Search
Close this search box.

[BeraniCerita#2]: Meredam Sepi

Sesak. Dua tahun sudah Alika menjadi tawanan luka. Tak pernah berharap mendiang Ayahnya begitu cepat dipanggil sang Maha Kuasa. Pandangannya selalu kosong. Tak pernah berani sendiri tanpa sosok manusia berada dalam satu atap dengannya. Alika pernah setengah tak sadar. Seolah sosok Ayahnya berdiri tiba-tiba dan mencoba memeluk layaknya kerinduan telah tertimbun menahun.

“Di, aku rindu Ayah. Aku ingin ikut saja. Matiii…!” Ucap Alika dengan air mata sudah siap tumpah lagi.

“Sudahlah, Al. Move on… Move on…! Payah kamu. “ Tegas Dion yang sudah muak melihat kondisi Alika tiap hari hanya merenung dan menangis.

“Di, kamu gak tahu rasanya ditinggal mati. He loves me well than her. You knowww that…!” Suara Alika melengking membuat Dion kaget bukan kepalang. Tak menyangka jika perkataannya membuat Alika murka.

 “Braaakkk…!” Suara pintu dibanting Alika. Keluar dari rumah dengan membawa kekesalan dan tentu saja air mata.

***

Memang, Alika tak pernah dekat dengan Ibunya. Sifat bertolak belakang membuat rumah seperti neraka ketika bertemu. Sejak duduk di bangku SMA, Alika tak lagi melihat sosok Ibu peredam kegundahan dan penyejuk hati. Itulah kemudian menjadi alasan Alika benar-benar lumpuh motivasi saat melihat dengan mata kepalanya melihat sang Ayah meregang nyawa.

“Tiiit… Tiiit… Tididit… Tiiit.” Nada pesan singkat membuat Alika terbangun dari lamunan. Selepas melampiaskan amukan kesal dan sedih mendalam, tubuhnya perlahan membaik. Pesan dari Dion.

 He never die

He lives in your heart

He wants you move on

Come on

I know you can

Don’t make him so sad in his peace…

***

“Kamu sibuk?” Dion membuka pintu kamar Alika. Dilihatnya jemari Alika sibuk menari di atas keyboard notebook.

[BeraniCerita#2]: Meredam Sepi

“Iya. Aku sibuk. Mengejar deadline beberapa lomba.” Jawab Alika singkat. Alika bergulat dalam tumpukan ide. Pilihan untuk move on dan menjadi penulis adalah cara terbaik untuk melepas sedih dan sepi. Ayah Alika memang sudah tiada, tetapi semangat dan senyum bangga untuk Alika tetap hidup. Meskipun hanya bayangan semu semata, itu sudah nampak nyata.

“Aku tunggu bukumu selanjutnya, Kak.” Dion menyemangati dengan pelukan hangat untuk Alika, kakak yang paling dikaguminya.

Facebook
Twitter

Related Posts

9 Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *