Sepertinya suasana malam ini tidak begitu bersahabat bagi Riana. Angin yang dingin membuat dia memaki dirinya sendiri kenapa lupa membawa jaketnya yang tertinggal di mobil. Lorong yang tidak terlalu terang karena beberapa lampu mulai dimatikan. Dan kenapa tidak ada orang bersliweran? Padahal masih jam 8 malam.
“Nah, sebentar lagi sudah sampai di kamar Sinta.” Riana mencoba menghibur diri sendiri karena dirinya masih merinding. Cepat-cepat langkahnya diayun, sampai akhirnya dia berhenti tiba-tiba saat melihat sebuah tempat tidur dorong melaju cepat ke arahnya.
credit
Braaakkk…!!!
“Aduh.” Kaki Riana tertabrak tempat tidur dorong. Seketika Riana mencari tahu apa yang terjadi di dalam kamar Sinta.
“Malam, Suster. Ada apa dengan Sinta? Kenapa kamar jadi berantakan begini? Ada apa, Suster?” Riana menyerang dengan rentetan pertanyaan. Suster menjadi gagap karena tidak diberi kesempatan berbicara.
“Tenang dulu, Mbak. Saya ingin menjelaskan tetapi tidak diberi kesempatan.”
Riana terdiam. Dirinya sadar kalau sikapnya memang terlihat arogan. Ada rasa malu dalam dirinya.
“Eh, maaf suster. Silakan, jelaskan ada apa ini?”
“Pasien bernama Sinta sejak sore tadi mengamuk. Hal tersebut terjadi karena ada dua orang lelaki yang datang menjenguknya. Awalnya pasien tersenyum bahagia tetapi setelah berbincang lama, tiba-tiba memberontak. Kedua orang lelaki tadi berlari pergi ketika pasien mulai berteriak dan mengucapkan kata “biadab”. Suster menjelaskan sambil sesekali mengamati ruang kamar mandi.
“Lalu, Sinta dimana sekarang?”
“Di kamar mandi. Pasien sudah setengah jam berada di kamar mandi. Kami sudah melihat dari atas jendela, pasien hanya duduk memeluk lutut di lantai kamar mandi. Terdiam. Boleh jadi tubuhnya lemah karena meronta-ronta sejak sore.”
Riana mencoba memanggil Sinta. Memanggil Sinta dengan penuh lemah lembut.
“Sinta. Aku datang nih. Yuk, kita makan martabak.” Ajak Riana sambil berjalan jinjit menuju kamar mandi.
Sinta keluar dan mengagetkan Riana. Tubuh Riana didekap erat Sinta dengan tangis sesenggukan.
“Riana… lelaki biadab itu sudah menikah lagi. Aku harus membunuh anak ini. Aku tak mau hidup menanggung malu.”
Riana hanya bisa terdiam. Betapa penderitaan Sinta, adiknya, harus ditanggung seberat ini.
***
Total: 317 words
10 Responses
Waaa…
Kasihan banget ya
@Mas Alifianto,
iya kasihan 🙁
Kasihan Sinta.. 🙁
@rinibee,
iya mbak, kasihan 🙁
Sedih, dan ini pun ada juga di dunia nyata 🙁
@Tami,
sometimes in around us whenever
waduh, hamil to? jgn dibunuh ya bayinya
@jiah,
hehehe 🙂
hedehhh…betul2 biadab 🙁
@Orin,
🙁