mudik dalam tulisan

“Sudah Lebaran kesekian tidak pulang ke Makassar.” Ucap saya lirih ketika menatap anak sulung menikmati mendoan dan segelas es teh. Buka puasa yang sejak hari pertama nyaris sama setiap hari.

Lha piye, Nda. Keadaane koyok ngene. Sabar sik.” Suami menimpali sebelum istrinya berkomentar lebih panjang. Dia sendiri tahu kesedihan istrinya yang sebelum pandemi saja belum memberikan kesempatan pulang ke Makassar, ditambah pandemi yang sudah masuk tahun kedua, pastinya bukan sesuatu yang mudah. Namun, sabar adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan untuk berdamai dengan keadaan.

Tiba-tiba anak sulung ikut bersuara:

“Jadi, kita enggak jadi mudi lagi? Yaah… padahal pasti seru ketemu nenek dan tante.”

Saya dan suami terdiam. Hanya suara mulut yang sedang mengunyah mendoan terdengar lebih keras.

***

Mudik memang sesuatu yang menyenangkan bagi perantau seperti saya. Ada momen setiap tahun yang menyambung silaturahim dan bisa bertatap muka. Namun, pandemi datang menghapus semua kebahagiaan itu. Diam di rumah saja dengan menerapkan protokol kesehatan 5M adalah pilihan terbaik daripada mengundang virus untuk “menyapa tubuh”.

Namun, sejak 2020 lalu agenda mudik menjadi sesuatu yang tidak diperkenankan oleh pemerintah. Kebijakan yang menuai pro-kontra bahkan tidak sedikit yang menghasilkan opini masyarakat dengan berbagai spekulasi. Dan saya hanya bisa terdiam dengan hati sedih yang tak terucapkan. Wajah selalu tampak ceria tetapi hati menyimpan rindu yang belum juga ditumpahkan pada tempatnya.

Rindu Tertulis

Sebenarnya saya bingung harus menceritakan apa di sini. Setiap kalimat yang saya ketik selalu memancing gumpalan air mata. Sesekali jatuh karena memang tak tertahankan. Mungkin ini yang namanya rindu yang tak selesai. Bahkan Ramadan kemarin saya mencoba menuliskan surat “Tak Pulang karena Terlalu Sayang” untuk mereka di kampung halaman via tulisan.

mudik dalam tulisan

Pasti mereka baca meskipun sengaja tak pernah dibahas. Mereka paling tahu, anak tertua dalam keluarga punya perasaan yang mudah terharu alias cengeng. Jadi wajar kalau adik-adik selalu menunjukkan sikap acuh tak acuh meskipun dalam hati mereka juga rindu.

Adik mana yang tak rindu dengan kakaknya yang siap mengurus keperluan mereka? Meskipun mereka sudah beristri dan bersuami tetapi ketika saya pulang ke rumah mama, kopi, mi instan hingga menu yang akan disantap siang atau malam, selalu minta dibuatkan.

Ya, saya dulu masih sempat ikut merawat mereka ketika masih kecil. Bahkan adik bungsu adalah adik yang paling sering dijaga karena selisih usia yang berbeda jauh. Meskipun begitu, adik satu ini yang paling sering didengar mama. Wajar kalau dijadikan umpan untuk minta dibuatkan masakan yang rumit seperti Konro, Coto dan jenis masakan Makassar lainnya. Sesederhana itu impian mudik yang terhalang lagi.

Keyakinan Terusik

Mudik saja. Apakah kamu yakin tahun depan masih bisa berkumpul dengan keluarga? Masa iya pandemi yang menghalangimu berbakti?

Siapa yang tak bertambah sakit hatinya membaca kalimat itu. Kalimat yang masuk dari teman yang sampai detik ini masih tidak percaya dengan Corona. Seharusnya ada empati bagi orang-orang yang tak mudik karena memang mengikuti anjuran pemerintah dan upaya saling jaga satu sama lain. Dan sampai tulisan ini terbit, saya tidak pernah membalas pesan itu.

Jujur saja, saya terusik dengan kalimat itu. Namun, setelah mendengar IGTV salah satu dokter ternama yang ibunya meninggal dengan status Covid-19 karena tertular keluarga sendiri. Sejak itu semangat untuk bangkit dari kesedihan makin tinggi. Saya percaya bahwa Allah tidak buta melihat proses berbakti sebagai anak. Lagipula tidak perlu ditunjukkan di media sosial sekuat apa saya berbakti, bukan? Allah mboten sare, Lur. 

***

Well, seperti itulah rasa tak bisa mudik. Ingin marah tetapi percuma. Pandemi tetap datang dengan angkuhnya. Dan sejak itu, raga dan jiwa berusaha memaksimalkan keyakinan bahwa semua akan baik-baik saja.

“Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti tema ‘Mudik dalam Tulisan’ yang diselenggarakan Warung Blogger”

Facebook
Twitter

Related Posts

33 Responses

  1. Pertanyaan temannya kurang berempati, justru orang yang memilih tidak mudik itu karena rasa bhaktinya yang tinggi tidak mau membahayakan nyawa orang tua tercinta. Semoga pandemi lekas berakhir dan tahun depan bisa mudik ke Makassar ya Mbak, aamiin.

  2. Sabar ya mak, kita semua masih harus bersabar untuk tidak melakukan perjalanan dulu.. dan momen hari raya seharusnya mudik tapi tidak dulu.. sedih memang tapi kita harus tetap optimis semoga pandemi segera berlalu ya mbak

  3. Big hug mba… Pasti sedih banget menahan rindu dengan keluarga. Aku jadi ingat pada sahabatku yang tidak mudil ke Samarinda selama 5 tahun. Semoga tahun 2022 semua berangsur normal dan bisa mudik ya…. Aamiin…

  4. Pasti rindu yaaa. Suami tidak pulang selama 5 tahun terakhir,berharap tahun ini kami bisa pulang, ternyata kondisinya masih belum memungkinkan. Benar sekali kalimat Tak Pulang Karena Terlalu Sayang.

  5. Jujur, sebagai orang yang memilih mudik (padahal tidak merayakan Idul Fitri dari sisi religi), saya ada “rasa bersalah” juga lho..
    Bagaimana pun, ini masih masa pandemi.
    Namun, dengan segala pertimbangan (salah satunya karena Natal lalu juga sudah tidak pulang), kami sekeluarga memilih mudik. Kalau mb Rahma ingin mudik ke Makassar, maka saya justru mudik dari Makassar.

    Tapi memang, segala keribetan perjalanan dalam mudik edisi pandemi ini membuat saya tetap merindukan mudik dalam suasana aman dari segala was2 soal virus.

    Semoga pandemi segera berlalu, dan mbak rahma sekeluarga bisa mudik ke Makassar.

  6. Kebayang deh ini sama perasaan rindu teman-teman yang biasa mudik tapi sudah 2x lebaran ini tidak mudik, karena di keluargaku juga ada yang seperti ini. Semenjak pandemi ada beberapa yang tidak mudik dengan pertimbangan kesehatan.

  7. Aku kog ikut trenyuh bacanya Mbak. Btw sebenarnya asli mana? Mudik ke Makassar tapi kog seperti udah fasih banget sih bahasa Jawanya xixi. Mudik memang tradisi yang membuat semua orang bisa berkumpul dengan orang yang dikasihi ya. Tapi apalah daya corona yang sudah masuk usia ke 2 tahun membuat Pemerintah tetap harus mengambil keputusan yang seharusnya bisa dilakukan oleh warga plus 62. Semangat Mbak e. Allah mboten sare, insyaallah niat kita berbakti pada Ortu sudah tercermin meski sementara hanya bisa lewat doa dan video call ya

  8. Aku belum ada tempat mudik. Mungkin suatu saat nanti. Namun yang jelas, rindu itu pasti ada dan pas gak bisa ketemu ya sakit. Tetap kuat buat yang bertahan gak mudik

  9. Mbak, suka sekali baca tulisannya. Tapi aku juga setuju mbak, gak mudik bukan berarti tak sayang. Karena sayang yang amat besar itulah makanya gak mudik. Agar orang-orang tersayang tetap aman dan tidak terpapar virus. Semoga mbak rahma dan keluarga besar diberi umur panjang sehingga bisa bertemu dilain waktu

  10. Bener tu aku juga kesel banget sama yang bikin narasi kalau gak pulang sekarang blm tentu tahun depannya ketemu, seolah dia mengharapkan hal2 buruk terjadi aja.
    Kami pun memilih gak mudik krn mudharatnya jauh lbh besar drpd manfaatnya. Sebaiknya tunda dulu sampai nanti ada kejelasan soal wabah ini.

  11. Semangat mbaa… Semoga nanti bisa bertemu kembali dengan keluarga besar ya. Ketimbang nekat mudik terus malah terjadi apa-apa yah. Mending bersabar.

  12. Kami pun kini sudah terbiasa dengan mudik virtual, kak Amma.
    Ada perasaan hangat dan penuh haru ketika hanya bisa menyapa melalui dunia maya.
    Tetap jaga kesehatan, setidaknya….tidak ada pengeluaran untuk hal ini dan bisa ditabung untuk mudik di kala pandemi berakhir kelak.

    Selamat berkumpul bersama keluarga kecil kak Amma.

  13. Saya yang jarak rumahnya 3 jam motoran, juga merasakan rindu yang menggebu apalagi mba Amma yang jauh banget ya. Semangat tetap omptimis dan sementara via virtual ya Mba Sayang. Peluk dari jauh.

  14. Peluuuk jauh mbak Ammaaa.. insyaaAllah ngga mudik duku 2 tahun demi kebaikan bersama semuanya yaaa.. betul bgt, Allah mboten sare.. insyaaAllah bisa mudik tahun depan yaaa.. Aamiin..

  15. Semoga pandemi usai mba jdi bisa mudik. Sedih banget memang ga bisa mudik itu. Saya akhirnya mudik akhir tahun lalu karena dekat juga dari Bogor ke Bandung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *