Search
Close this search box.

Tidak Mudah Menyerah dan Sangat Mudah Tersentuh

Tidak Mudah Menyerah dan Sangat Mudah Tersentuh – Setelah kemarin membahas hal yang sangat serius (baca : wilayah perbatasan Indonesia), maka hari ini bahasannya lebih santai. Temanya adalah menceritakan sisi feminim dan maskulin diri sendiri. Hmm… let’s check it out!

Tidak Mudah Menyerah

Kalau kata suami, saya itu keukeuh yang jika diartikan adalah “tidak bisa dilarang atau ngotot”. Julukan ini dirasakannya karena selama menikah dengan saya, keinginan saya untuk mencapai sesuatu itu tidak hanya omongan belaka. Selalu berusaha diwujudkan dan selalu mencari jalan agar bisa tercapai. Jika kemudian sudah mentok, baru kemudian pasrah dan mengembalikannya pada Allah.

Beruntungnya karena suami tetap bisa berfungsi sebagai rem atau kontrol diri saya. Setiap keinginan dan mimpi saya tidak jarang saya diskusikan dengan beliau. Bahkan meminta saran. Tetapi, biasanya dikerjakan sendiri dulu kemudian setelah mendapat kesulitan, suami menjadi tempat untuk diskusi dan Allah sebagai dzat yang selalu dijadikan tempat bergantung.

Contohnya adalah saat tes CPNS beberapa tahun lalu. Setiap tahun saya berusaha ikut tes dinas ini dan itu. Belajar tanpa henti, mencari tahu kiat sukses yang sudah berhasil dan pastinya selalu meminta Allah untuk membantu. Tetapi, sepertinya Allah punya rencana lain. Tidak diluluskan dan akhirnya menjadi ibu dari satu anak perempuan yang aktif, sepertinya itu pertanda saya sudah harus mengatakan: “Takdir saya menjadi ibu rumah tangga saja, bukan wanita yang bekerja sebagai PNS.”

Contoh lainnya lagi adalah saat ada kesempatan untuk memenangkan sebuah kebutuhan (baca: laptop dengan brand idaman), saya pun bekerja keras dan mengeluarkan segenap usaha dan pastinya meminta Allah mengabulkan, hasilnya Allah saat itu benar-benar menjawab kebutuhan saya. Dari sini saya belajar bahwa Allah selalu mengabulkan permintaan saya sesuai kebutuhan.

Dan masih banyak lagi lainnya…

Sangat Mudah Tersentuh

Kalau dianggap baperan, mungkin iya juga. Tetapi mudah tersentuh di sini lebih kepada sangat cepat sedih (cengeng mungkin ya, hihi) dan khawatir ketika melihat sesuatu yang memang sangat emosional. Belum lagi jika melihat ada teman yang berubah perilaku dan tidak ramah seperti dulu lagi, saya pun kemudian akan memikirkannya sangat keras bahkan tidak bisa tidur.

Mudah panik. Mungkin ini juga sehingga sedikit saja ada sesuatu yang di luar prosedur akan sangat mudah untuk bingung dan tidak tenang.

Sering merasa tidak enak dengan teman. Sehingga selalu berusaha untuk menampilkan yang baik-baik saja agar teman tetap nyaman, meskipun sejatinya diri sendiri merasa tertekan atau sejenisnya.

***

Nah, tantangannya saat ini adalah bagaimana mengelola feminim dan maskulin tersebut agar tetap terkontrol dengan baik. Alasannya, saya punya anak balita yang harus saya didik agar kuat mental lahir dan batin. Kalau saya saja tidak mampu, bagaimana kelak anak saya bisa, bukan? Let we try the best!

Facebook
Twitter

Related Posts

One Response

  1. Mbak Rahmah, membaca postingan ini, maka nasehat bunda, kalau bisa nih ya, jangan terlalu emosionil menghadapi suasana yang kadang membuat hati gak tenang, maksudnya jangan baperan gitulah. Harus berusaha dan belajar bersikap tegar donk, lha wong udah ada anak-e lho. Ntar diliat mamanya lemah, si buah hati ikutan lemah dalam pendirian dan apa lagi itu, ya. Pokoke tentang ilmu hiduplah jangan terlalu lemah, jangan mudah terenyuh. Harus bisa mengatakan tidak, belajarnya dari hati sendiri dulu, baru terapkan ke orang lain. In Shaa Allah, bisa koq.

Leave a Reply to Yati Rachmat Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *