Search
Close this search box.

Selalu Ada Tradisi Megengan Menyambut Bulan Ramadhan

Selalu Ada Tradisi Megengan Menyambut Bulan Ramadhan – Berada di tanah Jawa memang sangat banyak hal baru. Ada yang mengernyitkan kening hingga membuat tertawa karena begitu lucunya. Namun, bukan berarti bahwa kemudian saya melupakan tanah kelahiran saya lho ya. Catet! Hehe…

Hmm… LBI 2017 kali ini memang kebetulan sekali menyapa bulan Ramadhan sehingga temanya tidak jauh-jauh juga dari Ramadhan. Nah, kali ini mengenai tradisi puasa di daerah masing-masing. Dan saya langsung tertuju pada tradisi megengan menyambut bulan Ramadhan di tanah Jawa, khususnya di Kertosono, Jawa Timur, kampung halaman suami saya.

Selalu Ada Tradisi Megengan Menyambut Bulan Ramadhan

Apa itu Tradisi Megengan?

Jujur saja saya sendiri kadang masih merasa aneh juga dengan bahasa Jawa. Ada yang bisa diartikan dengan satu kata, ada juga yang membutuhkan kalimat panjang, bahkan kata suami ada juga yang tak terbahasakan. Menurut Prof. Dr. Nur Syam, M.Si, megengan berarti menahan, sehingga tradisi megengan adalah tradisi masyarakat Jawa dimana menjadi pertanda bahwa selama sebulan puasa harus “menahan”. Menahan di sini pun banyak macamnya, seperti menahan dahaga, lapar dan yang terpenting adalah menahan hawa nafsu.

Bagaimana Pelaksanaan Tradisi Megengan Ini?

Saya akan menceritakan skala yang terjadi di lingkungan kampung suami saya saja ya. Soalnya kebetulan memang menyaksikannya sendiri. Tradisi megengan di Kertosono itu sebenarnya mirip saja dengan di tanah Jawa lain pada umumnya. Seluruh anggota Rukun Tetangga di daerah setempat membawa makanan, baik itu makanan berupa nasi atau kue-kue (Kue wajibnya itu harus ada Kue Apem), ke surau sebelum adzan Maghrib.

Setelah shalat Isya, warga diminta untuk tidak pulang terlebih dahulu untuk melakukan do’a bersama. Nah, setelah selesai maka setiap warga kemudian akan kembali pulang membawa makanan lagi. Namun, makanan yang dibawa pulang tersebut bukan dari makanan yang tadinya dibawa sendiri. Hmm… paham ya maksud saya?! Hehe… jadi intinya ada semacam bertukar makanan begitu.

Apalah cukup pembagiannya? Semua bisa dapat makanan? Bagaimana dengan warga yang tidak mampu membawa makanan ke surau? Beruntungnya karena ada warga yang dengan senang hati membawa bungkusan makanan lebih dari satu porsi. Ada yang bahkan sampai satu lusin nasi dos. Nah, yang seperti ini tidak hanya satu orang, sehingga warga yang datang termasuk anak-anak kecil pun bisa kebagian. Jadi, tidak akan ada yang pulang dengan tangan kosong.

Hikmah Tradisi Megengan

Memang tidak semua orang yang beragama Islam menerima tradisi megengan ini dengan alasan tidak ada di dalam Al Qur’an. Namun, andai saja mereka memahami bahwa susbtansi tradisi megengan ini sebagai bentuk reminder kita sebelum memasuki bulan puasa, maka tentu tidak ada lagi yang berkoar-koar soal bid’ah dan sebagainya. Toh, memang mayoritas banyak yang memahami megengan ini hanya sebuah simbol saja. Tetapi, tidak mungkin sebuah budaya diajarkan turun-temurun tanpa isi di dalamnya. Karena kita tidak lahir di jaman dahulu.

Well… tradisi menyambut puasa di daerahmu seperti apa? Serupakah atau mungkin lebih heboh lagi? Please share it…

Facebook
Twitter

Related Posts

6 Responses

  1. Tradisi megengan di sana bentuknya sama persis dengan tradisi kami di sini saat malam nisfu sya’ban Mbak. Membawa nasi ke surau dan memakannya bersama-sama, kalau ada berlebih baru dibawa pulang.

  2. Se-RT berarti ya. Seru nih, bisa tambah akrab sama tetangga satu RT hehehe. Oh, kalau di sini tukar menukar makanan itu sama seperti di tempat mba Rindang, saat malam nisfu sya’ban, Lailatu Qadar dan pengajian malam jumat

  3. TRADISI YANG SANGAT BERMANFAAT YA… TIDAK HANYA MENGAJARKAN CARA BERBAGI NAMUN KITA JADI BISA MENGIKAT TALI SILATURAHMI DENGAN WARGA LAINNYA..:D

Leave a Reply to Inayah Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *