Cara Mudah Mengajarkan Sejarah pada Anak Usia Dini terlihat begitu berat untuk menuliskannya. Namun, jika tidak dituliskan juga akan sangat berat jika tidak dituangkan dari isi kepala.
Flashback Belajar Sejarah Saat Masih Sekolah
Pertama kali merasakan berat di kepala ketika belajar sejarah adalah saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Bukan karena faktor guru yang tidak semangat dalam mengajarkannya. Semua berawal dari lembaran buku yang terlalu banyak tulisan dan minim gambar di dalamnya.
Belum lagi dengan kalimat yang senantiasa terngiang di telinga:
“Untuk apa belajar sejarah? Masa lalu biarlah berlalu. Hadapi masa sekarang saja.”
Kalimat di atas selalu jadi candaan teman juga yang eneg sama sejarah. Alhasil, semua seperti terkena virus tersebut dalam satu kelas. Jadinya, bingung sama sejarah.
Saya memang sejak SD sudah senang membaca. Berbagai jenis buku selalu disediakan almarhum bapak saya. Hanya saja, semuanya menarik dan tidak membosankan meskipun tebal halamannya.
Sejak melihat buku pegangan siswa yang bertuliskan pelajaran sejarah, sejak itu pula minat untuk menekuninya menjadi nyata. Bahkan andai bisa tidak masuk saat kelas sejarah, mungkin saya siswa pertama yang akan melakukannya.
Naik ke jenjang pendidikan SMA, belajar sejarah semakin membosankan. Ditambah lagi kondisi pengajar yang sungguh tidak memberikan gairah dalam proses pembelajaran. Semakin berat mata ini untuk belajar sejarah yang sering membuat penasaran.
Sejarah Perlu untuk Dipelajari
Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata saya sangat perlu belajar sejarah. Bahkan almarhum bapak pernah bilang bahwa hadirnya saya di tengah keluarga besar Usman tentu saja punya sejarah.
Bagaimana pertemuan bapak dan mama saya pun adalah sejarah yang kini menjadi kenangan. Bahkan detik-detik terakhir bapak menghembuskan napas terakhir, itu menjadi sejarah bagi perjalanan bapak dan pastinya saya karena menjadi kenangan tak terlupakan.
Kini, saya sudah memiliki dua anak. Anak pertama begitu antusias dalam hobi membaca sejarah Nabi Muhammad dan sahabatnya hingga suatu waktu dia menanyakan alasan Allah menciptakan kapak.
Sejak saat itu, saya pun harus kembali banyak membaca. Saya teringat dengan Live IG yang dikelola oleh Ibu Ani Berta dalam akunnya yang menggandeng sejarawan bernama Asep Kambali untuk bercerita.
“Jangan alergi dengan sejarah. Karena hari ini tidak akan ada jika tak ada hari kemarin. Masa depan pun tak akan ada jika hari ini tidak tercipta.” – Asep Kambali
Kalimat di atas benar adanya. Sederhana tetapi tak ada yang bisa mengelaknya karena satu detik berlalu saja itu sudah menjadi sejarah yang tak akan pernah bisa kembali pada detik semula.
Hmm, salah satu yang menjadi hangat dibahas saat itu adalah keberadaan uang Rp 75.000,- yang dikeluarkan Bank BI dalam menyambut kemerdekaan.
Saya pun kemudian menjadi ingat bahwa anak saya pun sudah sering bertanya tentang sejarah uang. Anak saya yang usia 6 tahun sudah mulai memahami bahwa segala sesuatu yang ingin dibeli tentunya harus dengan uang.
Cara Mudah Mengajarkan Sejarah pada Anak
Terinspirasi dari yang disampaikan oleh Kang Asep pada Live IG Ibu Ani Berta soal sejarah, saya pun jadi punya insight dalam mengajarkan sejarah pada anak sebagai tambahan yang sudah saya lakukan sebelumnya. Adapaun cara mengajarkan sejarah pada anak usia dini, diantaranya:
1. Mengajak ke Tempat Bersejarah
Hal ini sudah saya lakukan dengan waktu tertentu. Sebelum Corona menghadang negeri ini, waktu untuk mengajak anak ke tempat bersejarah bisa 3 bulan sekali, tetapi harus memiliki kesepakatan bersama dulu.
Karena kami tinggal di Surabaya, banyak sekali tempat bersejarah yang selalu menjadi favorit untuk dikunjungi. Dan saya pun jadi ikut belajar meskipun orang melihat dari luar sebagai ajang rekreasi.
2. Membeli Buku-Buku Sejarah
Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya bahwa anak saya punya hobi membaca. Maka saya memanfaatkan itu agar anak bisa mengetahui sejarah sejak dini lewat buku yang dibaca.
Sebagai orang tua harus siap untuk ditanya ini dan itu karena usia dini menjadi momen yang tidak akan habis oleh pertanyaan. Maka secara otomatis, orang tua harus ikut meng-upgrade pengetahuan.
3. Menonton Video Sejarah
Ada masa screening time yang bisa diisi dengan tidak sekadar menonton film kartun kesayangan. Memutarkan video tentang sejarah menjadi media yang tepat karena anak tidak akan bosan. Ya, membaca buku sejarah saja pasti membosankan, maka dari itu variasi berupa nonton video bisa dilakukan.
4. Beri Tugas Bercerita
Sejalan dengan yang disampaikan Kang Asep bahwa yang terjadi kemarin juga adalah sejarah, maka kami pun melatih anak untuk memahami sejarah akan dirinya. Caranya dengan memberikan challenge untuk menceritakan sudah kemana saja dia selama ini bersama orang tuanya.
Pastinya dari situ akan muncul pertanyaan yang bisa kita sampaikan untuk menggali potensinya. Bahkan untuk melihat sejauh mana antusias si anak dalam menceritakan pengalamannya.
5. Membuat Kolase
Setiap anak pasti senang diajak bekegiatan. Contohnya membuat hal-hal baru dari kerajinan tangan. Nah, membuat kolase tentang sejarah juga bisa jadi media pelajaran.
Anak diminta untuk menggunting potret-potret Pahlawan dan disatukan dalam sebuah lembaran. Bisa dipisahkan sesuai dengan jenis kelamin atau asal daerah sang pahlawan, misal pahlawan wanita, pahlawan pria, pahlawan Sulawesi atau pahlawan Kalimantan.
Jika sudah membuat kolase, bisa dikumpulkan dan dijadikan satu dalam album kegiatan.
***
Well, berbagai macam cara mengajarkan anak tentang sejarah. Tidak perlu terlalu kompleks di saat usia mereka masih dini. Lakukan semuanya dengan having fun sehingga anak pun selalu senang dengan kisah perjalanan waktu atas apa dan siapa saja.
Semoga kelak generasi kita tidak hidup pada masa seperti yang dituliskan oleh Pramoedya Ananta Toer bahwa “negara yang tidak tahu sejarah adalah negara budak, budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.”