Belajar Menerima Kekurangan

Belajar menerima kekurangan. Sederhana namun berat dalam aplikasi. Tak sedikit yang harus jungkir balik berusaha untuk mengoptimalkan diri agar kekurangan tidak terlihat. Namun pada dasarnya kekurangan adalah salah satu hal yang justru bisa menjadi tolak ukur keberhasilan seseorang. Mengapa bisa justru berhasil dalam kekurangan?

Siapa sih yang mau terlahir dengan kekurangan. Semua pasti ingin dilahirkan dengan berbagai kelebihan yang pada dasarnya hanya menanti “decak kagum” orang sekitar. Kelebihan yang dimiliki bisa menjadi salah satu alasan orang lain memberikan apresiasi kepada kita. Tetapi apakah sesederhana itu yang ingin diperoleh dari kelebihan yang kita miliki?

Begitupun dengan kekurangan. Selalu saja ada jalan yang kita tempuh agar kekurangan tersebut bisa samar bahkan tertutupi dari pandangan orang sekitar. Bahkan tak jarang melakukan hal yang sebenarnya sudah sangat berlebihan.

Nah, di sinilah yang masalahnya. Dari kekurangan bisa membuat otak cerdas dan kreatif dalam memikirkan bagaimana agar kekurangan tersebut tertutupi. Nah, bagaimana jika karunia otak tersebut kemudian digunakan seoptimal mungkin untuk menjadikan kekurangan yang kita miliki menjadi sesuatu yang justru akan berbalik menjadi kelebihan? Hmmm…. bagaimana caranya? Contohnya seperti apa?

Belajar Menerima Kekurangan Misalnya saja saya merasa kurang dalam hal paras wajah yang tidak cantik. Bukan lantas saya menangisi kekurangan tersebut karena tidak bisa lebih mengeksplorasi kecantikan yang ada. Justru saya bersyukur karena dengan paras wajah yang biasa saja, saya tidak harus pusing untuk menolak setiap godaan laki-laki yang hanya tertarik pada kecantikan wajah saja. Paras wajah yang tidak sangat cantik ini membuat saya sedikit lebih tenang ketika keluar rumah. Tidak merasa was-was jikalau ada sosok yang jatuh hati sampai tergila-gila hingga membuat akal pikiran tak berjalan lagi sebagaimana mestinya. Dan justru saya semakin yakin bahwa Tuhan tidak memberikan cobaan kecantikan pada diri saya sebab boleh jadi saya tak sanggup mengelolanya dengan baik. Dengan demikian, gerak akan semakin leluasa (bukan bebas tanpa batas) untuk berkarya di bidang yang dikuasai.

Kekurangan akan kesempurnaan fisik lain juga banyak dimanfaatkan sebagai jalan untuk berhasil. Diantaranya orang yang tidak punya tangan justru memanfaatkan organ lain (seperti kaki) untuk melakukan hal lain. Misalnya saja melukis, main alat musik dan lain sebagainya. Dan kebanyakan orang seperti itu justru menghasilkan karya yang bagus. Mereka menerima kekurangan dengan memaksimalkannya untuk kelebihan yang lain.

Mungkin contoh lain sudah bisa Anda temukan sendiri pada diri Anda masing-masing. Pada intinya, belajar memahami kekurangan itu bukan hal yang berarti pasrah. Justru menerima dengan lapang dada dengan usaha tentunya.

Jika sampai detik ini masih saja ada yang meratapi kekurangannya, coba lihat waktu yang berjalan. Terlalu singkat hidup ini hanya untuk meratapinya. Saatnya berdamai dengan menerima kekurangan dan melakukan hal yang jauh lebih baik ke depannya.

Facebook
Twitter