh ke belakang dan mengingat apa yang telah terjadi di masa lalu, namun semuanya kembali menyadarkanku bahwa aku hidup di masa kini. Aku harus bertahan dan terus bertahan menghadapi setiap badai cobaan yang menerpa, meski itu hanya berupa “sikap diam” dan “tenang” dalam menghadapinya.

Suatu saat aku mendapat situasi seperti ini:

          “Rahmah, silakan Anda beri komentar tentang makalah ini?” Pinta seorang yang usianya jauh lebih senior dibandingkan aku.

            “Baik. Terima kasih atas kesempatannya. Menurut saya… bla bla bla…” Kuterangkan dengan detail bahkan mungkin saat itu aku menyinggung salah satu pihak yang tak kusadari akan hal tersebut.

             “Demikian pertemuan kita kali ini untuk membahas makalah ini. Terima kasih.”

Keesokan harinya…

Aku sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa apa yang kusampaikan kemarin membuahkan hasil yang tidak baik. Aku dikecam sebagai sosok yang arogan bahkan “sok pintar” dalam menyikapi sesuatu. Padahal, aku hanya menyampaikan apa yang kulihat dengan kasat mata tanpa memikirkan hal yang akan terjadi setelah itu.

 Jujur saja, sejak kecil aku diajari Ayah untuk tetap berlatih dengan kejujuran bahkan untuk hal kecil saja aku ditekankan untuk tetap jujur. Terbiasa dengan menjaga diri dengan kejujuran membuatku nyaman dalam bergerak. Namun, hal itu harus aku pertaruhkan hanya untuk menjaga nama baik sekelompok orang saja. Bahkan aku disangka terlalu hyperactive dalam bertindak dan melakukan apapun. Padahal, sekali lagi itulah aku. Inilah aku yang keluar dari didikan Ayah yang menjunjung tinggi sebuah kejujuran, dan aku berani bersaksi bahwa sampai Ayah menghembuskan nafas terakhir, Ayah adalah sosok yang tidak pernah berbohong, baik kepada orang lain apalagi dengan dirinya sendiri. Hanya saja, caranya untuk menyampaikan sebuah kebenaran yang begitu apik dan elegan.

Dari kejadian itu aku belajar dan introspkesi diri bahwa aku memang harus lebih banyak berlatih melihat kondisi sekeliling. Tidak tertutup kemungkinan ada saja yang sengaja memancing kekeruhan suasana sehingga apa yang aku ucapkan sudah dianggap lain dan akan menjadi boomerang bagi hidupku sendiri. Bahkan harus mengalami keadaan yang tidak nyaman karena adu domba orang-orang yang menginginkan keruhnya suasana. Namun, sekali lagi ketika kejujuran tetap dijaga, Tuhan juga menjaga kita. Dan aku menguatkan diriku dengan menulis status di FB beberapa waktu lalu untuk siapa saja yang berniat membuat keadaan semakin ricuh, sebagai berikut:

Bismillah…
Sekuat apapun dirimu memalingkannya dengan menceritakan keburukan yang kumiliki, suatu saat akan terkuak juga siapa yang benar dan siapa yang salah…
Sehebat apapun dirimu merasa menjadi “pemenang” karena aku telah pergi, suatu saat akan terbukti juga bahwa dia sebenarnya sangat membutuhkanku…
Sepintar-pintarnya dirimu membuat cerita negatif tentangku padanya, suatu saat dia akan mencoba mencari kebenaran setiap kata-katamu…
Aku tidak pernah mau mencari muka atau menjadi “sok baik” di depanmu atau di depan siapapun, tetapi aku hanya berusaha untuk tidak “ambil pusing” dengan segala urusan yang memang bukan urusanku…

Ingatlah… Allah tidak pernah tidur dan Maha Mengetahui tentang apa yang terjadi…
So, nikmati saja kesenangan itu saat ini hingga kelak tiba masanya penyesalan itu datang juga…  

NB:

Kepada seluruh pembaca, jadikan postingan ini sebagai renungan dan yakinlah bahwa kejujuran tertanam meski pahit dampak semuanya. Toh, kita tidak hidup selamanya…

Facebook
Twitter