Catatan Backpacker: Taman Nasional Sebangau

Amazing. Menegangkan. Dua hal yang saya rasakan ketika mata memandang sebuah pemandangan alam yang begitu indah. Taman Nasional Sebangau, wisata ekologi yang patut dikunjungi bagi mereka yang mengaku mencintai alam dan tanaman, khususnya flora endemik.

Hamparan tanaman bakau serta perairan yang entah ujungnya dimana membuatku kagum sekaligus merasa was-was. Betapa tidak, ini kali pertama perjalanan saya menuju ke sebuah tempat asing dengan menggunakan kendaraan air berupa speed boat. Dengan ukuran speed boat yang sangat kecil membuat saya harus bertaruh nyawa dan pikiran positif tentang sebuah keselamatan.

Catatan Backpacker: Taman Nasional Sebangau Dalam perjalanan tak henti-hentinya mulut mengagungkan asma-Nya hingga berharap dan pasrah dengan nasib saat perjalanan saya lakukan. Hal ini terjadi sebab jujur saja saya fobia dengan kendaraan air oleh karena trauma di masa silam. Namun, perjalanan kali ini harus membunuh fobia saya agar tidak selamanya saya harus terkungkung oleh trauma yang berkepanjangan.

Perjalanan yang ditempuh dari dermaga yang bertempat di Kereng Bangkirai, Palangkaraya, Kalimantan Tengah adalah sekitar 1 jam 47 menit dengan kecepatan mesin speed boat sekitar 15 pk atau kurang lebih sama dengan 27 km/jam. Perjalanan memotong sungai besar yang umumnya ditempuh oleh speedboat dengan kecepatan 40 pk. Hal itu dilakukan oleh nahkoda speed boat untuk mempercepat perjalanan.

Biaya untuk menyewa speed boat tergantung dari kecepatan mesinnya. Adapun rinciannya sebagai berikut:

  • Speed boat dengan kecepatan 15-40 pk : Rp. 25.000/buah
  • Speed boat dengan kecepatan 41-80 pk: Rp. 50.000/buah
  • Speed boat dengan kecepatan diatas 80 pk: Rp. 75.000/buah

Sedangkan untuk tiket masuk bagi pengunjung adalah Rp. 15.000,-/hari/orang bagi wisatawan mancanegara dan Rp. 1.500,-/hari/orang bagi wisatawan nusantara. Biaya dikenakan perhari sebab terkadang yang datang mengunjungi tempat ini bukan hanya pengunjung yang ingin berwisata ekologi, akan tetapi banyak juga dari kalangan peneliti yang membutuhkan waktu lebih dari sehari untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan ekosistem rawa gambut. Biayanyapun berbeda dengan rincian sebagai berikut:

  • 1-15 hari: Rp. 75.000/orang
  • 16-30 hari: Rp. 150.000/orang
  • 1-6 bulan: Rp. 300.000/orang
  • 1/2-1 tahun: Rp. 450.000/orang

Selain itu, biaya untuk pegambilan snapshoot juga dikenakan biaya yang berbeda. Hal ini disesuaikan dengan tujuan dari pengambilan gambar tersebut.

Untuk wisatawan mancanegara, dikenakan biaya:

  • Film Komersial: Rp. 2,5 jt/sekali masuk
  • Video Komersial: Rp. 2 jt/dokumen cerita
  • Handycam: Rp. 125.000/sekali masuk
  • Photo: Rp. 30.000/sekali masuk

Untuk wisatawan nusantara, dikenakan biaya:

  • Film Komersial: Rp. 1,5 jt/sekali masuk
  • Video Komersial: Rp. 1 jt/dokumen cerita
  • Handycam: Rp. 12.500/sekali masuk
  • Photo: Rp. 3.000/sekali masuk

Catatan Backpacker: Taman Nasional Sebangau Sepanjang perjalanan, yang terlihat adalah tanaman air yang berupa Pandanus sp atau lebih dikenal dengan nama lokal Rasau. Bahkan tanaman ini sempat mengganggu perjalanan saya akibat menutup jalan di sekitar danau tersebut. Benar-benar mengerikan saat itu sebab di tengah perairan yang begitu luas dan hanya ada tanaman-tanaman air tersebut adalah datangnya seekor buaya lapar yang siap menghantam speed boat lalu akhirnya saya tenggelam akibat tidak mampu berenang. Inilah ketakutan-ketakutan yang terus menghantui yang sebenarnya tidak mungkin ada sebab semua hanya ada di film saja. Lagipula jika memang ada buaya, buaya tersebut tidak akan seganas di film tersebut.

Dan ada satu hal yang paling menarik adalah menurut kepercayaan orang sekitar. Katanya, jika baru pertama kali melakukan perjalanan melalui danau tersebut sebaiknya memegang air danau tersebut dan membasuhkannya ke wajah. Maknanya adalah agar alam sekitar dan penghuni danau menganggap kita adalah orang baik dan menjaga keamanan kita selama dalam perjalanan. Benar-benar pengetahuan religi sekaligus mistik yang baru saya temukan.

Setelah tiba di tempat pemberhentian untuk memasuki wilayah lahan bekas kebakaran sebagai wilayah tabat sebangau, saya harus menunggu rombongan wisatawan dari Brazil yang hendak mengambil gambar untuk keperluan film lingkungan di negaranya. Senang sekali rasanya sebab, wisatawan tersebut begitu ramah dan nyaman di ajak untuk berbincang-bincang tentang kedatangan serta kesan-kesannya berkunjung di ekosistem rawa gambut ini.

Catatan Backpacker: Taman Nasional Sebangau
Flora Endemik di Ekosistem Rawa Gambut

Bertemu dengan ciptaan Tuhan yang endemik di daerah ini yaitu Nephentes sp. dengan berbagai jenis warna dan fisiologi membuat saya takjub untuk kesekian kalinya. Bentuk flora ini seperti kantung dan memang penduduk lokal menyebutnya dengan sebutan kantung semar. Kantung semar ini banyak sekali manfaatnya khususnya di bidang medis. Selain kantung semar masih banyak lagi tanaman lain yang dapat dilihat di daerah ini.

Perjalanan kali ini sangat berkesan. Fobia yang saya miliki sedikit demi sedikit hilang. Banyak hal yang saya dapatkan dan pelajari dengan perjalanan kali ini. Tuhan menciptakan sebuah alam yang sama sekali memiliki manfaat namun belum sempurna dikelola oleh seluruh masyarakat. Tidak hanya pemerintah setempat namun masyarakat di sekitar lokasi wisata ekologi ini seharusnya ikut menjaga dan menjadikannya sebagai lahan yang berpotensi, tidak hanya untuk diri sendiri akan tetapi untuk khalayak ramai.

Catatan Backpacker: Taman Nasional Sebangau
Narsis di tengah Hutan Rawa

Adapun suasana dan berbagai sudut yang sempat terabadikan dalam kamera saya dapat dilihat pada gambar-gambar yang saya ikutkan dalam tulisan kali ini. Benar-benar sangat istimewa perjalanan kali ini. Jika kalian merasa cinta alam dan backpacker sejati, buktikan dengan melangkahkan kaki ke tempat yang mengguncang adrenalin dan pesona ini.

Catatan Backpacker: Taman Nasional Sebangau

Facebook
Twitter

Related Posts

2 Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *