berbuat baik dan mengasihani itu dua hal yang berbeda

Berbuat Baik vs Mengasihani jadi bahasan artikel kali ini karena seringkali niat baik tetapi justru menjadikan orang lain merasa terlalu dikasihani.

Tidak sedikit yang akhirnya menjadikan perbuatan baik yang kita lakukan sebagai murni berbuat baik. Syukur-syukur jika tidak dimanfaatkan sehingga makna berbuat baik benar-benar dipahami dan dirasakan sebagaimana harusnya.

Contohnya saja, sering kita lihat pedagang kecil di pinggir jalan. Ada rasa iba hingga membuat kita memberikan uang tanpa mengambil barang dagangannya. Padahal mereka berdagang adalah sebuah upaya untuk bertahan hidup. Bekerja untuk mendapatkan uang demi menafkahi keluarga.

Namun, ketika kita melakukan hal tersebut, hanya memberi uang tanpa mengambil barang dagangan, mereka akan terlihat seperti dikasihani. Padahal berbuat baik tidak selamanya mengasihani dengan cara demikian.

Bagaimana Cara Berbuat Baik tanpa Mengasihani?

Saya dan pasangan seringnya seperti ini, ketika melihat pedagang mainan misalnya. Sosoknya sudah tua renta dan sempat terbesit di pikiran kalau sudah seharusnya istirahat di rumah saja. Kami membeli mainan tersebut meski tidak butuh.

Alasannya, kami ingin memberikan sedikit kebahagiaan karena barangnya laku. Soal harga kami tetap membeli sesuai harga tetapi membeli tidak hanya satu.

Lalu, apakah barang atau mainan yang kami beli mubazir? Oh, tidak. Selain memberikan mainan tersebut ke anak, kami juga memberikan ke teman anak-anak kami bahkan ke tetangga yang punya anak. Bahkan mindset berbuat baik ini pun harus diterapkan ke anak.

berbuat baik dan mengasihani itu dua hal yang berbeda

Bagaimana kalau mainannya murahan? Apakah anak-anak tetangga atau teman anak kami menerimanya dengan baik? So far, demikian. Jika ada terbesit di hati mereka sebuah pemikiran dan membawa mereka tidak ikhlas lalu membicarakan hal tersebut sebagai kejelekan, yaa itu urusan mereka sama Tuhan.

Intinya, kami berusaha berbuat baik tanpa jatuhnya mengasihani hingga mematahkan semangat mereka untuk berjuang hidup dengan bekerja

Berbuat Baik itu…

Tidak Memandang Bulu

Maksudnya di sini, siapa saja berhak menerima perbuatan baik kita. Demikian juga sebaliknya. Kita juga butuh orang berbuat baik agar hidup tenang.

Tidak Harus Memberi Sesuatu yang Berwujud

Karena memberi nasihat sebagai pengingat saja, itu perbuatan baik yang tidak semua orang bisa menerima. ‘Kan ada tuh yang dinasihati malah seolah digurui atau dimarahi, bukan?

Berbuat baik tak harus memberi sesuatu seperti hadiah, kue atau lainnya. Memberikan kesempatan berbicara, duduk atau hal kecil lainnya yang membuat orang senang, itu juga perbuatan baik.

Tidak Perlu Disiarkan

Memang sih dilema juga karena sekarang perbuatan baik dijadikan headline sebuah media berita.

Menyantuni anak yatim, membangun masjid atau perbuatan lainnya seringkali nilainya terkikis dengan fenomena seperti ini.

Apakah tidak boleh seluruh dunia tahu soal kebaikan kita? Hmm, boleh-boleh saja tetapi jika itu membuat iman kita tergoda untuk jatuh pada kesombongan sekecil apa pun, justru jatuhnya kasihan sekali.

Jadi ingat sebuah kalimat bijak:

Hal yang perlu kita lupakan adalah kebaikan kita pada orang lain, tetapi hal yang perlu kita ingat adalah kesalahan kita pada orang lain.

Dari situ saya percaya bahwa berbuat baik tak akan pernah membuat jatuh pada mengasihani karena hakikat berbuat baik adalah menjadi manusia yang bermanfaat pada sesama.

***

Jadi jelas ya perbedaannya antara berbuat baik dan mengasihani. Semoga kita selalu diberi kesempatan dan waktu berbuat baik selama nyawa masih dalam raga. Kalau kalian sendiri, berbuat baik itu seperti apa dan bagaimana seharusnya? Sharing ya di kolom komentar…

Facebook
Twitter

Related Posts

One Response

  1. Hai kakk. Semoga kita bisa berbuat baik karena mengasihi ya. setuju banget dengan kak amma. Ga usah jauh-jauh ngambil contoh pengemis/penjual mainan renta, kita sendiri saja pun tidak akan suka dikasihani.

    Tapi kita senang dikasihi. Karena itulah inti dari hubungan sosial semestinya, saling mengasihi.

    Ada dua orang pengemis duduk di depan kuil. Mereka mengeluarkan bau tak sedap, mengganggu siapa saja yang hilir mudik di gerbang kuil.

    orang pertama, melihat dari atas sampai bawah. Menyunggingkan muram dan alis mengernyit. Dalam hati berkata “kasihan banget mereka ini”..

    Orang kedua, lewat saat setelah selesai mengunjungi kuil dan beranjak pulang ke rumah. Tak sengaja melihat ke arah dua pengemis. Kaget sejenak, lalu timbul rasa kasihan. Ia melemparkan dua kepingan uang perunggu. Seraya bergegas ke rumah menceritakan ke orang-orang rumah, ” Nak, ayah ada melihat pengemis dekil banget tadi di depan gerbang kuil. Kalian harus bagus-bagus sekolah ya biar ga kayak gitu nasib. Bau banget mereka.”

    Orang ketiga. Lewat menuju kuil. ia baru tiba dari rumahnya dan hendak bersembahyang. Ia juga tanpa sengaja melihat ke arah dua pengemis. Hatinya terenyuh, ia juga tak punya kepingan perunggu. Tapi ia punya berlebih roti dan buah untuk sesembahan. Ia memberikan sebagian makanan tersebut dengan hati yang tulus. Bahkan memberikan pakaiannya untuk ke pengemis tersebut. Lalu ia kembali ke rumah, tanpa bilang apa-apa ke orang rumah, ia memakai bajunya lalu bergegas ke kuil untuk melanjutkan sembahyang yg tadinya tertunda sebentar.

    Kita, tidak punya perbedaan yang absolut yang mana mengasihu yang mana mengasihani. Tapi nurani kita mungkin bisa merasakan, apa perbedaannya, dan bagaimana yang seharusnya kita lakukan. Jadilah, sebaik-baiknya manusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *